• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN TEORI

B. PENGELOLAAN ARSIP PERSONIL PENDIDIKAN

2. Kegiatan Pengelolaan Kearsipan

Daur hidup suatu arsip menurut Patricia E. Wallace mencakup proses penciptaan arsip (record creation), pendistribusian (records distribution), penggunaan (records utilization), penyimpanan arsip aktif       

16

Moeftie Wiriadihardja, Beberapa Masalah Kearsipan Di Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1987), Cet. Ke-1, h. 46 

(storage-active record), pemusnahan arsip (record disposal) dan menyimpan arsip secara permanen (permanent storage). Sedangkan Betty R. Ricks etat, membagi daur hidup arsip dalam beberapa fase yakni penciptaan dan penerimaan (creation and receipt) pendistribusian (distribution), penggunaan (use), pemeliharan (maintenance) dan penyusutan (dispotition) arsip.

Dari beberapa konsep mengenai daur hidup arsip sesungguhnnya dapat disederhanakan dalam tiga fase yaitu fase penciptaan arsip, penggunaan dan pemeliharaan arsip, dan fase penyusutan arsip sebagai masa istirahat arsip. Fase Penciptaan sebagai tahap awal arsip, baik pada daur hidup arsip menurut Wallace maupun Ricks, akan menentukan "perjalanan hidup" arsip selanjutnya. Pada fase inilah sesungguhnya cikal bakal suatu informasi akan menjadi arsip atau tidak. Oleh karenanya pengelolaan (manajemen) arsip dimulai pada fase penciptaan ini.

a. Fase Penciptaan

Masa penciptaan arsip merupakan awal dari lahirnya suatu active record (arsip dinamis aktif). Menurut Suzan Z. Diamond, proses penciptaan arsip mulai ketika perlu dituliskan diatas kertas, data dimasukkan ke dalam komputer atau informasi ditangkap ke dalam film. Arsip dinamis dapat berwujud berbagai media seperti kopi makas (hard copy), media magnetis, mikrobentuk, atau cakram optik (optical disc).17 Betty R. Ricks et al, dalarn bukunya ”Information and Image Management. : A. Records Sistem Approach” menyatakan bahwa arsip-arsip tercipta pada seluruh level organisasi mulai dari tingkat clerk sampai tingkat pimpinan eksekutif (1992 : 10). Pada masa penciptaan arsip ini menurut Robek, Brown and Maedke dilaksanakan beberapa proses manajemen adalah manajemen desain formulir, manajemen korespondensi dan manajemen pelaporan.

1). Manajemen dan Desain Formulir       

17

Formulir bagi organisasi merupakan alat dasar bagi seluruh pekerjaan yang administratif, dandapat digunakan untuk transaksi, mentransmisi keterangan-keterangan, memberikan data untuk pengawasan dan mengurangi kesalahan-kesalahan administratif. Formulir dapat memberikan fasilitas terhadap pengumpulan dan pemindahan data dan informasi dengan cepat dalam bentuk yang ringkas dan padat. Formulir merupakan alat penting untuk menciptakan dokumen karena formulir menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan dan disimpan (Smith ill, 1986 : 1949). Formulir-formulir dinas harus dirancang terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu suatu program manajemen formulir sangat dibutuhkan. Manajemen formulir merupakan salah satu fungsi menajemen arsip dinamis, yang dirancang untuk memperoleh pengumpulan dan distribusi informasi secara efisien (Rikcs,et al 1992 : 358). Menurut Smith III manajemen formulir bertujuan untuk membuat desain, produksi dan distribusi formulir-formulir untuk suatu kegiatan seefisien mungkin (1986 : 149). Manajemen formulir merupakan fase penciptaan standarisasi dari desain formulir, akan menentukan data dan infomasi apa saja yang layak direkarn. Isi data dan informasi yang akan direkarn sebaiknya juga akan menentukan kualitas kertas dan formulir. Informasi yang dianggap penting bagi organisasi atau sangat vital bagi keberlangsungan hidup organisasi akan menggunakan kualitas kertas yang tinggi. Dengan demikian desain formulir merupakan fase yang penting di dalam manajemen formulir.

