• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

1. Kedisiplinan

a. Pengertian Kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata dasar disiplin. Disiplin berasal dari bahasa Latin discere yang berarti belajar. Dari kata ini, timbul kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Saat ini kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.

Poerwadirminta (Pandji Anoraga, 2006: 46) menyebutkan bahwa disiplin memiliki dua pengertian. Pertama, disiplin adalah latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib. Kedua, disiplin adalah ketaatan pada aturan dan tata tertib. Menurut Maria J. Wantah (2005: 140), disiplin adalah suatu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalan diri.

The Liang Gie (Ali Imron, 2011: 172) menyatakan bahwa disiplin adalah suatu keadaaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati. Maman Rachman (1997:

9

168) menyatakan bahwa disiplin pada hakikatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas, dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.

Good’s (Ali Imron, 2011: 172) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin sebagai berikut:

1) Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif.

2) Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri meskipun menghadapi rintangan.

3) Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.

4) Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.

Berdasarkan uraian di atas, kedisiplinan adalah kepatuhan sesorang terhadap aturan dan tata tertib yang berlaku agar dapat berperilaku tertib di lingkungannya. Kedisiplinan membuat mereka dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Di samping itu, kedisiplinan juga penting sebagai cara dalam menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan seseorang terhadap lingkungannya.

Kedisiplinan diperlukan dalam perkembangan anak, karena kedisiplinan dapat memenuhi kebutuhan tertentu. Hurlock (1999: 83) menyebutkan beberapa kebutuhan yang berhubungan dengan kedisiplinan antara lain; (1) memberi rasa aman kepada anak,

10

karena dengan disiplin anak menjadi tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya, (2) membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang tidak sesuai, (3) membantu anak belajar bersikap menurut cara yang akan menghasilkan pujian, (4) sebagai motivasi dan pendorong bagi anak untuk mencapai apa yang diharapkan darinya, (5) membantu anak dalam mengembankan hati nurani yang akan menjaddi pembimbing dalam mengabil keputusan dan mengendalikan perilakunya.

Dolet Unaradjan (2003: 27) menyebutkan bahwa terbentuknya kedisiplinan sebagai tingkah laku yang berpola dan teratur dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

a) Faktor Internal

Faktor internal yang dimaksud adalah unsur yang berasal dari dalam diri individu. Faktor ini dipengaruhi oleh keadaan fisik dan keadaan psikis pribadi. Keadaan fisik yang dimaksud adalah individu yang sehat secara fisik atau biologis yang dapat melaksanakan tugas dengan baik. Keadaan psikis pribadi yang dimaksud adalah keadaan individu yang normal atau sehat secara psikis atau mental yang dapat menghayati norma-norma yang ada di masyarakat dan keluarga.

11 b) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor ini memiliki tiga unsur. Pertama, keadaan keluarga. Keluarga merupakan faktor yang sangat penting karena keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam pembinaan kedisiplinan. Kedua, keadaan sekolah. Keadaan sekolah yang dimaksud adalah ada tidaknya sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kelancaran proses belajar mengajar. Ketiga, keadaan masyarakat. Masyarakat sebagai lingkungan yang lebih luas ikut serta dalam menetukan berhasil tidaknya dalam membina kedisiplinan karena situasi masyarakat tidak selamanya stabil.

Menurut Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualififatu Khorida (2013: 192), kedisiplinan dapat dilakukan dan diajarkan pada siswa dengan cara membuat beberapa peraturan yang harus ditaati. Peraturan tersebut dibiasakan dan dilakukan secara terus menerus sehingga kedisiplinan akan melekat pada diri siswa setiap mereka melakukan segala aktivitas dan menjadi karakter di dalam kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soraya Tartila (Buchari Alma dkk, 2010: 83) dimana kedisiplinan akan membentuk karakter seseorang untuk:

12 1) Memiliki akhlak yang mulia

Memiliki atau menunjukkan ciri-ciri karakter dengan akhlak mulia, seperti keberanian, kedermawanan, atau kehormatan.

2) Memiliki pemahaman diri sendiri

Dapat didefinisikan sebagai memiliki kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Ini berarti kita menyadari perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengatur emosi dengan baik dalam diri kita dan dalam hubungan-hubungan kita.

3) Menghargai diri sendiri

Bertindak sesuai dengan etika dan nilai kepribadian yang jelas.

4) Bertanggung jawab

Kemampuan bertindak tanpa arahan atau wewenang yang lebih tinggi namun juga bertanggung jawab terhadap tindakan tersebut.

5) Kecakapan belajar mandiri

Strategi yang membantu kita untuk belajar secara lebih efisien dalam hal pengaturan waktu, membaca buku teks, pengendalian stres, kemampuan meneliti, kemampuan mengingat, menjalani tes, dan mencatat.

13

Namun demikian, Bandura (William Crain, 2007: 302) menyatakan bahwa di dalam situasi-situasi sosial, manusia sering kali belajar jauh lebih cepat hanya dengan mengamati tingkah laku orang lain. Pengamatan juga mengajarkan kita sejumlah konsekuensi yang memungkinkan dari sebuah tingkah laku baru ketika kita memerhatikan apa yang akan terjadi pada saat orang lain mencobanya. Proses ini disebut vicarious reinforcement (penguatan lewat pengamatan yang empatik, merasa seolah-olah kita yang melakukan).

