• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekongruenan dan Modulo

Dalam dokumen MODUL BELAJAR MANDIRI CALON GURU (Halaman 68-79)

Pembelajaran 1. Bilangan

C. Uraian Materi

5. Kekongruenan dan Modulo

Definisi 2.1

Jika π‘š suatu bilangan bulat positif membagi π‘Ž βˆ’ 𝑏 maka dikatakan π‘Ž kongruen terhadap 𝑏 modulo π‘š dan ditulis π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š). Jika π‘š tidak membagi π‘Ž βˆ’ 𝑏 maka dikatakan π‘Ž tidak kongruen terhadap 𝑏 modulo 𝑏 dan ditulis π‘Ž β‰’ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š). Jika π‘š > 0 dan π‘š|(π‘Ž βˆ’ 𝑏) maka ada suatu bilangan bulat π‘˜ sehingga π‘Ž βˆ’ 𝑏 = π‘šπ‘˜. Dengan demikian π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) dapat dinyatakan sebagai π‘Ž βˆ’ 𝑏 = π‘šπ‘˜, ataubeda diantara π‘Ž dan 𝑏 merupakan kelipatan π‘š. Atau π‘Ž = 𝑏 + π‘šπ‘˜, yaitu π‘Ž sama dengan 𝑏 ditambah kelipatan m.

Contoh 2.1

1) 10 ≑ 5 (π‘šπ‘œπ‘‘ 5)

Jelas menurut definisi 10 βˆ’ 5 = 5.1, sehingga 10 kongruen terhadap 5 modulo 5.

2) 8 β‰’ 3 (π‘šπ‘œπ‘‘ 2) Menurut definisi 8 βˆ’ 3 β‰  2. π‘˜, sehingga 8 tidak kongruen dengan 3 modulo 2

Teorema 2.1

Untuk bilangan bulat sebarang π‘Ž dan 𝑏, π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) jika dan hanya jika π‘Ž dan 𝑏 memiliki sisa yang sama jika dibagi π‘š.

Teorema 2.2

Kekongruenan sebagai relasi ekivalen. Untuk π‘š bilangan bulat positif dan 𝑝, π‘ž, dan π‘Ÿ bilangan bulat, berlaku

1) Sifat Refleksif 𝑝 ≑ 𝑝 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š)

2) Sifat Simetris 𝑝 ≑ π‘ž (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) jika dan hanya jika π‘ž ≑ 𝑝 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š)

3) Sifat Transitif Jika 𝑝 ≑ π‘ž (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) dan π‘ž ≑ π‘Ÿ (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka 𝑝 ≑ π‘Ÿ (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) Contoh 2.2

1) 5 ≑ 5(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) dan βˆ’10 ≑ βˆ’10(π‘šπ‘œπ‘‘ 15) sebab 7β”‚5– 5 π‘‘π‘Žπ‘› 15β”‚ βˆ’ 10– (βˆ’10)

3) 45 ≑ 21(π‘šπ‘œπ‘‘ 3) dan 21 ≑ 9(π‘šπ‘œπ‘‘ 3), maka 45 ≑ 9(π‘šπ‘œπ‘‘ 3) sebab 3β”‚45– 9 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 3β”‚36

Teorema 2.3

Jika 𝑝, π‘ž, π‘Ÿ, dan π‘š adalah bilangan-bilangan bulat dan π‘š > 0 sedemikian hingga 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š), maka: 1) 𝑝 + π‘Ÿ ≑ π‘ž + π‘Ÿ(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) 2) 𝑝– π‘Ÿ ≑ π‘žβ€“ π‘Ÿ(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) 3) π‘π‘Ÿ ≑ π‘žπ‘Ÿ(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) Contoh 2.3 1) 43β”‚7(π‘šπ‘œπ‘‘ 6), maka 43 + 5β”‚7 + 5(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) atau 48β”‚12(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) 2) 27β”‚6(π‘šπ‘œπ‘‘ 7), maka 27– 4β”‚6– 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) atau 23β”‚2(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) 3) 35β”‚3(π‘šπ‘œπ‘‘ 8), maka 35.4β”‚3.4(π‘šπ‘œπ‘‘ 8) atau 140β”‚12(π‘šπ‘œπ‘‘ 8) Contoh 2.4