2). Manajemen Korespondensi

Surat-surat yang berisi informasi kedinasan dalam bentuk pernyataan tertulis yang dibuat oleh organisasi sebagai sarana komunikasi pada dasarnya harus dikelola secara tepat agar dapat

meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Pengelolaan terhadap surat bagi organisasi merupakan hal yang penting. Hal ini berangkat pada efisiensi informasi yang akan direkam dalam surat dinas, yang memberikan pengaruh terhadap masa simpan fisik dan informasi surat. Sistem pengelolaan ini merupakan correspondence management atau yang seringkali disebut sebagai tata persuratan. Pada masa penciptaan, tata persuratan akan merancang dan mengatur bentuk, sistematik dan susunan, ukuran, kualitas kertas. Perancangan dan pengaturan sejak tahap awal keberlangsungan hidup arsip, akan mempermudah penyimpanan maupun pemilihan sarana simpannya dan membantu di dalam penemuan kembali. 3). Manajemen Pelaporan

Pelaporan merupakan proses kegiatan menginformasikan fakta-fakta dan kejadian-kejadian secara actual dan tertulis didalam rangka upaya pembinaan organisasi. Naskah laporan ini harus didistribusikan dengan cepat dan tepat dan disimpan untuk bahan-bahan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Untuk memperoleh laporan yang berkualitas, diperlukan suatu sistem (manajemen) yang mengatur keseluruhan proses penyusunan laporan. Manajemen pelaporan akan memberikan batas-batas sistematik di dalam menyusun dan merancang suatu laporan, baik yang menyangkut bahasa, materi dan format serta prosedur pendistribusiannya. Laporan yang berkualitas pada umumnya harus memiliki kriteria, antara lain:

a) Laporan harus mentransmisi keterangan-keterangan.

b) Laporan harus berisi fakta dan solusi dan bukan opini-opini. c) Laporan harus memberikan penjelasan yang rinci (exposition).

Laporan harus bersifat objektif sehingga hal- hal yang bersifat subjektif dan emosional harus dihindarkan.

b. Fase Penggunaan dan Pendistribusian Arsip

Pengurusan surat merupakan salah satu elemen dan fungsi arti program manajemen kearsipan. Pengelolaan surat yang dilaksanakan secara efisien merupakan hal yang penting di dalam mendistribusikan informasi dari satu unit kerja ke unit kerja lain di dalam organisasi dan distribusi informasi antar organisasi. Dengan melaksanakan pengelolaan surat secara efektif akan mempercepat proses pelaksanaan kerja.

Proses pengelolaan surat meliputi kegiatan-kegiatan penerimaan, pengarahan/penilaian, pencatatan, pendistribusian, pengendalian, pengolahan dan pengiriman surat dinas. Surat-surat yang telah selesai diolah atau selesai tindak lanjutnya disimpan (storage) pada tempat penyimpanan dengan suatu sistem tertentu.

1). Sistem Penyimpanan dan Pemberkasan

Surat-surat yang telah mendapat disposisi dapat dikatakan telah menjadi arsip. Arsip dapat disimpan dengan penataan terhadap arsip-arsip yang sudah memberkas (mengelompok). Kegiatan penataan berkas ini merupakan kegiatan yang bersifat mengatur, menyusun dan menata semua jenis arsip dalam bentuk tatanan yang sistematis dan logis agar dapat diketemukan kembali dengan cepat, tepat, akurat dan lengkap. Di dalam skema, pemberkasan, sistem penyimpanan dan penemuan kembali dapat digambarkan sebagai berikut:

Sistem Pemberkasan Penyimpanan (storage) => Temu Kembali (Fisik) => informasi. Di dalam menyimpan arsip yang harus diperhatikan masalah asas pengorganisasian arsip. Arsip-arsip dinamis (aktif) dapat disimpan dan dikelola secara sentralisasi pada satu unit khusus di dalam organisasi yang biasa dikenal sebagai central file. Secara organisatoris pusat arsip merupakan bagian integral dari suatu organisasi, mengemban tugas melaksanakan penyimpanan dan pemeliharaan arsip inaktif dalam

lingkungannya.18 Teknik pengurusan penyelenggaraan rekod secara sentral sudah tentu amat menguntungkan bagi organisasi yang masih sederhana atau organisasi kecil yang urusannya tidak begitu rumit.19 Dengan menerapkan asas sentralisasi maka sistem penyimpanan yang digunakan akan menjadi standar. Seluruh arsip akan dapat disimpan dan diketemukan kembali dengan aturan dan prosedur yang sama.

