• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian Putusan Pengadilan Agama Medan. Library research dimaksudkan untuk dapat dikumpulkan bahan-bahan kepustakaan, berupa buku-buku, majalah, dokumen-dokumen serta sumber-sumber teoritis lainnya sebagai dasar penyelesaian pokok masalah dalam skripsi ini. Putusan Pengadilan Agama Medan yang akan dibahas untuk melengkapi data yang telah diperoleh melalui Pengadilan Agama Medan.

G. Sistematika Penulisan

Gambaran isi dari tulisan ini kemudian diuraikan secara sistematis dalam bentuk tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya akan diuraikan secara tersendiri, tetapi antar satu dengan yang lainnya mempunyai keterkaitan.

Berdasarkan sistematika yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang

pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan gambaran isi.

BAB II : KEDUDUKAN ANAK DALAM KETENTUAN HUKUM

ISLAM

anak menurut hukum Islam, hak dan kewajiban anak yang masih dibawah umur menurut perundang-undangan.

BAB III : KEWAJIBAN ORANG TUA ATAS HAK HADHANAH (PEMELIHARAAN ANAK) SETELAH PERCERAIAN

Didalam bab ini di jelaskan tentang pengertian hadhanah

(pemeliharaan anak) dalam hukum Islam, hak dan kedudukan anak setelah perceraian orang tuanya, kewajiban orang tua terhadap anak setelah perceraian.

BAB IV : ALASAN-ALASAN HUKUM YANG DIGUNAKAN DALAM

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO. 1521/Pdt.G/2011/PA.

Mdn TENTANG HAK HADHANAH KEPADA ORANG TUA

KARENA PERCERAIAN

Didalam bab ini dijelaskan tentang duduk perkara, dasar

pertimbangan putusan hakim serta analisis putusan hakim.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh analisis

BAB II

KEDUDUKAN ANAK DALAM KETENTUAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Anak

Berbicara tentang anak saat ini seperti tidak ada habis-habisnya, saya rasa semakin menarik karena di balik itu semua terdapat fakta-fakta menarik tentang permasalahan anak. Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.

Anak sering kali dipersepsikan sebagai manusia yang masih berada pada tahap perkembangan sehingga belum dapat dikatakan sebagai manusia yang utuh. Dengan keterbatasan usia yang tentunya berpengaruh pada pola pikir dan tindakan, anak belum mampu untuk memilah antara hal yang baik dan buruk.

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi Pembangunan Nasional. Anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang, semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa begitu pula sebaliknya, apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia anak dapat diartikan sebagai keturunan yang kedua, anak juga memiliki pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu juga anak pada hakekatya seorang yang berada pada masa perkembangan tertentu dan

mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.41 Di dalam perkembangan lebih lanjut kata “anak“ bukan hanya dipakai untuk menunjukkan keturunan dari bapak dan ibunya, tetapi juga dipakai untuk menunjukkan asal seseorang, seperti anak Aceh, Jawa atau Batak, berarti anak tersebut keturunan dari orang Aceh, Jawa maupun Batak.42

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama Islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan.43 Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang. Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lila’lamin dan sebagai pewaris ajaran Islam pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh akan dari orang tua, masyarakat , bangsa dan negara.44

Masa anak-anak, merupakan hal yang paling menyenangkan bagi anak. Masa dimana mereka dapat bermain atau bercanda dengan siapa saja dengan tanpa batas dan bebas dan juga berkesempatan untuk belajar semaksimal mungkin. Dalam konteks perkembangan anak, terlibat dalam suatu permainan bukanlah sekedar bermain, justru dengan bermain itulah

41 Anton M.Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hal.30 42Ibid

43 Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan, Pustaka Bangsa, Medan, 2008, hal 46

sebenarnya anak belajar untuk menjadi pintar dalam berbagai macam hal.45

Selama ini terkadang seringkali diyakini bahwa masa anak-anak adalah masa untuk pematangan fisik, kecerdasan emosional, sosial dan pematangan susila. Sebenarnya hidup dimasa anak-anak haruslah hidup yang memperluas wawasan dan juga mendapatkan pengalaman baru, karena setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani maupun jasmani. Anak sebagai amanah Tuhan Yang Maha Esa senantiasa haruslah dijaga karena di dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.46 Agama Islam memerintahkan untuk memelihara keturunan agar jangan sampai sia-sia, Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan menjadi hak anak, anak akan dapat menangkis penghinaan atau musibah terlantar.47

Kedudukan anak mem berikan arti yang sangat penting bagi bapak dan ibunya bahkan lebih jauh dari itu anak sangat memberikan arti tertentu bagi keluarga.48 Beberapa hukum positif di Indonesia memberikan pengertian yang authentik tentang anak, pengertian tersebut pada dasarnya terdiri dari persyaratan atau kualifikasi yang harus dipenuhi oleh seseorang agar dapat disebut anak, umumnya kualifikasi yang dipergunakan adalah :49