Perhatikan bahwa teorema 2.3(3) tidak bisa dibalik, artinya jika π‘π‘Ÿ ≑ π‘žπ‘Ÿ(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š), maka belum tentu bahwa 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š), misalnya 24 = 4.6, 12 = 4.3, dan 24 ≑ 12(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) atau 4.6 ≑ 4.3(π‘šπ‘œπ‘‘ 6), tetapi 6 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 6).

Teorema 2.4

Jika π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) dan 𝑐 ≑ 𝑑 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka 1) π‘Ž + 𝑐 ≑ 𝑏 + 𝑑 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) 2) π‘Ž βˆ’ 𝑐 ≑ 𝑏 βˆ’ 𝑑 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) 3) π‘Žπ‘ ≑ 𝑏𝑑 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) Contoh 2.5 1) 36 ≑ 8(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) dan 53 ≑ 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 7), maka 36 + 53 ≑ 8 + 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) atau 89 ≑ 12(π‘šπ‘œπ‘‘ 7)

2) 72 ≑ 7(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) dan 43 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 5), maka 72– 43 ≑ 7– 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) atau 29 ≑ 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 5)

3) 15 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) dan 23 ≑ 7(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) maka 15.23 ≑ 3.7(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) atau 345 ≑ 21(π‘šπ‘œπ‘‘ 4)

Teorema 2.5

Jika π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) dan 𝑐 ≑ 𝑑 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka π‘Žπ‘₯ + 𝑐𝑦 ≑ 𝑏π‘₯ + 𝑑𝑦 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) Teorema 2.6

Jika 𝑝 ≑ π‘π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka π‘π‘Ÿ ≑ π‘žπ‘Ÿ (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘šπ‘Ÿ). Teorema 2.7

Jika π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka π‘Žπ‘› ≑ 𝑏𝑛 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) untuk 𝑛 bilangan bulat positif. Teorema 2.8

Misalkan 𝑓 suatu polinom dengan koefisien bilangan bulat, yaitu 𝑓(π‘₯) = 𝑑0 π‘₯𝑛+ 𝑑1 π‘₯π‘›βˆ’1+ 𝑑2 π‘₯π‘›βˆ’2+ β‹― . + π‘‘π‘›βˆ’1 π‘₯ + 𝑑𝑛 Dengan 𝑑0, 𝑑1, … , 𝑑𝑛 masing-masing bilangan bulat. Jika π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka 𝑓(π‘Ž) ≑ 𝑓(𝑏)(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š).

Teorema 2.9

Jika π‘Ž suatu solusi 𝑓(π‘₯) ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) dan π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka 𝑏 juga solusi 𝑓(π‘₯) itu.

Contoh 2.6

Pandang 𝑏 = π‘Žπ‘š 10π‘š+ π‘Žπ‘šβˆ’1 10π‘šβˆ’1+ β‹― . + π‘Ž1 10 + π‘Žπ‘› sebagai perluasan desimal bilangan bulat positif 𝑏 dengan π‘Žπ‘˜ bilangan bulat dengan 0 ≀ π‘Žπ‘˜ < 10, π‘˜ = 0,1,2, … , π‘š βˆ’ 1, π‘š.

Misalkan π‘Žπ‘š + π‘Žπ‘šβˆ’1 + β‹― + π‘Ž1 + π‘Ž0 = 𝑠. Maka 3|𝑏 jika dan hanya jika 3|𝑠. Perhatikan bahwa 10 ≑ 1 (mod 3). Maka menurut Teorema 8, 𝑓(10) ≑ 𝑓(1)(π‘šπ‘œπ‘‘ 3).

