• Tidak ada hasil yang ditemukan

ε = Nilai efektifitas penukar panas NTU = Satuan perpindahan panas C = Laju kapasitas udara

Cmin = Laju kapasitas udara yang lebih kecil (kW/K) Cmax = Laju kapasitas udara yang lebih besar (kW/K)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengeringan bahan pertanian pada umumnya dilakukan dengan pengeringan alami dan menggunakan alat pengering buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan cara penjemuran sangat tergantung pada sinar matahari sebagai sumber energi utama untuk pengeringan sedangkan pengeringan buatan merupakan pengeringan dengan menggunakan udara pengering yang dipanaskan atau yang tak dipanaskan. Pada pengeringan alami kelemahan terjadi karena tidak stabilnya kondisi lingkungan atau panas matahari dan gangguan cuaca lainnya seperti angin, hujan mendadak, debu dan kotoran. Pengering surya efek rumah kaca juga memanfaatkan energi matahari tetapi ketergantungan terhadap matahari dapat diatasi dengan menambahkan suatu pemanas tambahan. Untuk itu digunakan tungku bahan bakar yang dirancang sedemikian rupa sehingga bisa dioperasikan pada kondisi cuaca mendung atau pengeringan di malam hari. Bahan bakar yang bisa digunakan diantaranya kayu bakar, sekam, serbuk kayu, serutan kayu, dan lain-lain.

Pembakaran biomassa sebagai sumber energi tambahan untuk proses pengeringan menimbulkan kendala asap yang akan mempengaruhi kualitas produk yang dikeringkan. Untuk mengatasi kendala tersebut digunakan komponen yang berfungsi untuk mempertukarkan panas dari sumber energi ke ruang pengering melalui perambatan panas pada bahan penukar panas yang disebut alat penukar panas. Dengan menggunakan penukar panas, proses pembakaran dapat dilakukan di luar ruang pengering. Panas dapat dihantarkan ke dalam ruang pengering melalui perantaraan suatu fluida yang dapat berupa gas maupun cairan sehingga terjadi pemanasan tidak langsung.

Penukar panas yang umumnya digunakan disusun berupa pipa-pipa atau plat. Dengan bentuk pipa yang disusun vertikal dan fluida yang digunakan hanya udara, kiranya dapat mempermudah dalam penggunaannya. Penukar panas dengan model kompak dan ringan diperlukan untuk mempermudah dalam penggunaannya.

Kendala dalam penggunaan penukar panas antara lain biaya pembuatan dan biaya operasional yang tinggi. Tetapi keuntungan yang dapat diambil dari penggunaan penukar panas yaitu dapat meningkatkan laju energi untuk pengeringan, dapat mengefektifkan pengendalian suhu dan waktu pada proses pengeringan. Dengan hal itu diharapkan proses pengeringan dapat dikontrol, lebih higienis serta tidak terlalu tergantung dengan cuaca. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penukar panas diantaranya luasan pindah panas dan jenis bahan penukar panas.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji penukar panas tipe berlawanan (counterflow) untuk digunakan pada pengering surya tipe efek rumah kaca.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERINGAN EFEK RUMAH KACA

Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air keseimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air, dimana mutu suatu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktifitas serangga dan enzim (Henderson dan Perry, 1976). Menurut Brooker et al., (1974) pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai batas akhir kadar air tertentu sehingga memperlambat laju kerusakan akibat aktifitas biologi dan kimia.

Beberapa parameter pengeringan yang berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi kadar air biji-bijian hingga kadar air yang diinginkan diantaranya suhu udara pengering, kelembaban relatif udara pengering, laju aliran udara pengering, kadar air awal dan kadar air akhir (Brooker et al., 1974). Menurut Hall (1957) faktor yang mempengaruhi proses pengeringan terbagi menjadi dua golongan, yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan adalah suhu udara, debit aliran dan kelembaban udara pengering, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan adalah bentuk, ukuran, kadar air, ketebalan bahan yang dikeringkan serta tekanan parsialnya.