1. Batasan Umur. 2. Status Perkawinan.

45 Invanto (dkk), Pekerja Anak di Tiga Kota Besar : Jakarta Surabaya Medan Unicef dan Unika Atma Jaya, Jakarta, 1995, hal.21

46 Penjelasan Umum UU Perlindungan Anak 47 Zakaria Ahmad Al-Barry, op.cit, hal.7

48 Kedudukan anak dalam sebuah keluarga bukan hanya sebagai penerus dari keluarga tersebut, akan tetapi kedudukan anak dalam sebuah keluarga dapat memberikan status sosial bahkan juga sangat memberikan keharmonisan dalam rumah tangga.

49 Ariffani (dkk), Menuju Perlindungan Anak yang Holistik, Yayasan Pustaka Indonesia, Medan, 2005, hal.12

Adapun, variasi perbedaan pengertian anak terdiri dari :50

Anak adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. 1. Batasan umur yang berbeda-beda.

2. Dipergunakannya status perkawinan sebagai syarat. 3. Status perkawinan tidak digunakan sebagai syarat.

51

Anak juga memiliki sistim penilaian kanak-kanak yang memperlihatkan martabat dan norma anak itu sendiri, tidak hanya itu saja bahkan sejak lahirpun anak sudah menampakkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. Hal ini ditunjukkan oleh taraf perkembangan anak itu memang selalu berkelainan dengan sifat- sifatnya dan ciri-cirinya dimulai semenjak masih dari usia bayi, anak-anak, remaja sampai dewasa maupun usia lajut akan berlainan pola pikir dan jasmaninya.52

3. Pasal 1 angka 1 UU Pengadilan Anak, menyatakan :“Anak adalah orang yang dalam

Pada umumnya pengertian anak adalah mereka-mereka yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, hal ini dapat dilihat dari beberapa peraturan sebagai berikut :

1. Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa :”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak kawin sebelumnya”. Pengertian pada Pasal 330 KUH Perdata ini menunjukkan kedudukan seseorang yang masih dikategorikan sebagai anak-anak.

2. Pasal 1 angka 2 UU Kesejahteraan Anak menentukan “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

50Ibid

51 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.6 52Ibid

perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun dan tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.53

7. Konvensi ILO No.182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menentukan bahwa “anak berarti semua orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun.”

4. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) menentukan “Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih didalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya”.

5. Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak menentukan “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan”.

6. Pasal 98 KHI menentukan batas anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

54

9. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang usia anak “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 8. Convention on the Right of the Childs (CRC), di antara hasil-hasilnya menyatakan bahwa “anak adalah setiap orang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak kedewasaan telah diperoleh sebelumnya” (pasal 1).

53 Batas umur 8 (delapan) tahun bagi anak nakal untuk dapat ke sidang anak didasarkan pertimbangan sosiologis, psikologis, pedagogis, bahwa anak yang belum mencapai 8 (delapan) tahun dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, lebih lanjut lihat UU Pengadilan Anak

54 SelanjutnyaKonvensi ILO No.182 telah diratifikasi Pemerintah melalui UU Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengerahan Konvensi ILO No.182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”. Mahkamah berpendapat bahwa meskipun Pasal a quo tidak dimintakan pengujiannya oleh para Pemohon, namun Pasal a quo merupakan jiwa atau ruh dari Undang-Undang Pengadilan Anak, terutama Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak, sehingga batas umur minimum juga harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan UUD 1945, yakni 12 (dua belas) tahun. Dari beberapa analisis peraturan yang ada di atas, masih terdapat pluralisme pengertian anak dalam hukum positif Indonesia, hal ini karena ditandai adanya batasan umur yang dipakai, di pergunakannya status perkawinan sebagai syarat pembatas anak dan dewasa serta tidak adanya dipergunakan status perkawinan sebagai syarat pembatas kategori anak- anak dan dewasa.

B. Hak dan Kedudukan Anak Menurut Hukum Islam

Sebagai seorang Muslim tentu saja kita harus memahami dan mengetahui mengenai hak dan kedudukan anak di dalam Hukum Islam apalagi kita sendiri berperan sebagai anak, namun tidak hanya itu saja melainkan anak juga harus bisa mengetahui hak maupun kedudukan atas dirinya dari kedua orang tuanya dan anak juga diharuskan untuk bisa berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap kedua orang tuanya.