Untuk organisasi yang relatif besar, asas penyimpanan yang tepat untuk diterapkan adalah desentralisasi. Dalam asas ini semua unit pengolah/kerja diberikan otoritas untuk menyimpan dan mengelola arsip aktifnya masing-masing. Asas ini dapat diterapkan apabila organisasi mempunyai rentang tugas yang panjang, beban kerja yang besar dan lokasinya berpencar dan berjauhan. Disamping dua asas ini, organisasi juga dapat menerapkan asas gabungan yang merupakan kombinasi asas sentralisasi dan desentarlisasi. Prinsip asas ini adalah bahwa setiap unit pengolah diberikan otoritas untuk melakukan penyimpanan dan pengelolaan arsip dengan kontrol atau pengendalian sistem secara terpusat oleh satu unit khusus di dalam organisasi.

Untuk melakukan penyimpanan arsip-arsip aktif ini ada beberapa Classification sistem yang dapat diterapkan (Lundgren and Lundgren, 1989 : 83). Beberapa pakar kearsipan menyebut terminology sistem klasifikasi sebagai filing sistem (sistem pemberkasan) dan filing methods (metode pemberkasan) (Lih : Robek, 1987 : 157 dan Penn, 1989 : 122). Pemilihan sistem pemberkasan yang akan digunakan sangat bergantung pada kegunaan masing-masing arsip bagi pengguna dan jenis arsip itu

      

18

Boedi Martono, Penataan Berkas dalam Manajemen Kearsipan, (Jakarta: Pustaka Sinar, 1992), Cet. Ke-1, h. 87 

19

E. Martono, Kearsipan, Rekod manajemen dan Filing dalam Praktek Perkantoran Modern, (Jakarta: Karya Utama, 1994), Cet. Ke-5, h. 12 

sendiri. Sehingga dapat terjadi beberapa arsip yang berbeda diberkaskan dengan sistem yang berbeda pula.

Di dalam menentukan sistem pemberkasan yang akan diterapkan perlu dipertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah bentuk arsip, sifat serta bidang-bidang kegiatan organisasi dan karakteristik organisasi bersangkutan. Perlu juga diperhatikan bahwa sistem pemberkasan yang akan diterapkan harus menggambarkan secara jelas bentuk berkas arsipnya, sehingga di dalam penemuan kembalinya dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Beberapa sistem pemberkasan diantaranya adalah Numeric, Alphabetcal dan Alphanumeric (Penn, 1989 : 123-124) atau menurut Lundgren dan Lundgren membedakan atas Alphabetic Classification, Numeric Classification dan Subject Clasification (1989 :83-87).

2). Penemuan Kembali

Prosedur kearsipan yang baik dilakukan secara sentralisasi ataupun secara desentralisasi bermaksud menyediakan pelayanan informasi yang terkandung dalam rekod setepat-tepatnya dan secepat cepatnya bila diperlukan.

Penataan berkas sebagai salah satu bagian dari kegiatan kantor sudah tenti mempunyai sasaran tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan mengurus warkat merupakan mata rantai yang penting dalam penyelenggaraan administrasi perkantoran pada umumnya dan ketatausahaan pada khususnya. Administrasi dalam arti sempit ialah tata usaha.20 Pekerjaan tata usaha itu merupakan pekerjaan kantor yang senantiasa dikerjakan dengan teliti dan terus menerus.

Maksud suatu warkat disimpan adalah agar bila perlu memperoleh informasi yang terkandung di dalam warkat itu dapat       

20

E. Martono, Dasar-Dasar Kesekretariatan dan Kearsipan, (Jakarta: Karya Utama, 1985), Cet. Ke-4, h. 21

diperoleh kembali bila diperlukan. Oleh karena itu inti dari filing adalah penemuan kembali warkat dengan cepat dan tepat.21 Sistem filing yang dipergunakan hendaknya menjamin kemudahan pencarian kembali warkat yang tersimpan, apapun sistem yang dipergunakan.

Masalah lain yang sering timbul dalam penyelenggaraan tata kearsipan/tata berkas antara lain berupa:

a) Kesulitan memperoleh kembali warkat karena hilang b) Kesulitan menemukan arkat baru didapat setelah

membongkari tumpukan berkas

c) Setiap kali warkat senantiasa bertambah volumenya d) Kesulitan memperoleh tempat penyimpanan yang

layak dan memenuhi syarat

e) Kekurangan pegawai yang cukup terlatih di bidang tata berkas.22

Untuk mengatasi dan memecahkan masalah di bidang tata berkas, sebenarnya disinilah letak pengertian filing sesungguhnya.

c. Fase Pemeliharaan

Agar arsip dapat terkelola dan tertata dengan rapi serta apik, maka sangat diperlukan tenaga pengelola yang profesional dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dan lengkap, untuk melahirkan sumber daya aparatur yang terampil di bidang kearsipan. Kemudian pembenahan adiministrasi kearsipan, hendaknya senantiasa sejalan dengan tujuan pelaksanaan tata kearsipan, baik sebagai sumber infomasi, pusat ingatan, alat pengendali dan sarana pengungkapan sejarah, sarana penelitian maupun sebagai sarana evaluasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, untuk mendorong terciptanya sikap aparat kearsipan sesuai tuntutan zaman dan kebutuhan, antara lain perlu diperhatikan pengembangan karir yang bersangkutan.