Menurut Henderson dan Perry (1976) dan Hall (1957) ada dua cara pengeringan yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami merupakan cara pengeringan yang memanfaatkan energi surya, bahan yang dikeringkan diletakkan di atas hamparan atau lantai jemur. Pengeringan buatan menggunakan udara pengering yang dipanaskan atau yang tak dipanaskan. Alat pengering buatan selanjutnya digunakan istilah alat pengering dapat dibagi berdasarkan tipe ruang pengering dan tipe pemanas. Tipe ruang pengering dibagi atas tipe bak dan tipe kontinu. Tipe pemanas dibagi atas (1) cara pemindahan panas, (2) cara pembakaran dan (3) jenis bahan bakar yang digunakan.

Tujuan utama suatu sistem berenergi surya adalah mengumpulkan energi radiasi surya menjadi panas. Menurut Kamaruddin A. et al., (1990), panas yang terjadi merupakan akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari terserap plat besi hitam dalam bangunan dan sebagian dipancarkan dalam bentuk gelombang panjang yang tak tembus penutup transparan. Lapisan penutup trasparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang. Sinar yang mengenai bangunan tembus cahaya sebagian akan diteruskan dan sebagian lagi akan diserap.

Suhu yang dihasilkan dalam ruang pengering efek rumah kaca ditentukan oleh banyaknya intensitas iradiasi surya yang sampai ke permukaan, keadaan yang menyerap iradiasi dan laju perpindahan panas dari permukaan benda lain serta lapisan penutup bangunan yang digunakan. Untuk menciptakan kondisi tersebut, lapisan transparan memerlukan bahan yang mempunyai daya tembus (transmissivitas) yang tinggi dengan daya serap (absorbsivitas) dan daya pantul (reflektivitas) yang rendah (Kamaruddin A. et al., 1990). Keuntungan yang dapat diperoleh dari pengeringan menggunakan alat efek rumah kaca adalah mengurangi ketergantungan pengeringan terhadap alam dan laju pengeringan dapat dipercepat, produktivitas pengeringan dan mutu hasilnya dapat ditingkatkan, biaya pengeringan lebih murah, produksi dapat dilakukan secara berkelanjutan sehingga mengurangi kerusakan karena faktor alam, serta memudahkan operasi produksi selanjutnya.

B. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN DENGAN EFEK RUMAH KACA

Nelwan (1997) melakukan pengujian pada lat pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao menghasilkan suhu ruang pengering untuk tiga kali percobaan masing-masing 46.90C, 45.20C, dan 44.80C. Kadar air diturunkan pada percobaan I dari 45.5%bb menjadi 7.1%bb selama 39 jam, pada percobaan II dari 60.4%bb menjadi 6.7%bb selama 40 jam, pada percobaan III dari 60.4%bb menjadi 6.75%bb selama 45 jam.

Wulandani (1997) melakukan pengujian pengeringan kopi yang berdinding transparan UV stabilized plastic tipe bak dengan suhu ruang pengering 370C. Kadar air diturunkan dari 68%bb menjadi 13%bb selama 72 jam efektif pada siang hari.

Penelitian Rachman (2003) pada pengering kombinasi tipe efek rumah kaca berenergi surya, angin, dan biomassa pada pengeringan ikan teri, suhu ruang pengering yang dihasilkan pada percobaan I sebesar 42.050C, percobaan II sebesar 40.60C dan percobaan III berkisar 32-510C dengan rata-rata 49.340C. Pengeringan dilakukan selama 15-17 jam pada percobaan I, dan 8-10 jam pada percobaan II. Pengeringan ini menurunkan kadar air bahan dari 77-78%bb menjadi 22.48-17.56%bb pada percobaan I dan pada percobaan II dari 61-65%bb menjadi 24.03-18%bb.