Jika 𝑏 = 𝑓(10), π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž π‘Žπ‘š 10π‘š+ π‘Žπ‘šβˆ’1 10π‘šβˆ’1+ β‹― . + π‘Ž1 10 + π‘Ž0≑ π‘Žπ‘š 10π‘š+ π‘Žπ‘šβˆ’1 10π‘šβˆ’1+ β‹― . + π‘Ž1 10 + π‘Žπ‘›(π‘šπ‘œπ‘‘ 3) atau 𝑓(10) ≑ 𝑓(1)(π‘šπ‘œπ‘‘ 3)

Tetapi π‘Žπ‘š + π‘Žπ‘šβˆ’1 + β‹― . + π‘Ž1 + π‘Ž0 = 𝑠, π‘ π‘’β„Žπ‘–π‘›π‘”π‘”π‘Ž 𝑏 ≑ 𝑠(π‘šπ‘œπ‘‘ 3), π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑏 βˆ’ 𝑠 = 3β„Ž, β„Ž bilangan bulat.

Jika 3|𝑏 atau 𝑏 = 3π‘Ÿ, maka 3π‘Ÿ βˆ’ 𝑠 = 3β„Ž, 3(π‘Ÿ βˆ’ β„Ž) = 𝑠 atau 3|𝑠. Sebaliknya jika 3|𝑠 atau 𝑠 = 3𝑒 maka 𝑏 βˆ’ 3𝑒 = 3β„Ž atau 𝑏 = 3(β„Ž βˆ’ 𝑒) atau 3|𝑏. Maka 3|𝑏 jika dan hanya jika 3|𝑠. Dengan ungkapan lain, suatu bilangan bulat positif 𝑏 akan terbagi 3 jika dan hanya jika haisl penjumlahan semua angka-angka bilangan itu terbagi 3. Sebagai misal 112764531 habis dibagi 3 karena 1 + 1 + 2 + 7 + 6 +

4 + 5 + 3 + 1 = 30 habis dibagi 3. Bilangan 112764532 dapat ditunjukkan tidak terbagi tiga karena memberikan sisa π‘Ÿ, 0 ≀ π‘Ÿ < 3. Dua buah bilangan bulat π‘Ž dan 𝑏 yang kongruen modulo π‘š mungkin dapat juga kongruen modulo suatu bilangan bulat lain. Misalkan 𝑑 > 0 dan 𝑑 pembagi π‘š π‘‘π‘Žπ‘› π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š). Maka π‘š = π‘˜π‘‘ dan π‘Ž βˆ’ 𝑏 = π‘π‘š sehingga π‘Ž βˆ’ 𝑏 = 𝑝(π‘˜π‘‘) = (π‘π‘˜)𝑑 atau 𝑑 pembagi π‘Ž βˆ’ 𝑏.

Teorema 2.10

Jika 𝑑|π‘š dan π‘Ž ≑ 𝑏(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) maka π‘Ž ≑ 𝑏 (π‘šπ‘œπ‘‘ 𝑑

Teorema 2.11

Misalkan (π‘Ž, π‘š) = 𝑑 π‘Žπ‘₯ = π‘Žπ‘¦ (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) jika dan hanya jika π‘₯ ≑ 𝑦 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š 𝑑 ) Teorema 2.12

Misalkan (π‘Ž, π‘š) = 1.

π‘Žπ‘₯ ≑ π‘Žπ‘¦ (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) jika dan hanya jika π‘₯ ≑ 𝑦 (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) Teorema 2.13

Jika π‘Žπ‘₯ ≑ π‘Žπ‘¦ (π‘šπ‘œπ‘‘ 𝑝) dengan 𝑝 ∀ π‘Ž dan 𝑝 bilangan basit, maka π‘₯ ≑ 𝑦 (π‘šπ‘œπ‘‘ 𝑝)

Teorema 2.14

Diketahui bilangan-bilangan bulat π‘Ž, 𝑝, π‘ž, π‘š, dan π‘š > 0. 1) π‘Žπ‘ ≑ π‘Žπ‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) jika dan hanya jika 𝑝 ≑ π‘ž (π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š