      

21

Martono, Kearsipan, Rekod manajemen dan Filing…, h. 74

 

22

d. Fase Penyusutan

Tidak selamanya arsip-arsip harus disimpan di dalam tempat penyimpanan. Kalau semua arsip harus disimpan terus, dapat dibayangkan bahwa kantor-kantor akan dipenuhi oleh arsip. Penyusutan adalah termasuk kegiatan yang harus dilakukan dalam pengelolaan kearsipan. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah N0. 34 tahun 1979 disebutkan, penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan arsip dengan cara:

1) Memindahkan arsip inaktif dari unit pengolahan ke unit kearsipan dalam lingkungan lembaga-lembaga Negara atau badan pemerintah masing-masing.

2) Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

3) Menyerahkan arsip statis oleh unit kearsipan kepada Arsip Nasional.23

Untuk keperluan itu hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut di bawah ini:

1) Angka pemakaian 2) Jadwal retensi arsip 3) Nilai kegunaan arsip 4) Pemindahan arsip 5) Pemusnahan arsip24

Dari kelima hal tersebut di atas, tiga di muka merupakan rambu-rambu penyusutan arsip. Jadi dalam menentukan penyusutan arsip dapat berkonsultasi dengan angka pemakaian, jadwal retensi arsip dan nilai kegunaan arsip.

Arsip akan lahir dengan sendirinya bila aktivitas-aktivitas dalam pelaksanaan fungsi instansi berjalan. Arsip tidak pernah diciptakan secara khusus tetapi ia merupakan hasil samping (by       

23

Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 52

 

24

product) dari kegiatan organisasi atau instansi. Di sini terlihat kaitan erat antara arsip dengan creating agency (instansi penciptanya) sebagai bukti dokumenter mengenai penyelesaian berbagai persoalan, bukti-bukti transaksi maupun perencanaan ke depan dari instansi yang bersangkutan.

Untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas operasional instansi, sebagaimana tujuan diselenggarakannya manajemen arsip dinamis (records management), arsip harus disusutkan. Manfaat penyusutan yang konsisten dan prosedural dapat menghemat ruang penyimpanan, peralatan kearsipan, tenaga, waktu dan akhirnya akan tercapai penghematan biaya operasional. Arsip yang frekuensi penggunaannya sudah sangat rendah yang digunakan kurang dari enam kali dalam satu tahun (standar International Council on Archives), harus disimpan di tempat yang nilai ekonominya lebih rendah, yaitu Unit Kearsipan (Records Centre) sebagai arsip inaktif.

Persoalannya adalah bahwa di Indonesia belum ditemukan tradisi menghitung frekuensi penggunaan berkas. Sering diperdebatkan pengertian frekuensi penggunaan sangat menurun ini, antara pihak Unit Pengolah dengan pihak petugas arsip/arsiparis. Dalam situasi seperti tersebut ada kecenderungan anggapan di Unit Pengolah, bahwa arsip yang masih sesekali digunakan dianggap masih aktif dan hanya arsip yang sudah tidak digunakan saja yang disebut in aktif. Akibat langsung dan kecenderungan ini ialah bahwa Unit Kearsipan diidentikkan dengan tempat penyimpanan sampah, atau bahkan petugas arsip pada Unit Kearsipan cenderung dianggap tidak ada sama saja.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka Jadwal Retensi Arsip (JRA) sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979, merupakan kompetensi pimpinan instansi. Jadwal retensi adalah suatu daftar yang memuat kebijaksanaan seberapa jauh sekelompok

arsip dapat disimpan atau dimusnahkan.25 Penyusunan JRA, dengan sendirinya tidak lepas dari tindakan untuk menilai suatu arsip, baik atas dasar jenisnya, fisiknya maupun informasinya. Dari penilaian-penilaian yang dapat dilakukan itu, penilaian-penilaian yang paling esensial ialah penilaian atas dasar informasi yang terkandung di dalam arsip. Dengan adanya informasi yang terkandung dalam arsip itu, maka dapat ditentukan nilai kegunaannya.

