• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecepatan dan Arah Angin

Dalam dokumen KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN (Halaman 26-33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun 2011

4.2.5 Kecepatan dan Arah Angin

Pengamatan angin yang diamati di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor berupa arah dan kecepatan angin. Penentuan arah angin setiap bulan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor digunakan untuk menentukan arah angin dominan di wilayah tersebut.

Perubahan arah angin setiap bulan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor, yaitu

51 61 71 81 91 J F M A M J J A S O N D R H (% ) Bulan Pukul 07.00 Pukul 14.00 Pukul 18.00

angin lebih banyak bertiup dari arah barat terjadi pada bulan Januari hingga Mei, dan berlanjut pada bulan Desember, sedangkan angin yang bertiup dari arah utara terjadi pada bulan Juni hingga November. Oleh karena itu, arah angin dominan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah utara dan barat.

Kecepatan angin diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Profil kecepatan angin rataan bulanan memiliki gradien yang tidak terlalu besar (Gambar 15). Hal tersebut karena kecepatan angin rataan diambil dari pengukuran pada kondisi atmosfer netral, stabil, dan tidak stabil. Gradien yang besar terjadi pada kondisi atmosfer stabil dan tidak stabil (Gambar 16).

Distribusi kecepatan angin berdasarkan tiga ketinggian pengukuran menunjukkan kecepatan angin pada ketinggian 10 meter lebih tinggi dibandingkan kecepatan angin pada ketinggian 7 meter dan 4 meter (Gambar 15). Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin meningkat secara eksponensial terhadap ketinggian. Hal ini berarti semakin jauh dari permukaan, maka kecepatan anginnya semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya kekasapan. Permukaan yang kasar akan mengakibatkan kecepatan angin menjadi kecil karena memiliki gaya gesek yang besar. Gaya gesek ini memperlambat gerakan udara karena gaya gesek ini bekerja pada arah yang berlawanan dengan arah gerak udara, yaitu dalam hal ini angin. Oleh karena itu, semakin bertambahnya ketinggian, maka gaya gesek semakin berkurang, sehingga kecepatan angin akan meningkat.

Kecepatan angin diurnal mengalami fluktuasi setiap saat. Kecepatan angin akan meningkat berdasarkan waktu, pada pagi hari kecepatan angin relatif rendah, kemudian menjelang siang hari hingga sore hari kecepatan angin semakin meningkat (Gambar 17). Hal tersebut dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari. Pada siang hari, intensitas radiasi matahari akan mempengaruhi peningkatan suhu udara, sehingga terjadi peningkatan kecepatan angin di permukaan. Intensitas radiasi matahari semakin rendah menjelang sore hari, tetapi kecepatan angin semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi permukaan yang dipancarkan oleh permukaan bumi, sehingga kecepatan anginnya tinggi. Pada malam hari, kecepatan angin tidak dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari, sehingga kecepatan anginnya lebih kecil.

Gambar 15 Profil kecepatan angin bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

(a)

(b)

(c)

Gambar 16 Profil kecepatan angin bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 J F M A M J J A S O N D u (m /s ) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 J F M A M J J A S O N D u (m s -1) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter 0.6 0.9 1.2 1.5 J F M A M J J A S O N D u (m s -1) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 J F M A M J J A S O N D u (m s -1) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

Tabel 1 Stabilitas atmosfer di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau.

Pukul (WS)

Periode Hujan Periode Kemarau Range Ri Kriteria Range Ri Kriteria Pukul 07.00 0.02 s.d. 1.42 Stabil 0.06 s.d. 0.82 Stabil Pukul 14.00 -0.9 s.d. -0.02 Tidak Stabil -0.75 s.d. -0.09 Tidak Stabil Pukul 18.00 -0.61 s.d. -0.02 Tidak Stabil -0.84 s.d. -0.02 Tidak Stabil Stabilitas rata-rata 0.02 s.d. 1.42 Stabil -0.91 s.d. -0.02 Tidak Stabil

Gambar 17 Profil kecepatan angin bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

Distribusi kecepatan angin bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. Hal tersebut disebabkan oleh radiasi matahari (radiasi gelombang pendek) dan radiasi permukaan bumi (radiasi gelombang panjang). Pada periode hujan sering terjadi terbentuk awan di wilayah tersebut yang akan mengembalikan radiasi gelombang panjang dari permukaan, sehingga suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udaranya, meskipun radiasi matahari yang diterima tidak terlalu tinggi. Suhu di permukaan yang tinggi, maka akan menyebabkan tekanan udaranya rendah. Oleh karena itu, angin akan bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke bertekanan rendah, sehingga kecepatan angin menjadi tinggi di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor karena lebih banyak mendapatkan distribusi angin dari wilayah yang bertekanan tinggi. Hal tersebut sering terjadi turbulensi pada periode hujan yang menyebabkan tanaman padi menjadi rebah. Sebaliknya, pada periode kemarau jarang terjadi terbentuk awan di wilayah tersebut, sehingga radiasi yang dipancarkan oleh permukaan bumi lebih banyak yang hilang ke atmosfer. Hal tersebut menyebabkan suhu di permukaan relatif rendah dibandingkan suhu udaranya, meskipun radiasi matahari yang diterima cukup tinggi. Suhu di permukaan yang