π‘Ž,π‘š )

2) 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š1) dan 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š2) jika dan hanya jika 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘[π‘š1, π‘š2 ]) Contoh 2.7 1) 8𝑝 ≑ 8π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) dan (8,6) = 2, maka 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘6 2 ) atau 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 3) 2) 12𝑝 ≑ 12π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 16) dan (12,16) = 4, maka 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘16 4 ) atau 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) Contoh 2.8 1) 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 6)π‘‘π‘Žπ‘› 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 8), π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ [6,8])π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 24) 2) 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 16)π‘‘π‘Žπ‘› 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 24), π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ [16,24])π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑝 ≑ π‘ž(π‘šπ‘œπ‘‘ 48)

● Sistem Residu Definisi 2.2

Suatu himpunan {π‘₯, π‘₯, … , π‘₯} disebut suatu sistem residu lengkap modulo π‘š. Jika dan hanya jika untuk setiap y dengan 0 ≀ 𝑦 < π‘š, ada satu dan hanya satu π‘₯ dengan 1 ≀ 𝑖 < π‘š, sedemikian hingga 𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘₯ ≑ 𝑦(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š).

Contoh 2.9

1) Himpunan 𝐴 = {6, 7, 8, 9} bukan merupakan sistem residu lengkap modulo 5 sebab banyaknya unsur A kurang dari 5.

2) Himpunan 𝐴 = {6, 7, 8, 9, 10} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 5 sebab untuk setiap y dengan dengan 0 ≀ 𝑦 < 5, ada satu dan hanya satu π‘₯ dengan 1 ≀ 𝑖 < 5 sedemikian hingga 𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘₯ ≑ 𝑦(π‘šπ‘œπ‘‘ 5). Nilai-nilai 𝑦 yang memenuhi 0 ≀ 𝑦 < 5, adalah 𝑦 = 0, 𝑦 = 1, 𝑦 = 2, 𝑦 = 3, 𝑦 = 4, π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑦 = 5. Jika kita selidiki, maka kita peroleh bahwa:

10 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) 8 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) 6 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) 9 ≑ 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) 7 ≑ 2(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š)

Dengan demikian untuk setiap 𝑦 dengan 𝑦 = 0, 2, 3, 4, 5, ada satu dan hanya satu π‘₯ dengan π‘₯ = 6, 7, 8, 9, 10, sedemikian hingga π‘₯ ≑ 𝑦(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š). Jadi 𝐴 adalah suatu sistem residu lengkap modulo 5.

3) Himpunan 𝐡 = {4, 25, 82, 107} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 4 sebab untuk setiap 𝑦 dengan 0 ≀ 𝑦 < 4, ada satu dan hanya satu π‘₯ dengan 1 ≀ 𝑖 < 4 sedemikian hingga

𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) atau π‘₯ ≑ 𝑦(π‘šπ‘œπ‘‘ 4). 4 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) 82 ≑ 2(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) 25 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) 107 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 4)

4) Himpunan 𝐢 = {βˆ’33, βˆ’13, 14, 59, 32, 48, 12} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 7 sebab untuk setiap y dengan 0 ≀ 𝑦 < 3, ada lebih dari satu x dengan dengan 1 ≀ 𝑖 < 7 sedemikian hingga π‘Žπ‘¦ ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) atau π‘₯ ≑ 𝑦(π‘šπ‘œπ‘‘ 7).

βˆ’33 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) 59 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) 48 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) βˆ’13 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 7), 32 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) 12 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 7)

14 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 7)

5) Himpunan 𝐷 = {10, βˆ’5, 27} adalah bukan suatu sistem residu lengkap modulo 3 sebab untuk suatu 𝑦 = 1 dengan 0 ≀ 𝑦 < 3, ada lebih dari satu π‘₯ (yaitu 10 dan βˆ’5) sehingga 10 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 3) βˆ’ 5 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 3)

6) Algoritma pembagian menunjukkan bahwa himpunan bilangan bulat 0,1, … , π‘šβ€“ 1 merupakan suatu sistem residu lengkap modulo π‘š, dan disebut sebagai residu non-negatif terkecil modulo π‘š.