Penilaian mengandung pengertian tindakan analisis seri berkas berdasarkan nilai gunanya. Penilaian dilakukan dalam rangka penetapan jangka simpan (retensi), serta menentukan simpan permanen dan musnah. Penilaian arsip adalah dasar dari penyusutan arsip. Tidak ada standar yang pasti untuk menilai arsip, dan tata cara penentuan nilai tidak dapat dilakukan secara mekanis. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam rangka menilai arsip adalah:

1) Penilaian dilakukan dengan memperhatikan hubungan antara seri berkas dengan yang lainnya.

2) Penilaian diselenggarakan atas dasar pengetahuan bersangkutan.

3) Penilaian harus memperhatikan arti dari sumber arsip yang menciptakan dan memperhatikan kedudukan masing-masing unit organisasi dan struktur pemerintahan, sifat kegiatannya.

4) Penilaian harus memperhatikan faktor biaya untuk pemeliharaannya.26

Jadwal Retensi Arsip (JRA) merupakan pedoman kerja petugas arsip/arsiparis dalam penyusutan arsip yang secara minimal harus mencakup jenis arsip, jangka simpan, dan keterangan nasib akhirnya. Ini berbeda dengan tradisi barat yang melihat JRA (Records Retention Schedule) sebagai inisiatif petugas arsip (records clerk, records management, archivist) dan merupakan rangkaian kegiatan

      

25

Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 55

 

26

Boedi Martono, Sistem Kearsipan Praktis; Penyusutan dan Pemeliharaan Arsip, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), Cet. Ke-1, h. 47 

pemilahan arsip untuk dirundingkan retensinya dengan pimpinan Unit Pengolah dan Pimpinan instansi yang bersangkutan.

Setiap upaya penyusutan arsip harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Dan aspek hukum terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan: Pertama, Ketentuan yang mengatur bidang kearsipan. Dalam hal ini dapat disebutkan antara lain: Undang-undang No. 7 tahm 1971, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 dan Surat Edaran Kepala Arsip Nasional RI No. 01/SE/1981 dan No. 02/SE/1983. Meskipun demikian dokumen untuk pengertian arsip perusahaan, juga perlu diperhatikan Undang-undang No. 8 tahun 1997. Kedua, Ketentuan yang mengatur bidang operasionaI instansi pencipta arsip (creating agency) setiap naskah dinas (official paper) sebagai unsur pokok arsip, pada prinsipnya adalah konfidensial. Artinya harus mengikuti ketentuan hukum yang mengatur keberadaan dan cara kerja instansi pencipta. Beberapa produk hukum tertentu yang menyangkut ketentuan bagaimana suatu naskah dinas itu harus dikelola. Ketiga, Ketentuan hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan lain, namun mengingat cara instansi/perusahaan memperlakukan arsipnya (statute of limitation). Dalam hal ini dapat disebutkan antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Hukum Pidana, Hukum Perdata, ISO 9000, dan kontrak-kontrak kerja (business) yang menyangkut hal-hal khusus. Pengertian khusus dihubungkan dengan teknologi tinggi, operasi intelijen, dan lain-lain.

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979, pasal 4, bahwa setiap Lembaga Negara dan Badan-Badan Pemerintah wajib memliki JRA yang berupa daftar berisi sekurang-kurangnya jenis arsip beserta jangka waktu penyimpanannya sesuai dengan nilai kegunaannya dan dipakai sebagai pedoman penyusutan

arsip.27 Maka dapat diartikan bahwa penyusutan arsip harus di lakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Artinya penyusutan arsip bukanlah hanya sesuatu masalah yang mendesak, melainkan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dilaksanakan dengan tanggung jawab hukum yang jelas. Harus ada prosedur standar operasional dalam pelaksanaannya sehingga setiap ketentuan dapat diukur dan dituntut pertanggung jawabannya.

Manajemen arsip pada prinsipnya adalah manajemen naskah dinas (official papers) dan bentuk konfidensial. Artinya informasi di dalamnya hanya boleh diketahui atau dilihat oleh orang yang memerlukan dan berhak. Karena itu harus ada ketentuan hukum yang mengatur keterbukaan informasi (access), sehingga keberadaan JRA, pada dasarnya hanya merupakan pedoman kerja bagi para petugas arsip/arsiparis yang secara fungsional menjadi bagian dari struktur organisasi pencipta arsipnya.

