Dapur kupola Kegiatan peleburan
Gambar kokas
(bahan bakar dapur kupola)
Seiring dengan tantangan yang dihadapi dan perkembangan teknologi, industri pengecoran logam yang awalnya menggunakan dapur tungkik atau dapur kupola, selanjutnya meningkat lagi menggunakan dapur induksi. Dapur induksi mulai digunakan pada tahun 1997 (Badaruddin, 2010). Dapur induksi digunakan pada proses peleburan besi, baja cor dan sedikit non fero. Energi peleburan diperoleh dari bahan bakar listrik. Secara umum terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis saluran (untuk proses penahanan temperatur) dan jenis krus (untuk proses peleburan).
Perkembangan Klaster Cor Logam
128
Kupola menggunakan lebih banyak bahan bakar, bahan mentah dan memerlukan tenaga yang besar dari mesin diesel untuk proses perputaran panas. Sedangkan untuk proses produksi dengan menggunakan dapur kupola tidak berbeda dengan dapur tungkik.
Memiliki diameter yang sama dengan tungkik tetapi mempunyai tinggi sekitar 5m. Dapat mencapai suhu 1.400°C (derajat celcius) dan dapat menampung 1.500 kg cairan besi per jam atau 2 kali lebih besar dari produksi menggunakan tungkik (Badaruddin, 2010). Dapur kupola dibuat dari baja berbentuk silinder dengan posisi tegak, pada dinding bagian dalam dilapisi dengan bata tahan api. Sebagai bahan bakar yang diperlukan untuk peleburuan menggunakan kokas (batu bara).
Dapur kupola dengan konstruksi dari beberapa bagian mempunyai fungsinya masing-masing, antara lain: a)bagian atau daerah pemanasan awal, yaitu bagian mulai dari pintu pengisian sampai pada tempat dimana logam mulai mencair, b) bagian daerah peleburan, yakni bagian dari alas kokas dimana logam sudah mencair, c) bagian daerah pemanasan lanjut, yakni bagian yang berada pada daerah lebur dari Tuyere. Pada daerah ini dilakukan pemanasan pada logam cair yang mengalir diantara sela-sela kokas, d) daerah krus, yaitu bagian dari batas Tuyere hingga dasar kupola dimana pada bagian ini logam cair bersama dengan kerak ditampung
Dapur kupola
Kegiatan peleburan
Gambar kokas (bahan bakar dapur kupola)
Dinamika dan Pemanfaatan Modal Sosial Pada Klaster Logam Ceper Klaten
128
Kupola menggunakan lebih banyak bahan bakar, bahan mentah dan memerlukan tenaga yang besar dari mesin diesel untuk proses perputaran panas. Sedangkan untuk proses produksi dengan menggunakan dapur kupola tidak berbeda dengan dapur tungkik.
Memiliki diameter yang sama dengan tungkik tetapi mempunyai tinggi sekitar 5m. Dapat mencapai suhu 1.400°C (derajat celcius) dan dapat menampung 1.500 kg cairan besi per jam atau 2 kali lebih besar dari produksi menggunakan tungkik (Badaruddin, 2010). Dapur kupola dibuat dari baja berbentuk silinder dengan posisi tegak, pada dinding bagian dalam dilapisi dengan bata tahan api. Sebagai bahan bakar yang diperlukan untuk peleburuan menggunakan kokas (batu bara).
Dapur kupola dengan konstruksi dari beberapa bagian mempunyai fungsinya masing-masing, antara lain: a)bagian atau daerah pemanasan awal, yaitu bagian mulai dari pintu pengisian sampai pada tempat dimana logam mulai mencair, b) bagian daerah peleburan, yakni bagian dari alas kokas dimana logam sudah mencair, c) bagian daerah pemanasan lanjut, yakni bagian yang berada pada daerah lebur dari Tuyere. Pada daerah ini dilakukan pemanasan pada logam cair yang mengalir diantara sela-sela kokas, d) daerah krus, yaitu bagian dari batas Tuyere hingga dasar kupola dimana pada bagian ini logam cair bersama dengan kerak ditampung
Dapur kupola
Kegiatan peleburan
Gambar kokas (bahan bakar dapur kupola)
Dinamika dan Pemanfaatan Modal Sosial Pada Klaster Logam Ceper Klaten
128
Kupola menggunakan lebih banyak bahan bakar, bahan mentah dan memerlukan tenaga yang besar dari mesin diesel untuk proses perputaran panas. Sedangkan untuk proses produksi dengan menggunakan dapur kupola tidak berbeda dengan dapur tungkik.