Suherman (2005) melakukan pengujian pada alat pengering efek rumah kaca bentuk kerucut untuk pengeringan rumput laut menghasilkan suhu ruang pengering untuk tiga kali percobaan masing-masing 43.80C, 44.160C, dan 41.870C. Kadar air diturunkan pada percobaan I dari 91.77%bb menjadi 34.2%bb selama 30.4 jam, pada percobaan II dari 92%bb menjadi 34.4%bb selama 32.2 jam, pada percobaan III dari 89%bb menjadi 34.2%bb selama 26.6 jam.

Penelitian yang dilakukan Agriana (2006) pada pengering surya hibrid tipe efek rumah kaca untuk pengeringan dendeng jantung pisang, suhu ruang pengering yang dihasilkan pada percobaan I berkisar 33-570C dengan rata-rata 41.60C, percobaan II berkisar 27-50.30C dengan rata-rata 40.60C dan percobaan III berkisar 32-510C dengan rata-rata 41.10C. Pengeringan dilakukan selama 6 jam pada percobaan I, 9 jam pada percobaan II,dan 5 jam pada percobaan III. Pengeringan ini menurunkan kadar aiar bahan dari 78-81%bb menjadi 28-22%bb.

C. ENERGI PEMBAKARAN BIOMASSA

Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Pemanas tambahan dengan bahan bakar biomassa dalam sistem pengeringan merupakan bentuk usaha untuk

mempertahankan suhu ruangan pada tingkat tertentu yang diinginkan, disesuaikan dengan keadaan bahan serta keadaan cuaca disekitar sistem pengeringan. Keuntungan dari penggunaan biomassa diantaranya adalah murah, mudah didapat, dan emisi yang ditimbulkan bisa ditekan.

Energi panas dilepaskan dalam proses pembakaran dan diukur sebagai nilai kalori. Nilai kalor rata-rata untuk setiap jenis biomassa berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai kalor rata-rata untuk berbagai jenis bahan bakar

Bahan Bakar Nilai Kalori (MJ/kg)

Kayu (kering mutlak) 18.8

Batu bara muda (lignit) 7.9

Batu bara 29.3

Arang kayu 29.5

Minyak bumi (mentah) 42.2

BBM 42.8

Gas alam 40.7

Serbuk kayu (kayu padat) 15.9

Serutan kayu (shaving) 15.9

Keping kayu (wood chip) 15.9

III. RANCANGAN PENUKAR PANAS

A. PENUKAR PANAS

Penukar panas adalah alat yang berfungsi untuk mempertukarkan panas dari satu fluida ke fluida lain. Fluida-fluida tersebut dicegah bercampur satu dengan lainnya oleh pembatas seperti dinding pipa. Contoh dari penukar panas antara lain evaporator refrigerasi, kondensor dan radiator. Menurut Henderson dan Perry (1976) penukar panas dibagi menjadi empat tipe yaitu : (1) penukar panas dengan salah satu fluidanya bersuhu konstan, (2) penukar panas arus berlawanan/counter flow, (3) penukar panas arus searah/parallel flow, (4) penukar panas arus bersilangan/cross flow. Pada Gambar 1, 2 dan 3 disajikan tipe-tipe penukar panas.

Di dalam penukar panas suhu fluida umumnya tidak konstan, tetapi berbeda dari satu titik ke titik lainnya pada waktu panas mengalir dari fluida panas ke fluida dingin (Kreith, 1973). Distribusi suhu di dalam penukar panas untuk aliran berlawanan disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 1. Penukar Panas Arus Searah (parallel flow).

Gambar 3. Penukar Panas Arus Bersilangan (cross flow). T Thi ∆T1 ΔT1 = Thi – Tc0 Tco Tho ΔT2 = Th0 – Tc1 ∆T2 Tci 0 A total

Gambar 4. Distribusi Suhu di dalam Penukar Panas Tipe Aliran Berlawanan.