Definisi 2.3

Suatu himpunan bilangan bulat {π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯π‘˜} disebut suatu sistem residu tereduksi modulo π‘š jika dan hanya jika:

i. (π‘₯𝑖 , π‘š) = 1, 1 ≀ 𝑖 < π‘˜

ii. π‘₯𝑖 ≑ π‘₯𝑗(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) untuk setiap 𝑖 β‰  𝑗

iii. Jika (𝑦, π‘š) = 1, maka 𝑦 ≑ π‘₯𝑖(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) untuk suatu 𝑖 = 1, 2, … , π‘˜ Contoh 2.10

1) Himpunan {1,5} adalah suatu sistem residu tereduksi modulo 6 sebab: a) (1,6) = 1 π‘‘π‘Žπ‘› (5,6) = 1

b) 5 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 6)

2) Himpunan {17, 91} adalah suatu sistem residu tereduksi modulo 6 sebab: a) (17,6) = 1 π‘‘π‘Žπ‘› (91, 1, 6) = 1

b) 91 ≑ 17(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) Contoh 2.11

1) Himpunan 𝐴 = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 8. Unsur-unsur 𝐴 yang tidak relatif prima dengan 8 adalah 0, 2, 4, dan 6 karena (0,8) = 8 β‰  1, (2,8) = 2 β‰  1, (4,8) = 4 β‰  1, π‘‘π‘Žπ‘› (6,8) = 2 β‰  1. Misalkan 𝐡 adalah himpunan dari unsur-unsur yang tertinggal, maka 𝐡 = {1, 3, 5, 7}, dan 𝐡 merupakan suatu sistem residu tereduksi modulo 8 karena memenuhi definisi 2.2 2.

2) Himpunan 𝐴 = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 20. Jika unsur-unsur 𝐴 yang tidak relatif prima dengan 20 dibuang, yaitu 0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 12,

14, 15, 16, dan 18, maka unsur-unsur yang tertinggal adalah 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, dan 19, dan 𝐡 = {1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19} merupakan suatu sistem residu tereduksi modulo 20

Definisi 2.4

Ditentukan π‘š adalah suatu bilangan bulat positif. Banyaknya residu di dalam suatu sistem residu tereduksi modulo π‘š disebut fungsi πœ™-Euler dari π‘š, dan dinyatakan dengan πœ™(π‘š).

Contoh 2.12

πœ™(2) = 1, diperoleh dari unsur 1

πœ™(3) = 2, diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 2 πœ™(4) = 2, diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 3 πœ™(5) = 4, diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 3, dan 4

πœ™(16) = 8, diperoleh dari unsur-unsur 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 πœ™(27) = 18, diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 4, 5, 7, 8, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, dan 26

πœ™(𝑝) = 𝑝– 1 jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima Teorema 2.15

Ditentukan (π‘Ž, π‘š) = 1

Jika {π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯π‘˜} adalah suatu sistem residu modulo π‘š yang lengkap atau tereduksi, maka {π‘Žπ‘₯1, π‘Žπ‘₯2, … , π‘Žπ‘₯π‘˜} juga merupakan suatu sistem residu modulo π‘š yang lengkap atau tereduksi.