Bandura (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 28) menekankan bahwa perilaku, lingkungan, dan faktor kognisi sebagai faktor kunci dalam perkembangan individu. Bandura yakin bahwa perilaku seseorang merupakan hasil dari mengamati perilaku orang lain, dengan kata lain secara kognitif, perilaku individu itu mengadopsi dari perilaku orang lain. Proses ini disebut proses modeling atau imitasi. Sebagai contoh, anak yang bertingkah agresif dengan temannya atau selalu menyerang anak lain, baik secara verbal maupun fisik, merupakan hasil mengamati orang-orang di sekelilingnya baik orang-orangtua, teman, atau tokoh-tokoh di media.

b. Tujuan Kedisiplinan

Kedisiplinan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk tingkah laku anak agar sesuai dengan keinginan masyarakat, dan

14

menghindari tingkah laku yang tidak diinginkan. Maria J. Wantah (2005: 176) menyatakan bahwa tujuan kedisiplinan adalah mengubah sikap dan perilaku anak agar menjadi benar dan dapat diterima oleh masyarakat.

Pada dasarnya kedisiplinan merupakan pengajaran, bimbingan, dan dorongan yang dilakukan orang dewasa untuk menolong seseorang agar mencapai perkembangan yang optimal. Tujuan kedisiplinan yang lain menurut Imas Matsuroh (Buchari Alma dkk, 2010: 116) yaitu:

1) Jangka pendek. Mengubah perilaku seseorang agar terlatih dan terkendali, dengan mengajarkan bentuk-bentuk perilaku yang pantas dan tidak pantas, atau yang masih asing baginya.

2) Jangka panjang. Perkembangan pengendalian diri dan pengarahan diri secara optimal.

Gooman and Gurian (Maria J. Wantah, 2005: 177) mengemukakan bahwa tujuan khusus kedisiplinan pada anak adalah pembentukan dasar-dasar tingkah laku sosial sesuai yang diharapkan masyarakat, dan membantu mengembangkan pengendalian diri anak sejak usia dini. Hal yang sama diungkapkan Maria J. Wantah (2005: 177) bahwa kedisiplinan merupakan suatu cara untuk membantu anak membangun pengendalian diri mereka, dan bukan membuat anak mengikuti dan mematuhi perintah orang dewasa. Hurlock (1999: 82) menyatakan bahwa tujuan kedisiplinan

15

adalah membentuk perilaku sedemikian rupa sehingga perilaku tersebut sesuai dengan peran-peran yang telah ditetapkan oleh kelompok budaya dimana tempat individu itu tinggal.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah membentuk sikap dan perilaku seseorang sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Selain itu, kedisiplinan membantu anak untuk belajar bertanggung jawab dan mengendalikan diri mereka.

Kedisiplinan perlu ditampilkan apabila anak ingin merasa bahagia dan diterima oleh masyarakat. Kedisiplinan diharapkan mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh kelompok sosial mereka. Hurlock (1999: 84) menyatakan bahwa kedisiplinan mempunyai empat unsur pokok yaitu: (1) peraturan sebagai pedoman perilaku, (2) hukuman untuk pelanggaran peraturan, (3) penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku, dan (4) konsistensi dalam peraturan dan dalam cara yang digunakan untuk mengajar dan memaksakannya.

1) Peraturan

Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan orang tua, guru atau teman bermain. Tujuannya ialah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Sebagai contoh

16

adalah peraturan sekolah. Peraturan sekolah memberi batasan pada anak apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan sewaktu berada didalam kelas, koridor sekolah, ruang makan sekolah, kamar kecil atau lapangan bermain sekolah. Fungsi peraturan yaitu:

a) Peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut.

b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

2) Hukuman

Hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran yang telah dilakukan sebagai ganjaran atau pembalasan. Tujuan hukuman menurut Schaefer (Maria J. Wantah, 2005: 160), yaitu dalam jangka pendek hukuman bertujuan untuk menghentikan tingkah laku yang salah. Sedangkan untuk jangka panjang, hukuman bertujuan untuk mengejar dan mendorong anak-anak menghentikan tingkah laku mereka yang salah agar dapat mengarahkan diri mereka sendiri. Fungsi hukuman yaitu:

17

a) Hukuman ialah menghalangi. Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

b) Hukuman ialah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman. c) Memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak

diterima oleh masyarakat. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut.

3) Penghargaan

Istilah penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Menurut Maslow (Maria J. Wantah, 2005: 164), penghargaan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman, atau tepukan di punggung. Fungsi perhargaan yaitu:

a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik. Bila suatu tidakan disetujui, anak merasa bahwa hal itu baik.

b) Penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial.

18

c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini. 4) Konsistensi

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas (Hurlock, 1999: 91). Konsistensi tidak sama dengan ketetapan, yang berarti tidak adanya perubahan. Sebaliknya, konsistensi ialah suatu kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi harus menjadi ciri semua aspek kedisiplinan. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam cara peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Contohnya, bila anak pada suatu hari dihukum untuk suatu tindakan dan pada lain hari tidak, mereka tidak akan mengetahui apa yang benar dan yang salah. Fungsi konsisten yaitu:

a) Konsisten mempunyai nilai mendidik yang besar. Bila peraturannya konsisten, maka dapat memacu proses belajar.

b) Konsisten mempunyai nilai motivasi yang kuat. Anak yang menyadari bahwa penghargaan selalu mengikuti perilaku yang disetujui dan hukuman selalu mengikuti

19

perilaku yang dilarang, maka akan mempunyai keinginan yang jauh lebih besaruntuk menghindari tindakan yang disetujui daripada anak yang merasa ragu mengenai bagaimana reaksi terhadap tindakan tertentu.

c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap perarturan dan orang yang berkuasa.

Dokumen terkait