B. PERPINDAHAN PANAS

Pindah panas adalah laju perpindahan panas yang melalui batas suatu sistem akibat perbedaan suhu. Perpindahan panas pada penukar panas berlangsung secara :

1. Konduksi

Konduksi yaitu perpindahan panas melalui kontak langsung antara molekul zat yang berbeda suhu, dapat terjadi pada gas, cairan maupun padatan. Perpindahan panas konduksi tergantung pada konduktifitas bahan. Pada Tabel 2 disajikan konduktivitas panas beberapa bahan.

Resistansi logam dihitung dengan persamaan berikut :

2 2 o i o i o k D D D k D D R − × − = ... 1)

Tabel 2. Konduktivitas panas beberapa bahan

Bahan Konduktifitas Panas (k), W/m

o C 0oC 100oC 200oC 300oC 400oC 600oC Aluminium 202 206 215 228 249 Besi 73 67 62 55 48 40 Magnesium 171 168 163 157 Nikel 93 83 73 64 59 Perak 417 415 412 Tembaga 386 379 374 369 363 353 Timah 65.9 59 56

Sumber : E. R. G. Eckert dan R. M. Drakedalam Holman (1986) 2. Konveksi

Konveksi yaitu perpindahan panas yang dihubungkan dengan pergerakan fluida. Konveksi paksa yaitu jika fluida bergerak karena adanya gaya gesek dari luar sedangkan konveksi alami yaitu pergerakan fluida yang terjadi karena perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu. Pada penukar panas ini terjadi perpindahan panas konveksi paksa dan konveksi alami.

Konveksi paksa terjadi karena adanya gaya tambahan dari luar. Konveksi paksa yang terjadi yaitu konveksi paksa dalam tabung aliran menyilang kumpulan pipa (tube bank). Koefisien pindah panas kumpulan pipa dalam tabung dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Holman, 1986) : c eq c c c D v μ ρ × × = Re ... 2)

( )

o o p n eq D D S S D π π /4 4 − 2 = ... 3) 3 / 1 62 . 0 Pr Re 92 . 0 278 . 0 c c eq c o D k h = × × × × ... 4) Konveksi alami yang terjadi yaitu konveksi alami dalam pipa penukar panas yang dipengaruhi oleh bilangan Grashof. Perpindahan panas secara alami semakin efektif dengan semakin besarnya bilangan Grashof. Untuk pipa vertikal, panjang pipa lebih mempengaruhi bilangan Grashof dan Nuselt daripada diameter pipa (Welty, 1974). Koefisien

pindah panas dalam pipa dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Holman, 1986) :

( )

2 3 2 h ho hi h h h T T L g Gr μ ρ β × × × − × = ... 5)

( )

14 Pr 59 . 0 h h h Gr Nu = × × ... 6) i h h i D k Nu h = × ... 7)

Persamaan umum untuk proses pindah panas yang terjadi pada penukar panas tipe cangkang dan pipa secara sederhana dijelaskan berdasarkan hukum kekekalan energi. Fluida panas dalam hal ini adalah udara hasil pembakaran yang mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida dingin adalah udara pengering yang mengalir di luar pipa. Pada kondisi tunak, dengan mengabaikan kehilangan panas disepanjang aliran yang dilaluinya, maka panas yang dipindahkan dari udara hasil pembakaran (Qh) sama dengan udara panas yang diterima oleh udara pengering (Qc).

Jumlah akumulasi panas sama dengan nol pada kondisi tunak, maka jumlah panas masuk sama dengan jumlah panas keluar

(

co ci

)

c

c

h Q m Cp T T

Q = = × × − ... 8) Perpindahan panas untuk berbagai tipe penukar panas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Holman, 1986) :

log

T A U

Q= × ×Δ ... 9) Dimana A adalah parameter konstan luas permukaan perpindahan panas (m2), U adalah koefisien panas keseluruhan (W/m2.K) ditentukan dengan persamaan berikut :

i h k c h A A R h U × + + = 0 1 1 ... 10)

∆Tlog adalah beda suhu rata-rata logaritmik rata-rata antara udara hasil pembakaran dan udara pengeringan dalam penukar panas yang ditentukan dengan persamaan berikut (Holman, 1986) :

..