Contoh 2.13

1. Himpunan 𝐴 = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah merupakan suatu sistem residu lengkap modulo 6. Jika masing-masing unsur 𝐴 dikalikan dengan 5, yang mana (5,6) = 1, dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan 𝐡, maka dapat ditentukan bahwa 𝐡 = {0, 5, 10, 15, 20, 25}. Himpunan 𝐡 merupakan suatu sistem residu yang lengkap modulo 6 sebab setiap unsur 𝐡 kongruen dengan satu dan hanya satu 𝑦 ∈ {0, 1, 2, 3, 4, 5}, yaitu:

0 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) 10 ≑ 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) 20 ≑ 2(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) 5 ≑ 5(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) 15 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 6) 25 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 6)

2. Himpunan 𝐴 = {1, 5, 7, 11} adalah merupakan suatu sistem residu tereduksi modulo 12. Jika masing-masing unsur 𝐴 dikalikan dengan 17 dengan (17,12) = 1, dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan 𝐡, maka dapat ditentukan bahwa 𝐡 = {17, 85, 119, 187}. Himpunan 𝐡 merupakan suatu sistem residu tereduksi modulo 12 sebab setiap unsur 𝐡 relatif prima dengan 12, dan tidak ada sepasang unsur B yang kongruen, yaitu

(17,12) = (85,12) = (119,12) = (187,12) = 1

17 ≑ 85(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) 17 ≑ 119(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) 17 ≑ 187(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) 85 ≑ 119(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) 85 ≑ 187(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) 119 ≑ 187(π‘šπ‘œπ‘‘ 12)

Teorema 2.16 Teorema Euler

Jika π‘Ž, π‘š ∈ Ξ– dan π‘š > 0 sehingga (π‘Ž, π‘š) = 1, maka π‘Žπœ™(π‘š) ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š)

Contoh 2.14

Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 23500.

Soal ini dapat dijawab dengan menyatakan maknanya dalam bentuk lain, yaitu sama dengan mencari π‘₯ jika 23500 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 100). Kemudian bentuk 23500 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 100) dapat dipecah menjadi 23500 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) dan 23500 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 25).

1) mencari π‘₯ dari 23500 ≑ π‘₯ (π‘šπ‘œπ‘‘ 4).

23 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 4), maka 232 ≑ 9(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 4), sehingga 23500 = (232)250

Dengan demikian 23500 = (232)250≑ 1250(π‘šπ‘œπ‘‘ 4), atau π‘₯ ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) 2) mencari π‘₯ dari 23500 ≑ π‘₯ (π‘šπ‘œπ‘‘ 25) 23 ≑ βˆ’2(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), maka 232 ≑ 4(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), 234 ≑ 16(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), 238 ≑ 6(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), 2316 ≑ 11(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), 2332 ≑ βˆ’4(π‘šπ‘œπ‘‘ 25) 2364 ≑ 16(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), 23128 ≑ 6(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), dan 23256 ≑ 11(π‘šπ‘œπ‘‘ 25) Dengan demikian 23500 = 23256 . 23128 . 2364 . 2332 . 2316 . 234

≑ 11.6.16. (βˆ’4). 11.16(π‘šπ‘œπ‘‘ 25) ≑ (βˆ’4). 6. (βˆ’4). 6(π‘šπ‘œπ‘‘ 25)

≑ 576(π‘šπ‘œπ‘‘ 25)

≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), yaitu π‘₯ ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 25)

Dari hasil 1) dan 2), yaitu π‘₯ ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 4) dan π‘₯ ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 25), maka berdasarkan pada Teorema 2.14(b), π‘₯ ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ [4,25])π‘₯ ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 100)

jadi 23500 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 100), berarti dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 23500 adalah 01.

Contoh 2.15

Tunjukkan jika (𝑛, 7) = 1, 𝑛 ∈ Ν, maka 7│𝑛7 – 𝑛 Jawab:

Karena (𝑛, 7) = 1, maka menurut Teorema Euler, π‘›πœ™(7 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 7). Selanjutnya πœ™(7) = 6, sehingga diperoleh 𝑛 6 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 6), 𝑑an sesuai Definisi 3.1, 7│𝑛6 – 1, dan akibatnya 7│𝑛(𝑛6 – 1) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 7│𝑛7 – 1

Contoh 2.16

Jika bulan ini adalah bulan Mei, maka 23943 bulan lagi adalah bulan Jawab:

Permasalahan ini dapat diganti dengan mencari π‘₯ jika 23943 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 12). Karena (239,12) = 1, maka menurut Teorema Euler, 239πœ™(12) ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 12). Selanjutnya πœ™(12) = 4, sehingga diperoleh 2394 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 12).