rendah, maka akan menyebabkan tekanan udaranya tinggi, sehingga angin akan bergerak dari wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor yang bertekanan tinggi menuju wilayah yang bertekanan rendah. Oleh karena itu, kecepatan angin pada wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor rendah.

4.3 Stabilitas Atmosfer

Stabilitas atmosfer dinamis ditentukan dengan angka Richardson (Ri). Berdasarkan angka tersebut terbagi atas tiga kategori stabilitas atmosfer, yaitu netral (Ri ± 0.01), stabil (Ri positif), dan tidak stabil (Ri negatif). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh stabilitas atmosfer di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah netral, stabil dan tidak stabil. Namun untuk stabilitas atmosfer netral ini terjadi dengan tingkat kejadian yang rendah, yaitu hanya sebesar 25% dari total data hasil pengolahan stabilitas atmosfer. Meskipun data pada saat stabilitas atmosfer netral tidak terlalu banyak, data pada kondisi tersebut digunakan untuk menentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan (d, z0, dan u*). Hal itu karena pada saat stabilitas atmosfer netral profil anginnya logaritmik dan juga tidak adanya pengaruh

buoyancy, sehingga hanya ada pengaruh dari

karakteristik permukaan saja.

Stabilitas atmosfer stabil terjadi pada pagi hari (pukul 07.00 WS), sedangkan stabilitas atmosfer tidak stabil terjadi pada siang hari (pukul 14.00 WS) dan sore hari (pukul 18.00 WS). Namun secara umum, stabilitas atmosfer stabil lebih banyak terjadi pada periode hujan, sedangkan stabilitas atmosfer tidak stabil terjadi pada periode kemarau.

Pada periode hujan, radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi berkurang karena lebih banyak diserap oleh awan, sehingga menyebabkan semakin berkurangnya pemanasan oleh radiasi matahari dan permukaan bumi mengalami pendinginan. Hal tersebut mengakibatkan kerapatan udara semakin rapat, sehingga parsel udara yang mula-mula naik akan cenderung turun kembali. Kondisi stabil ini mengalami inversi

0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 J F M A M J J A S O N D u ( m /s ) Bulan Pukul 07.00 Pukul 14.00 Pukul 18.00

suhu yang besar, peningkatan gradien angin, dan tidak terjadi olakan secara vertikal.

Pada periode kemarau, permukaan bumi lebih intensif menerima radiasi matahari, sehingga parsel udara mengembang. Hal ini mengakibatkan kerapatannya semakin

merenggang, sehingga menyebabkan parsel udara akan naik hingga batas ketinggian tertentu. Kondisi tidak stabil ini terjadi olakan secara vertikal, sehingga sangat efektif terjadinya percampuran bahang antar lapisan di atasnya.

(a) Zero-plane Displacement

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 d (m ) u (m s-1) d (periode hujan) 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 d (m ) u (m s-1) d (periode kemarau) 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 z0 (m ) u (m s-1) z0 (periode hujan)

(b) Roughness Length

(c) Friction Velocity

Gambar 18 Hubungan antara parameter karakteristik kekasapan (d, z0, dan u*) dan kecepatan angin (u) pada periode hujan (atas) dan periode kemarau (bawah).

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 z0 (m ) u (m s-1) zo (periode kemarau) 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 u * ( m s -1) u (m s-1) u*(periode hujan) 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 u * ( m s -1) u (m s-1) u*(periode kemarau)

4.4 Karakteristik Kekasapan Permukaan (d, z0, dan u*)

Analisis profil angin digunakan untuk menentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan berupa parameter

zero-plane displacement (d), roughness length (z0),

dan friction velocity (u*). Penentuan

parameter-parameter tersebut dilakukan pada stabilitas atmosfer netral. Menurut Tani (1960), Penman and Long (1960), Takeda (1965), Udagawa (1966), Maki et al. (1968), Kotoda (1979), Hayashi (1979), Kotoda and Hayashi (1980), Azevedo and Verma (1986)

dalam Kimura et al. (1999), kecepatan angin

dan kecepatan kasap mempengaruhi parameter aerodinamik (d dan z0).