Memiliki diameter yang sama dengan tungkik tetapi mempunyai tinggi sekitar 5m. Dapat mencapai suhu 1.400°C (derajat celcius) dan dapat menampung 1.500 kg cairan besi per jam atau 2 kali lebih besar dari produksi menggunakan tungkik (Badaruddin, 2010). Dapur kupola dibuat dari baja berbentuk silinder dengan posisi tegak, pada dinding bagian dalam dilapisi dengan bata tahan api. Sebagai bahan bakar yang diperlukan untuk peleburuan menggunakan kokas (batu bara).
Dapur kupola dengan konstruksi dari beberapa bagian mempunyai fungsinya masing-masing, antara lain: a)bagian atau daerah pemanasan awal, yaitu bagian mulai dari pintu pengisian sampai pada tempat dimana logam mulai mencair, b) bagian daerah peleburan, yakni bagian dari alas kokas dimana logam sudah mencair, c) bagian daerah pemanasan lanjut, yakni bagian yang berada pada daerah lebur dari Tuyere. Pada daerah ini dilakukan pemanasan pada logam cair yang mengalir diantara sela-sela kokas, d) daerah krus, yaitu bagian dari batas Tuyere hingga dasar kupola dimana pada bagian ini logam cair bersama dengan kerak ditampung
Dapur kupola
Kegiatan peleburan
Gambar kokas (bahan bakar dapur kupola)
Ukuran bahan baku sangat ditentukan oleh frekuensi kerja dapur induksi.
Kualitas peleburan sangat ditentukan oleh lining dapur induksi.
Kelebihan dari dapur induksi dibandingan dengan dapur yang lain adalah: hasil peleburan bersih, mudah dalam mengatur/ mengendalikan temperatur, komposisi cairan homogen, efisien dalam penggunaan energi panas tinggi, serta dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material. Frekuensi kerja yang digunakan: jenis induksi frekuensi jala-jala (50 Hz- 60 Hz) dengan kapasitas lebur di atas 1 ton/jam dan dapur induksi frekuensi menengah (150 Hz- 10.000 Hz) untuk pengecoran dengan kapasitas lebur rendah. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknologi induksi adalah: investasi biaya tetap (fixed cost) yang cukup besar akan menuntut loading yang tinggi, biaya operasi yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah, dibutuhkan operator maupun teknisi berpengalaman dalam mengoperasikannya, tingkat bahaya besar mengingat dapur ini menggunakan energi listrik yang sangat besar, serta biaya perawatan yang cukup besar.
Tuntutan modernisasi di berbagai aspek, mutu dan kualitas serta produktifitas menjadi sangat penting kendati harus dibayar mahal. Hal ini terjadi pula dalam proses peleburan dalam upaya menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan dikembangkan pemakaian energi listrik sebagai sumber panasnya. Dalam beberapa hal pemakaian energi listrik ini memiliki berbagai keunggulan, antara lain : a). memberikan jaminan homogenitas kemurnian bahan tuangan sesuai dengan komposisi yang diharapkan, b). temperatur pemanasan dapat dikendalikan pada konstanta yang diinginkan, c). dapat memperbaiki mutu logam dari bahan baku dengan mutu rendah.
Terdapat 2 (dua) jenis dapur induksi yaitu : 1. Dapur Krus
Dapur krus ialah salah satu dari dapur listrik yang menggunakan induksi listrik sebagai sumber panasnya. Dapur ini disebut dapur krus atau dapur tak berinti karena tempat peleburannya berbentuk krus atau bak atau kubangan. Dapur ini dibentuk dari sistem pemanas listrik yang dilindungi oleh bahan tahan api dan dinding baja.
2. Dapur Induksi saluran
Dapur induksi saluran ini konstruksinya terbagi dalam dua bagian yakni bagian pemanasan dan bagian krus atau dapur berinti. Induksi listriknya diperolah dari dua bagian yakni bagian krus dan bagian saluran. Dapur induksi saluran ini konsumsi listriknya relatif kecil sehingga pemanasannya dilakukan pada kurang lebih 20 % sampai 30 % dari bahan yang akan dilebur kemudian ditambah setelah peleburan. Disamping itu, dapur jenis ini juga memerlukan bata tahan api yang bermutu tinggi dari berbagai jenis yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Bahan-bahan seperti besi tuang, besi kasar baru, skrap serta potongan-potongan baja dapat dilebur pada dapur ini. Hal ini sangat berbeda dengan dapur kupola dimana skrap lebih banyak dilebur. Proses peleburan dengan menggunakan dapur listrik tidak menimbulkan pengarbonan sehingga diperlukan penambahan kadar karbon yakni dengan memasukan bubuk karbon atau bubuk kokas. Untuk mencegah penurunan suhu di dalam dapur pengisian harus dilakukan secara bertahap sedikit demi sedikit. Pada saat awal dimana skrap baja dimasukan dan saat mulai mencair kira-kira 2/3 bagian dari bahan
pengarbonan dimasukkan dapur. Dan setelah itu ditambah besi kasar baru, sekrap besi dan potongan-potongan baja dimasukan dan kemudian paduan besi.