( ) ( )

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − − − = Δ ci ho co hi ci ho co hi T T T T Ln T T T T Tlog ... 11)

Untuk menentukan laju perpindahan panas yang tidak menyangkut suhu keluar yang manapun digunakan nilai efektifitas penukar panas. Keefektifan penukar panas adalah perbandingan laju perpindahan panas yang sebenarnya dalam penukar panas terhadap laju pertukaran panas yang mungkin terjadi (Kreith, 1973).

terjadi mungkin yang panas pindah laju sebenarnya panas pindah laju s Efektifita =ε = ... 12) Laju pindah panas sebenarnya = Cmin (Tco – Tci) ... 13) Laju pindah panas yang mungkin terjadi = Cmin (Thi – Tci) ... 14) Nilai efektifitas penukar panas untuk aliran berlawanan dapat dihitung dengan

persamaan (Holman, 1986):

( )

( (

( )

))

( )

( )

( )

1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 exp 1 1 exp 1 1 1 2 ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ + − − + − + × + + + = C NTU C NTU C C ε ... 15) min C A U NTU = × ... 16)

( )

( )

maxmin max min Cp m Cp m C C C × × = = ... 17) NTU (number of heat transfer units) adalah jumlah satuan perpindahan panas yang merupakan tolak ukur perpindahan panas suatu penukar panas. Harga NTU semakin besar maka penukar panas mendekati batas termodinamikanya (Kreith, 1973).

Bila keefektifan penukar panas telah diketahui, maka kesetaraan laju pindah panas pada persamaan 15) dapat diekspresikan sebagai berikut (Kreith, 1973) :

(

Thi Tci

)

C

Q=ε× min − ... 18) Perbandingan efektifitas untuk susunan penukar kalor berlawanan arah disajikan pada Gambar 5.

ε (%) min C A U NTU = ×

Gambar 5. Efektifitas untuk Kemampuan Kerja Penukar Kalor Aliran Berlawanan Arah (Holman, 1986).

IV. BAHAN DAN METODE

A. TEMPAT DAN WAKTU

Perancangan dan pengujian dilakukan di laboratorium lapang Leuwikopo, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Darmaga. Waktu persiapan sampai selesainya percobaan adalah lebih kurang lima bulan, yaitu dari bulan Juli 2005 sampai bulan Nopember 2005.

B. BAHAN DAN ALAT

1. BahanBahan bakar yang digunakan untuk uji kinerja alat adalah serbuk gergaji dan tongkol jagung.

2. Alat

a. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Alat penukar panas tipe counterflow hasil perancangan

• Kipas Merk Comair rotron, centrifugal forward curve, 12 V, 2.26 A, motor DC

• Tungku pembakaran biomassa berkapasitas 0.94 kg/jam b. Alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut

• Anemometer : Air Max, tipe SK-26A

• Hybrid recorder : Yokogawa, tipe 3081

• Pen recorder : Yokogawa, tipe 3056

• Conjunction : Komatsu, tipe ZC114

• Termokopel CA (diameter 0.44 mm), CC (diameter 0.2 mm), dan batang (diameter 0.75 cm)

• Adaptor

• Timbangan kapasitas 5 kg, skala terkecil 25 gr

C. PENGUKURAN DAN PERCOBAAN

Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

• Suhu

Pengukuran suhu dilakukan pada dinding pipa bagian atas, tengah dan bawah, suhu di dalam pipa penukar panas bagian atas, tengah dan bawah, suhu di dalam ruang penukar panas bagian atas, tengah dan bawah, suhu tungku, suhu masuk udara dari lingkungan, suhu udara keluar penukar panas, suhu udara hasil pembakaran masuk pipa dan suhu cerobong. Pengukuran dilakukan tiap 10 menit sekali menggunakan termokopel jenis CA, CC dan batang yang dihubungkan dengan hybrid recorder dan pen recorder. Posisi titik-titik pengukuran suhu disajikan pada Gambar 6.