Nilai d dugaan diperoleh sebesar 1.5 meter. Nilai d ini digunakan untuk menentukan nilai d terukur pada wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor. Kisaran nilai d terukur dan z0 yang diperoleh berturut-turut sebesar 0.38-4.00 meter dan 0.00-0.51 meter. Namun menurut Sutton (1953), Szeicz et al. (1969), dan Kraus (1972)

dalam Oke (1978), kisaran nilai d dan z0

untuk tanaman pertanian berturut-turut sebesar ≤ 3.0 meter dan 0.04-0.20 meter. Parameter d dan z0 bervariasi karena karakteristik permukaan di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor beragam. Jenis tanamannya, yaitu padi, jagung, kacang-kacangan, dan beberapa pepohonan tinggi. Namun, tanaman yang paling dominan adalah padi. Parameter karakteristik kekasapan permukaan (d, z0, dan u*) bervariasi terhadap kecepatan angin (Gambar 18).

Parameter d cenderung menurun dengan bertambahnya kecepatan angin (Gambar 18a). Hasil tersebut serupa dengan hasil dari Penman and Long (1960), Udagawa (1966), Maki et al. (1968), Hayashi (1979), dan Azevedo and Verma (1986) dalam Kimura et

al. (1999). Hal tersebut disebabkan oleh tinggi

tanaman yang minimum (LAI minimum) dan jarak antar tanaman yang maksimum (kerapatan tanaman rendah). Pada periode hujan, aktivitas bertanam cukup tinggi. Hal tersebut berarti awal penanaman tanaman pertanian, khususnya padi, sehingga tinggi tanaman masih rendah (LAI masih minimum) dan jarak antar tanamannya maksimum (kerapatan tanaman rendah) karena tanamannya masih muda. Berdasarkan hal tersebut, sering kali angin yang melewati permukaan pertanian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor sangat kuat pada periode hujan, maka menyebabkan merunduknya kanopi tanaman, sehingga menyebabkan

parameter d rendah. Selain itu, kanopi tanaman, khususnya padi merunduk disebabkan oleh bulir padi yang telah berisi menyebabkan parameter d menjadi semakin rendah, jika disertai juga oleh hembusan angin yang kuat. Namun, parameter d pada periode kemarau lebih tinggi dibandingkan pada periode hujan. Hal ini dapat disebabkan oleh kerapatan tanaman yang tinggi mengakibatkan hembusan angin yang kuat hanya sedikit mempengaruhi perubahan parameter d. Kerapatan tanaman yang tinggi dan tinggi tanaman yang maksimum, tetapi bulir padi belum berisi menyebabkan angin sulit menembus ke dalam kanopi tanaman tersebut, sehingga parameter d rendah, terutama terjadi pada periode kemarau. Selain itu, dapat dipengaruhi juga oleh angin yang berasal dari berbagai arah yang menyebabkan parameter d tidak berubah.

Paramater z0 cenderung meningkat pada periode hujan dan cenderung menurun pada periode kemarau (Gambar 18b). Parameter z0 tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi kanopi tanaman, tetapi juga dipengaruhi oleh bentuk dan kerapatan tanaman (Lettau 1969 dalam Kimura et al. 1999). Perubahan parameter z0

bervariasi dengan bertambahnya kecepatan angin. Hasil tersebut serupa dengan hasil Penman and Long (1960), Udagawa (1966), dan Maki et al. (1968) dalam Kimura et al. (1999). Hasill tersebut menunjukkan angin dapat menembus kanopi tanaman ketika anginnya kuat dengan z0 dipengaruhi oleh kompleksitas batang atau struktur daun dalam kanopi. Namun pada periode kemarau terjadi penurunan z0. Hasil tersebut serupa dengan hasil Azevedo and Verma (1989) dalam Kimura et al. (1999). Penurunan z0 akibat dari gerakan daun-daun yang membentuk posisi

streamlined ketika anginnya kuat dan juga

terjadi penurunan pindahan momentum. Peningkatan z0 akan memungkinkan transfer momentum dari permukaan kanopi ke lapisan lebih dalam akibat lamabaian tangkai dan batang tanaman dengan bertambahnya kecepatan angin.

Parameter u* cenderung meningkat dengan bertambahnya kecepatan angin (Gambar 18c). Nilai u* berkisar pada 0.008-0.357 m s-1. Hal ini dipengaruhi oleh kekasaran permukaan yang dilewati oleh angin. Permukaan yang dilewati angin semakin kasar menyebabkan kecepatan angin semakin berkurang. Hal ini berkaitan dengan pengaruh gaya gesek permukaan yang ditimbulkan, sehingga semakin meningkatnya ketinggian, maka kecepatan angin akan