Tabel 5.1
Jumlah Dapur Induksi Terpasang di Ceper
No Perusahaan Kapasitas 1 PT. Aneka Adhilogam
Karya 1x1000 1993 1 685 685
2 PT. Itokoh Ceperindo 2x250 1997 1 250 250
3 CV. Sinar Super Baja 1x250 1997 1 200 200
1x500 1997 1 345 345
7 CV. Baja Tunggal 1x500 2003 3 345 1,035
8 PT. Kembar Jaya 1x500 2004 1 345 345
9 PT. Suyuti Sido Maju 1x1000 2004 1 500 500
1x500 2006 1 345 345
10 PT. Mitra Rekatama
Mandiri 2x500 2004 2 345 690
11 PT. Aneka Gajah
Tunggal 2x 1000 2005 2 600 1,200
12 PT. Sinar Semesta 1x500 2004 1 345 345
13 PT. Atmaja Jaya 2x500 2005 2 345 690
14 CV. Bahama Lasakka 1x500 2005 1 345 345
15 CV. Sari Geni 1x500 2005 1 555 555
16 CV. Roda Mas 1x500 2006 1 345 345
17 CV. Mitra Karya
Utama 1x500 2006 1 345 345
Kapasitas Induksi Terpasang 14.000 Jumlah
Tanur 26 Total Daya 9,660
Sumber: Laporan Koperasi Batur Jaya tahun 2006 (Badaruddin)
Gambar 5.1 Dapur Induksi Tabel 5.2
Penggunaan Dapur Pengecoran
No Nama Dapur Tahun Kapasitas Suhu Jangka
waktu
1 Tungkik 1960 800 kg 1100oC 1 jam
2 Kupola 1970 1500 kg 1400 oC 1 jam
3 Induksi 1997 500 kg 1500 oC 2 jam
Sumber: Laporan Koperasi Batur Jaya tahun 2006 (Badaruddin)
Tahapan Proses Pengecoran Logam
Proses pengecoran logam dengan menggunakan dapur tungkik dan kupola secara umum terdapat sekitar 15 tahap, yaitu (Purbasari, 1997):
1. Menyiapkan alat cetak,
2. Memasukkan arang ke dalam tungku,
3. Memasukkan bahan bakar ke dalam mesih diesel, 4. Membakar dan meniup arang dalam tungku, 5. Memasukkan batu arang kedalam tungku,
6. Memasukkan besi dan bahan lain ke dalam tungku,
7. Menuangkan besi cair ke dalam ember baja, 8. Membawa ember ke bagian cetakan,
9. Mencetak besi cair, 10. Mendinginkan besi cair,
11. Memecahkan cetakan dan mengeluarkan hasilnya, 12. Membawa produk ke ruang penyelesaian,
13. Menyelesaikan produk (finishing process), 14. Melakukan pengecatan,
15. Menyimpan di gudang.
Sedang pengecoran dengan cetakan pasir salah satu teknik pembuatan produk, dilakukan dengan cara logam dicairkan dalam tungku peleburan. Kemudian dituangkan ke dalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat. Ada 4 faktor yang berpengaruh terhadap proses pengecoran, yaitu: a) adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak, b) terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan, c) pengaruh material cetakan dan d) pembekuan logam dari kondisi cair.
Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur cetakan terdiri dari pengecoran dengan sekali pakai (expendable mold) dan pengecoran dengan cetakan permanen (permanent mold). Cetakan pasir yang banyak ditemui di klaster cor logam Ceper termasuk expendable mold karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja, setelah itu cetakan dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan jenis-jenis pasir yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon atau pasir hijau. Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan bentonit, resin, furan atau
air gela. Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan kegiatan-kegiatan seperti menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak, membuat sistem saluran, mengisi rongga cetak dengan logam cair, membiarkan logam cair membeku, membongkar cetakan yang berisi produk cor dan membersihkan produk cor.
Material dan proses pengecoran dengan cetakan pasir, dapat diterangkan sebagaimana tersebut dibawah ini:
1. Pasir
Kebanyakan pasir yang digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika (SiO2). Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu lama. Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan ketahanannya terhadap temperatur tinggi. Ada dua jenis pasir yang umum digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands). Karena komposisinya mudah diatur, pasir sinetik lebih disukai oleh banyak industri pengecoran.
Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor penting seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh, pasir halus dan bulat akan menghasilkan permukaan produk yang mulus/
halus. Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan pasir juga pengikat (bentonit atau clay/ lempung) dan air. Ketiga bahan tersebut diaduk dengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagai bahan pembuat cetakan.