• Kecepatan udara

Laju aliran udara keluar penukar panas diukur untuk mengetahui penurunan tekanan dengan menggunakan manometer air pipa U, dan kecepatan udara pada cerobong dan lingkungan dengan menggunakan anemometer. Posisi titik-titik pengukuran kecepatan udara disajikan pada Gambar 7.

• Konsumsi biomassa

Konsumsi biomassa diukur untuk mengetahui jumlah bahan bakar yang digunakan untuk pemanasan dengan mengukur berat biomassa yang digunakan.

• Penurunan tekanan

Penurunan tekanan dilakukan dengan menggunakan manometer air pipa U dengan skala terkecil mm. Sketsa pengukuran penurunan tekanan disajikan pada Gambar 8.

V. PEMBUATAN PENUKAR PANAS

A. KRITERIA RANCANGAN

Penukar panas ini bertujuan untuk memindahkan energi panas dari tungku ke udara pengering yang akan digunakan untuk sumber energi panas untuk pengeringan. Alat penukar panas yang dirancang menggunakan pipa-pipa untuk memperluas bidang pindah panas sehingga dapat memperbesar pindah panas yang terjadi. Sumber energi panas yang berasal dari tungku akan memanasi udara disekitar tungku sebagai fluida pemindah panas ke udara pengering dari lingkungan sebagai fluida penerima panas.

Udara pengering dari lingkungan masuk ke sistem pemindah panas melewati kumpulan pipa-pipa penukar panas. Tipe pemindah panas ini adalah tipe berlawanan (counter flow), dimana aliran udara panas dan aliran udara pengering bergerak berlawanan.

B. RANCANGAN FUNGSIONAL 1. Pipa penukar panas

Pipa penukar panas berfungsi sebagai medium perpindahan panas dari hasil pembakaran biomassa pada tungku ke dalam penukar panas.

2. Selubung penukar panas

Selubung penukar panas berfungsi sebagai penyelubung penukar panas agar udara panas yang berada di dalamnya tidak bercampur dengan udara lingkungan.

3. Saluran udara masuk

Saluran udara masuk berfungsi sebagai tempat masuknya udara lingkungan ke penukar panas.

4. Saluran udara menuju ruang pengering

Saluran udara menuju ruang pengering berfungsi untuk menyalurkan udara hasil pemanasan dari penukar panas ke ruang pengering.

5. Saluran udara masuk dari tungku

Saluran udara masuk dari tungku berfungsi untuk tempat masuknya udara panas hasil pembakaran di tungku untuk disalurkan ke penukar panas.

6. Cerobong asap

Cerobong asap berfungsi untuk mengeluarkan gas buang agar tidak bercampur dengan udara di dalam penukar panas

C. RANCANGAN STRUKTURAL 1. Pipa penukar panas

Pipa penukar panas yang dirancang menggunakan pipa hitam dengan diameter luar 0.0508 m dengan panjang 0.6 m. Jumlah pipa penukar panas adalah 19 buah yang disusun berselang-seling. Jarak antara sumbu pipa dalam baris membujur adalah 0.064 m dan jarak sumbu ke sumbu antara baris lintang pipa yang berdekatan adalah 0.064 m.

2. Selubung penukar panas

Bahan selubung penukar panas terbuat dari plat esser dengan tebal 2 mm. Selubung berdiameter 0.4 m dengan panjang 0.6 m.