Tabel 2 Rata-rata kecepatan angin, friction velocity (u*), koefisien transfer momentum (Km), dan transfer momentum (τ) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau. Periode Stabilitas Atmosfer Pukul (WS) u (m s-1) u* (m s-1) Km1 (m2 s-1) Km2 (m2 s-1) Km3 (m2 s-1) τ1 (N m-2) τ2 (N m-2) τ3 (N m-2) Periode Hujan Netral 07.00 0.1167 0.0417 0.0667 0.1167 0.1668 0.0029 0.0051 0.0073 14.00 0.1927 0.0688 0.1101 0.1927 0.2753 0.0139 0.0243 0.0347 18.00 0.3714 0.1327 0.2122 0.3714 0.5306 0.0223 0.0389 0.0556 Periode Kemarau Netral 07.00 0.1148 0.0410 0.0656 0.1148 0.1641 0.0033 0.0059 0.0084 14.00 0.1822 0.0651 0.1041 0.1822 0.2603 0.0107 0.0188 0.0268 18.00 0.2777 0.0992 0.1587 0.2777 0.3967 0.0147 0.0257 0.0368 Km1 dan 1 : koefisien transfer momentum dan transfer momentum pada ketinggian 4 meter,

Km2 dan 2 : koefisien transfer momentum dan transfer momentum pada ketinggian 7 meter, Km3 dan 3 : koefisien transfer momentum dan transfer momentum pada ketinggian 10 meter semakin meningkat. Ini disebabkan oleh

pengaruh gesekan permukaan berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Sebaliknya, pada ketinggian dekat dengan permukaan tanah atau rumput kecepatan anginnya lambat akibat gesekan yang ditimbulkan oleh interaksi angin yang bergerak di atas permukaan yang tidak rata. Gesekan cenderung memperlambat gerakan udara karena gaya gesekan bekerja berlawanan arah dengan arah gerak udara.

4.5 Koefisien Transfer Momentum (Km)

Tingkah laku perubahan nilai d dan z0

dapat diterangkan oleh transfer momentum dari permukaan kanopi menuju ruang-ruang di antara tanaman ketika batang-batang dan daun-daun tanaman mulai bergoyang karena tiupan angin.

Koefisien transfer momentum (Km) menggambarkan jumlah massa dan sifat atmosfer yang dipindahkan setiap detiknya dari dan ke tanaman. Nilai koefisien transfer momentum (Km) ini ditentukan pada kondisi atmosfer netral.

Koefisien transfer momentum semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian (Gambar 19). Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin pada tiga ketinggian tersebut. Ketinggian pengukuran semakin jauh dari permukaan, maka kecepatan angin semakin tinggi karena pengaruh gaya gesek dengan permukaan yang semakin kecil. Peningkatan kecepatan angin ini akan meningkatkan kecepatan kasap, sehingga akan meningkatkan koefisien transfer momentum terhadap ketinggian.

Peningkatan koefisien transfer momentum pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau (Gambar 19). Perbedaan ini disebabkan oleh kecepatan angin pada kedua periode tersebut. Kecepatan

angin pada periode hujan lebih besar dibandingkan pada periode kemarau. Hal ini berarti kecepatan angin rata-rata pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau.

(a)

(b)

Gambar 19 Hubungan antara koefisien transfer momentum (Km) dan kecepatan angin (u) pada (a) periode hujan dan (b) periode kemarau.

Kecepatan angin ini akan mempengaruhi tingkah laku dari parameter-parameter kekasapan, seperti zero-plane displacement (d), roughness length (z0), dan friction

velocity (u*). Hal ini berkaitan dengan

lambaian tanaman dan karakteristik permukaan yang dilewati angin (kekasapan permukaan). Oleh karena itu, lambaian tanaman dan kekasapan permukaan berperan

0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 K m (m 2 s -1) u (m s-1) 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 K m (m 2 s -1) u (m s-1)

Tabel 3 Rata-rata transfer bahang (QH dalam satuan MJ m-2 hari-1) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan stabilitas atmosfer stabil dan tidak stabil pada periode hujan dan periode kemarau.

Periode Stabilitas Atmosfer dT/dz (4-7 m) QH (4-7 m) dT/dz (7-10 m) QH (7-10 m) Periode Hujan Stabil 0.0780 1.9337 0.0385 2.0393 Tidak Stabil -0.0606 -2.6785 -0.1102 -4.1879 Periode Kemarau Stabil 0.0594 2.4165 0.0278 1.8241 Tidak Stabil -0.0491 -4.0337 -0.0424 -3.4813

membentuk olakan di atas permukaan kanopi, sehingga dengan adanya olakan tersebut akan memperlancar bahan dan sifat atmosfer yang dipertukarkan (CO2, O2, uap air, bahang, dan momentum) dari dan ke permukaan daun tanaman. Adanya olakan tersebut akan meningkatkan proses fotosintesis pada tanaman karena adanya masukan CO2. Laju fotosintesis naik dengan adanya masukan CO2

yang dalam peredarannya lebih banyak diatur oleh olakan (Chang 1986).

Dalam dokumen KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN (Halaman 26-33)

Dokumen terkait