2. Jenis cetakan pasir
Ada tiga jenis cetakan pasir yaitu green sand, cold-box dan no-bake mold. Cetakan yang banyak digunakan dan paling murah adalah
jenis green sand mold (cetakan pasir basah). Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berarti pasir cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu.
3. Pola
Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat dibuat dari kayu, plastik/polimer atau logam.
Pemilihan pola tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor dan jenis proses pengecoran yang digunakan. Jenis-jenis pola: pola tunggal (one pice pattern/ solid pattern), dan pola terpisah (split pattern), match-piate pattern.
4. Inti
Untuk produk cor yang memiliki lubang/ rongga seperti pada blok mesin kendaraan atau katup-katup biasanya diperlukan inti.
Inti ditempatkan dalam rongga cetak sebelum penuangan untuk membentuk permukaan bagian dalam produk dan akan dibongkar setelah cetakan membeku dan dingin. Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas baik, tahan panas dan tidak mudah hancur (tidak rapuh). Agar tidak mudah bergeser pada saat penuangan logam cair, diperlukan dudukan inti (core prints). Untuk membuat cetakan diperlukan pola sedangkan untuk membuat inti diperlukan kotak inti.
5. Operasi pengecoran cetakan pasir
Operasi pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan tahapan perancangan produk cor, pembuatan pola dan inti, pembuatan cetakan, penuangan logam cair dan pembongkaran produk cair.
Biasanya dalam proses peleburan besi cor kelabu, bahan baku yang dipergunakan ada beberapa macam diantaranya, pig iron, besi skrap
dan baja skrap. Karena bahan baku skrap sulit diperoleh dan harganya terus meningkat, saat ini untuk substitusi bahan baku telah digunakan limbah permesinan (geram/chips) bagi yang memakai dapur induksi/
listrik. Tahapan lebih rinci terlihat pada gambar 5.2.
Gambar 5.2
Diagram Proses Pengecoran dengan Pasir Cetak
Keterangan Gambar:
a) Setelah proses perancangan produk cor yang mengasilkan teknik produk dilanjutkan dengan tahapan berikutnya,
b) Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola, atas (cope) yang sudah ada dudukan inti di permukaan pelat datar tadi, c) Seperti pada langkah b, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta
sistem saluran,
d) Menyiapkan kotak inti (untuk pembuatan inti),
e) Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah
Perkembangan Bisnis dan Teknologi Klaster Cor Logam
Gambar 5.1
Diagram Proses Pengecoran dengan Pasir Cetak
Keterangan Gambar:
a) Setelah proses perancangan produk cor yang mengasilkan teknik produk dilanjutkan dengan tahapan berikutnya,
b) Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola,
c) atas (cope) yang sudah ada dudukan inti di permukaan pelat datar tadi,
d) Seperti pada langkah b, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta sistem saluran,
e) Menyiapkan kotak inti (untuk pembuatan inti),
f) Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah atau paroan inti),
g) Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak atas (cope) dan ditambahkan sistem saluran seperti saluran masuk dan saluran tambahan (riser). Selanjutnya diisi dengan pasir cetak,
f) Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak atas (cope) dan ditambahkan sistem saluran seperti saluran masuk dan saluran tambahan (riser). Selanjutnya diisi dengan pasir cetak,
g) Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system saluran dilepaskan dari cetakan,
h) Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka cetak diatas pola dan pelat datar,
i) Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari cetakan, j) Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag,
k) Cope dipasangkan pada drag dan dikunci kemudian dituangkan logam cair,
l) Setelah membeku dan dingin, cetakan dibongkar dan produk cor dibersihkan dari sisa-sisa pasir cetakan.
Kesimpulan
Perkembangan klaster cor logam dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu tahap awal pertumbuhan/embrio tahap tumbuh dan dewasa serta tahap penurunan dan transformasi. Tahap embrio mengalami tiga masa, yaitu masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan jaman kemerdekaan.
Pada masa awal, industri cor logam tumbuh karena adanya kebutuhan dari industri gula, baik di Klaten maupun seluruh Jawa, dan semakin mahalnya impor peralatan dari luar negeri. Pada saat penjajahan Jepang terpaksa memproduksi persenjataan. Perkembangan sektor pertanian di masa kemerdekaan juga mendorong kemajuan industri cor logam.
Pada masa orde baru mengalami pertumbuhan yang pesat, sehingga
mulai melahirkan sistem subkontrak. Pada saat penurunan usaha cor logam mulai menurun karena semakin mahalnya bahan baku, bahan bakar/listrik serta permintaan yang semakin sedikit. Perubahan teknologi pengecoran dari tungkik/besalen, kupola dan induksi tidak terjadi secara bersama, sehingga sampai sekarang pun masih ada yang menggunakan tungkik ataupun kupola.