3. Saluran udara masuk

Saluran udara masuk berbentuk pipa yang terbuat dari plat esser dengan tebal 2 mm yang berdiameter 0.12 m dengan panjang 0.06 m. Pada pangkal saluran ini terdapat kipas sentrifugal dengan diameter 0.14 m. 4. Saluran udara menuju ruang pengering

Saluran udara menuju ruang pengering terbuat dari pipa hitam dengan diameter 0.0508 m. Saluran ini dibentuk dengan dua belokan.

5. Cerobong asap

Tinggi cerobong asap 0.38 m dengan diameter 0.74 m yang diberi lubang pada bagian dindingnya dengan panjang 0.08 m dan lebar 0.06 m. Cerobong ini terbuat dari plat esser dengan tebal 2 mm.

Prinsip kerja penukar panas ini adalah sumber panas yang berasal dari pembakaran pada tungku akan menaikan suhu udara disekitar tungku. Kemudian udara tersebut bergerak ke atas dan masuk ke pipa penukar panas. Panas yang diterima pipa penukar panas dipindahkan ke udara pengering yang berada di bagian luar dari pipa dengan arah berlawanan. Hal ini memungkinkan udara akan bebas bercampur dengan pemindah panas di dalam

selubung penukar panas. Gas panas di dalam pipa satu lintasan tidak akan bercampur dengan gas panas pada pipa lain dalam satu lintasan selama terjadi perpindahan panas. Suhu fluida dalam penukar panas atau sepanjang penukar panas dalam hal ini tidak konstan tetapi berubah dari titik ke titik sewaktu fluida mengalir, panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin.

Perpindahan energi panas yang terjadi dalam alat penukar panas adalah : 1. Energi panas dari gas disekeliling tungku ke bagian dalam pipa secara

konveksi

2. Perpindahan panas dari dinding bagian dalam pipa secara konduksi

3. Perpindahan panas dari dinding bagian luar pipa ke udara pengering secara konveksi.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL SUHU HASIL PENGUKURAN 1. PROFIL SUHU UDARA PEMANAS

Pengukuran suhu udara pemanas dilakukan pada tungku pembakaran biomassa. Pengukuran dilakukan pada satu titik setiap 10 menit selama 4 jam. Profil suhu tungku disajikan pada Gambar 9 dan suhu rata-rata hasil pengukuran disajikan pada Tabel 3. Suhu pada tungku pada penyalaan awal mengalami kenaikan kemudian suhu tungku mengalami fluktuasi yang tidak terlalu tajam, hal ini disebabkan adanya angin yang berhembus di sekitar tungku yang tidak terlalu besar dan penambahan biomassa secara bertahap dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Namun pada umumnya suhu tungku konstan selama penggunaan. Suhu berkisar antara 171.6-179.20C. Perlakuan yang berbeda untuk lebar PDID pada cerobong tidak berpengaruh sama sekali terhadap penurunan dan kenaikan suhu tungku.

Pengukuran suhu udara masuk pipa penukar panas juga dilakukan setiap 10 menit selama 4 jam. Profil suhu udara masuk pipa disajikan pada Gambar 10. Suhu udara masuk pipa penukar panas juga mengalami fluktuasi yang tidak terlalu tajam sama seperti pada suhu tungku yaitu berkisar antara 141.5-149.00C. Hal ini terjadi karena udara panas disekitar tungku tidak banyak dipengaruhi faktor dari luar seperti angin karena jarak antara tungku dan pipa-pipa penukar panas tidak terlalu jauh. Seperti halnya suhu tungku, perlakuan yang berbeda untuk lebar PDID pada cerobong tidak berpengaruh sama sekali terhadap penurunan dan kenaikan suhu udara masuk pipa.

Setiap 10 menit selama 4 jam pengukuran suhu udara keluar penukar panas dilakukan dengan kisaran suhu antara 61.9-69.60C. Profil suhu udara keluar penukar panas disajikan pada Gambar 11. Fluktuasi suhu yang tidak terlalu tajam juga terjadi karena dipengaruh suhu dari

Dokumen terkait