• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. Pengujian Secara In vivo 1 Penampilan Ternak

2. Kecernaan Pakan Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering dihitung dengan cara bahan kering konsumsi (yang dikonsumsi oleh ternak domba) dikurangi dengan bahan kering feses, kemudian dibagi dengan bahan kering konsumsi setelah itu dikalikan 100%. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini :

Tabel 16. Rataan kecernaan bahan kering selama Penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 P0 51,40 53,00 58,30 52,60 215,30 53,83B P1 68,00 58,90 62,90 66,80 256,60 64,15 P A 60,20 2 57,50 56,60 52,70 227,00 56,75 P AB 54,90 3 54,50 60,40 62,30 232,10 58,03 P AB 62,90 4 62,70 63,90 57,60 247,10 61,78 Rataan A 59,48 57,32 60,42 58,40 1178,10 58,91 Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom rataan perlakuan menunjukkan adanya perbedaan

yang sangat nyata pada kecernaan bahan kering selama penelitian (p<0,01).

Pada Tabel 16 tampak bahwa rataan kecernaan bahan kering pada perlakuan P0 sebesar 53,83%; P1 sebesar 64,15%; perlakuan P2 sebesar 56,75%; perlakuan P3

sebesar 58,03% dan perlakuan P4

Kecernaan bahan kering dan bahan organik berhubungan erat dengan kandungan serat dan protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P

sebesar 61,78%. Rataan kecernaan bahan kering keseluruhan selama penelitian adalah sebesar 58,91%. Signifikansi pemberian lima perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan kering, dapat dilakukan dengan uji keragaman yang dilanjutkan pengujian dengan Uji Jarak Duncan (UJD) yang dapat dilihat pada Lampiran 13.

1

memiliki tingkat kecernaan bahan kering paling tinggi dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan P , demikian pula dengan analisis

ragamnya. Perbedaan kecernaan bahan kering tersebut disebabkan karena perbedaan konsumsi bahan kering dan kandungan nutrisi dalam pakan. Pada pakan perlakuan P1

memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dan kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan perlakuan P0

Hasil sidik ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kecernaan bahan kering pakan. Nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 53,83%-64,15% dengan rataan 58,91%. Perlakuan yang memiliki nilai kecernaan tertinggi adalah P

. Protein merupakan suatu zat makanan yang esensial bagi tubuh ternak dan tersedianya protein yang cukup menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan mikroba meningkat, sehingga proses pencernaan dan konsumsi juga meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Oktarina et al (2004) menyatakan bahwa peningkatan kadar protein kasar dalam pakan akan meningkatkan laju perkembangbiakan dan populasi mikroba rumen sehingga kemampuan mencerna menjadi besar. Tilman et al (1981) juga menjelaskan bahwa kandungan protein kasar dan serat pakan, perlakuan terhadap bahan pakan, faktor spesies ternak, serta jumlah konsumsi pakan akan mempengaruhi kecernaan. Kecernaan sering erat hubungannya dengan konsumsi, yaitu pada pemberian pakan dengan kandungan serat yang tinggi yang sifatnya sangat voluminous, lamban dicerna dibandingkan pakan yang tidak berserat. Selanjutnya (Putra, 2006) menyatakan bahwa kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrisi tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu mensuplai nutrisi untuk diabsorbsi dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun untuk tujuan produksi.

menghasilkan kecernaan bahan kering 64,15% yang lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilaporkan Hermiyati ((2004) dengan menggunakan 60 % jerami padi yang di fermentai menggunakan starbio + 40 % konsentrat sebagai pakan domba jantan lokal hanya menghasilkan kecernaan bahan kering sebesar 63,7 %. Selanjutnya Elita (2006) melaporkan bahwa nilai rataan KCBK pada domba lokal adalah 57,34%. Nilai rataan KCBK pada penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Elita tersebut. Selain itu menurut Mackie et al. (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Pemberian mikroba yang berbeda pada pakan penelitian dapat mempengaruhi kecernaan yang berbeda pula sehingga menghasilkan perbedaan yang sangat nyata pada kelima perlakuan pakan.

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik dihitung dengan cara bahan organik konsumsi dikurangi dengan bahan organik feses dibagi dengan bahan organik konsumsi setelah itu dikalikan 100%. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 P0 53,60 57,60 58,20 54,30 223,70 55,93C P1 69,60 61,40 63,10 68,30 262,40 65,60 P A 60,70 2 58,50 56,80 54,90 230,90 57,73 P BC 57,10 3 56,40 61,30 63,90 238,70 59,68 P ABC 64,20 4 64,00 65,40 59,00 252,60 63,15 Rataan AB 61,04 59,58 60,96 60,08 1208,30 60,42 Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom rataan perlakuan menunjukkan adanya perbedaan

Pada Tabel 17 tampak bahwa rataan kecernaan bahan organik pada perlakuan P0 sebesar 55,93%; P1 sebesar 65,60%; perlakuan P2 sebesar 57,73%; perlakuan P3

sebesar 59,68% dan perlakuan P4

Nilai kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah zat – zat makanan seperti lemak, karbohidrat, protein yang dapat dicerna oleh ternak. Nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut. Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P

sebesar 63,15%. Rataan kecernaan bahan organik keseluruhan selama penelitian adalah sebesar 60,42%. Signifikansi pemberian lima perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan organik, dapat dilakukan dengan uji keragaman yang dilanjutkan pengujian dengan Uji Jarak Duncan (UJD) yang dapat dilihat pada Lampiran 13.

1

dan berbeda nyata (P < 0,01) dengan perlakuan P0 yang merupakan kecernaan bahan

organik paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini berhubungan dengan komposisi kimia dari pakan perlakuan yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan. Daya cerna dari suatu pakan tergantung pada keserasian dari zat-zat makanan yang terkandung didalamnya. Pada parameter perubahan komponen kimia pakan cukup jelas bahwa perlakuan P1 memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan

perlakuan P0. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Van Soest (1994) yang

menyatakan bahwa kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia pakan dan penyimpanan pakan. Daya cerna suatu bahan pakan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya.

Peningkatan kecernaan bahan kering selalu diiringi dengan meningkatnya kecernaan bahan organik pakan. Dari hasil penelitian terbukti bahwa kecernaan bahan organik yang diperoleh sejalan dengan hasil kecernaan bahan kering. Sutardi (1980) melaporkan bahwa peningkatan kecernaan bahan organik sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan berpengaruh juga terhadap tinggi rendahnya kecernaan bahan organik. Nilai KCBO pakan pada penelitian ini terbaik adalah pada perlakuan P1 yaitu sebesar 65,60%, dan lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian

Hermiyati ((2004) yang menggunakan pakan 60 % jerami padi difermentasi dengan starbio + 40 % konsentrat yang hanya menghasilkan kecernaan bahan organik sebesar 60,4 %. Rataan kecernaan bahan organik pada penelitian ini adalah 60,42%, sedangkan nilai rataaan KCBO pada domba lokal adalah 60,74% (Elita, 2006).

Dokumen terkait