Disamping itu juga sebagai orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik terhadap anak di dalam keluarga tanpa harus memberikan didikan yang keras terhadap anak, karena anak sangat bergantung pengharapan keluarga dikemudian hari karena ialah ujung cita-cita dalam segenap kepayahan.

dari kedua orang tuanya, karena dari situlah anak akan bisa menunjukkan karakter dirinya sebagai anak dan merasakan kenyaman dari rasa cinta kedua orang tuanya terhadap dirinya sendiri. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada anak-anak sampai punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak disaat dirinya sedang sujud di waktu shalat, sampai anak-anak dipangkunya ketika sedang mengerjakan ibadah dan apabila dia hendak sujud diletakannya anak itu kesampingnya dan bila hendak tegak di punggugnya kembali. Beliau bersabda :

“Rumah yang tidak ada anak-anak, tidaklah ada berkat didalamnya”. (Abu

Syaikh, Ibnu Hibban)55

“Anak-anak adalah setengah dari harum-haruman surga (Turmidzi) peliharalah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-anak itu adalah hadiah Allah kepadamu”. (HR.Bukhari)

Dalam Hadis lain Rasul bersabda :

56

Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang dihubungkan dengan keluarga. Anak dalam hubunganya dengan keluarga, seperti anak kandung, anak laki- laki dan anak perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung dan anak bungsu, anak tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan, anak pisang, anak sumbang (anak haram) dan sebagainya.57

55

Hamka, Lembaga Hidup, PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal.223

56

Ibid

57

Loc.cit, hal.41

Adapun sebenarnya Pengertian anak dalam Islam disosialisasikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah

SWT.58

Dalam hukum Islam terdapat bermacam macam kedudukan/status anak, sesuai dengan sumber asal-usul anak itu sendiri, sumber asal itulah yang akan menentukan kedudukan status seorang anak. Adapun kedudukan/status anak dalam hukum Islam adalah anak kandung, anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah,

Penjelasan status anak dalam agama Islam ditegaskan dalam al-Quran surat al-Isra ayat 70, yang artinya :

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”

Dengan begitu bahwa al-Qur’an atau akidah Islam meletakan kedudukan anak sebagai suatu makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik-baik dan memiliki nilai plus, semua diperoleh melalui kehendak sang Pencipta Allah SWT.

59

Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

masing-masing anak tersebut diatas, mendapat perhatian khusus dalam syariat Islam yang menentukan kedudukan/statusnya, baik dalam keturunan dan kewarisan, maupun perwalian. Berikut macam-macam dari kedudukan anak dalam Islam adalah sebagai berikut :

1. Anak kandung 60 58 Ibid 59

Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

60

Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Perkawinan

dianggap sah, yaitu :

a. Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.

b. Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam bulan sejak perkawinan dilaksanakan. Tentang ini terjadi ijma’ para pakar hukum Islam (fuqha) sebagai masa terpendek dari suatu kehamilan.

c. Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya kehamilan. Tentang hal ini masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam.

d. Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an. Jika seorang laki- laki ragu tentang batas minimal maksimal kehamilan terlampaui maka ada alasan bagi

suami untuk mengingkari anak yang dikandung oleh isterinya dengan cara li’an.61

Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunanya.62

“Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang 2. Anak angkat

Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan :

61

Abdul Manan, Aneka masalah Hukum Materiil dalam Praktek Peradilan Agama, editor Iman Jauhari, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal.102

62

demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”.

Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.63 Dengan adanya pengangkatan anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan keturunan/darah maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.64

Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur (belum dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan pria lain. Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak, anak angkat itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Hal ini berarti bahwa di dalam hukum Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar untuk mewarisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian juga pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.

3. Anak tiri

63

Lihat Pasal 171 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

64

dalam Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.65

Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan.

4. Anak piara/asuh

66

Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar nikah, Dalam hal anak piara ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

5. Anak luar nikah

67

2. Anak mula’anah, adalah anak yang dilahirkan oleh seorang isteri yang mana keberadaan anak itu dibantah oleh suami sebagai anaknya dan menuduh isterinya telah berbuat zina dengan pria lain dengan cara melakukan sumpah li’an terhadap dalam Hukum Islam anak tersebut dapat dianggap anak di luar nikah adalah :

1. Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa pernikahan, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahiran anak tersebut.

65

Iman Jauhari, Op.cit, hal.87

66

Ibid, hal.9

67

isterinya.

3. Anak shubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang digauli dengan cara syubhat, yang dimaksud dengan syubhat dalam hal ini, menurut jawad mughaniyah yaitu seorang laki-laki menggauli seorang wanita yang haram atasnya karena tidak tahu dengan keharaman itu.68

Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya.69

“dan janganlah kamu membunuh anak-anak karena takut kemiskinan. Kamilah yang

Dokumen terkait