Dalam aspek keilmuan, JRA memiliki dua tujuan, yaitu sebagai sub sistem dari manajemen peningkatan efisiensi operasional instansi dan perlindungan terhadap informasi pertanggungjawaban nasional serta upaya pelestarian nilai budaya bangsa. Adanya JRA, maka petugas arsip/arsiparis di instansi yang bersangkutan dapat secara langsung melakukan penyusutan arsip secara sistematis berdasarkan pedoman yang sah. Dengan demikian peningkatan kecepatan akumulasi arsip dapat diimbangi dengan kelancaran penyusutan, sehingga hanya arsip yang masih benilai guna sajalah yang disimpan. Hal ini akan bermuara untuk penemuan arsip (retrieval). Hal penting dari manajemen arsip yang baik adalah bahwa unit kearsipan menjadi bagian fungsional manajemen instansi dalam rangka meningkatkan efisiensi operasional.

Penyusutan arsip, dalam perspektif ilmu pengetahuan adalah fungsi pelestarian arsip yang bernilai guna sekunder bagi kehidupan       

27

kebangsaan. Dengan adanya pedoman penyusutan arsip sejak awal telah dapat dipantau dan dilakukan langkah penyelamatan bukti pertanggung jawaban nasional dan bukti prestasi intelektual berupa nilai budaya bangsa yang terekam dalam bentuk arsip. Bukti pertanggung jawaban dan prestasi budaya tersebut bukan saja bermanfaat bagi kepentingan penelitian sosial, budaya dan sejarah dalam rangka pembentukan kesadaran jati diri bangsa, melainkan yang terpenting justru memberikan dukungan data atau informasi dalam perumusan kebijaksanaan nasional.

Penentuan jangka simpan arsip, sebagai bagian terpenting dalam penyusutan arsip, pada prinsipnya harus mempertimbangkan dua nilai guna arsip dan pertanggungjawaban hukum dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan dari aspek nilai guna, sesuai dengan Surat Edaran Kepala ANRI Nomor 02/SE/1983, dapat dibedakan antara. nilai guna primer dan nilai guna sekunder. Dan aspek hukum pada prinsipnya harus mempertimbangkan beberapa hal: Pertama, Ketentuan hukum yang mengatur bidang kearsipan; Kedua, ketentuan hukum yang mengatur bidang operasional instansi yang bersangkutan.

Nilai guna primer pada prinsipnya adalah nilai yang melekat pada kepentingan operasional instansi yang bersangkutan. Dalam hal ini dapat dibedakan dalam lima nilai guna yaitu:

1) Administrasi 2) Hukum 3) Fiskal.

4) Ilmiah&Teknologi 5) Nilai perorangan.28

Di samping nilai guna primer, sebagian kecil arsip memiliki nilai guna sekunder yaitu kegunaan arsip di luar kepentingan organisasi yaitu untuk kepentingan penelitian di dalam kaitannya       

28

dengan berbagai ilmu pengetahuan serta kepentingan masyarakat luas lainnya. Termasuk dalam nilai guna sekunder, adalah nilai guna informasional dan nilai-nilai guna kebuktian.29 Arsip bernilai guna informasional pada prinsipnya adalah semua hal yang mengenai peristiwa/fenomena orang/organisasi/tempat yang menjadi bagian langsung dari arus peristiwa nasional dan/tokoh nasional. Arsip bernilai guna evidential, merupakan arsip bukti keberadaan sejarah lembaga, pencipta (creating agency) arsip yang bersangkutan atau keberadaan sesuatu fenomena sejarah, termasuk pula arsip semua produk hukum yang bersifat mengatur dari instansi yang bersangkutan dan bukti prestasi budaya/intelektual yang bersifat original.

Semua arsip yang bernilai guna sekunder, tersebut dalam prinsipnya adalah arsip bernilai guna permanen, artinya harus dilestarikan keberadaannya. Untuk arsip, bernilai guna permanen, dapat disimpan secara terus menerus di lembaga pencipta (creating agency) dan apabila. sudah tidak diperlukan lagi wajib diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai arsip statis.

Persoalan kapan arsip tersebut disusutkan, harus ditetapkan dalam pedoman jangka simpan arsip yang secara umum disebut Jadwal Retensi Arsip (JRA). Prosedur dan teknik Penentuan jangka simpan arsip menjadi wilayah kerja Pak Burhan

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 34

Dokumen terkait