23943 = (2394)10.2393 ≑ 1.2393 (π‘šπ‘œπ‘‘ 12) ≑ (βˆ’1)(βˆ’1)(βˆ’1)(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) ≑ 11(π‘šπ‘œπ‘‘ 12)

Jadi π‘₯ = 11, dengan demikian 23943 bulan lagi adalah bulan April.

Kongruensi linier π‘Žπ‘₯ ≑ 𝑏(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) dapat diselesaikan dengan menggunakan Teorema Euler sebagai berikut:

π‘Žπ‘₯ ≑ 𝑏(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) π‘Žπœ™(π‘š)βˆ’1. π‘Žπ‘₯ ≑ π‘Ž πœ™(π‘š)βˆ’1 . 𝑏(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) π‘₯ ≑ π‘Žπœ™(π‘š)βˆ’1 𝑏(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) Penyelesian 7π‘₯ ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) adalah π‘₯ ≑ 7 πœ™(12)βˆ’1 . 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) ≑ 74βˆ’ 1 . 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) ≑ 73 . 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) ≑ 21(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) ≑ 9(π‘šπ‘œπ‘‘ 12) Teorema 2.17 Teorema Kecil Fermat

Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima dan 𝑝 tidak membagi π‘Ž, maka π‘Žπ‘βˆ’1 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 𝑝)

Contoh 2.18

Carilah suatu π‘₯ jika 2250 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) dan 0 ≀ π‘₯ < 7 Jawab:

Karena 7 adalah bilangan prima, (2,7) = 1, dan πœ™(7) = 7 βˆ’ 1 = 6, maka: 2πœ™(7) ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 7)

26 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 7)

2250 = (26)41 . 24 ≑ 1.2 4 (π‘šπ‘œπ‘‘ 7) ≑ 16(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) ≑ 2(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) Jadi: π‘₯ = 2

Contoh 2.19

Carilah satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari: 1) 2500

2) 7175 Jawab:

Untuk mencari digit terakhir dari lambang bilangan basis 10, permasalahan dapat dipandang sebagai mencari π‘₯ jika 𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 10). Karena 2.5 = 10 dan (2,5) = 1, maka 𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 10) dapat dinyatakan sebagai 𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 2) dan 𝑦 ≑ π‘₯(π‘šπ‘œπ‘‘ 5)

1) 2 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 2), maka 2500 ≑ 0, 2, 4, 6, 8, … (π‘šπ‘œπ‘‘ 2)

πœ™(5) = 4 π‘‘π‘Žπ‘› (2,5) = 1, maka 24 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 5), sehingga 2500 = (24)125 . 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) ≑ 1, 6, 11, 16, 21, … (π‘šπ‘œπ‘‘ 5)

Dengan demikian 2500 ≑ 6(π‘šπ‘œπ‘‘ 2)dan 2500 ≑ 6(π‘šπ‘œπ‘‘ 5), berarti 2500 ≑ 6(π‘šπ‘œπ‘‘ 10). Satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari 2500 adalah 6. 2) 7 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 2), maka 7175 ≑ 1, 3, 5, … (π‘šπ‘œπ‘‘ 2)

πœ™(5) = 4 π‘‘π‘Žπ‘› (7,5) = 1, maka 7 4 ≑ 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 5), sehingga 7175

= (74)43 . 73 ≑ 73(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) ≑ 2.2.2(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) ≑ 8(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 5) ≑ 3, 8, 13, 18, … (π‘šπ‘œπ‘‘ 5).

Dengan demikian 7175 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 2) dan 7175 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 5), berarti 7175 ≑ 3(π‘šπ‘œπ‘‘ 10). Satu digit terakhir lambing bilangan basis 10 dari 7175 adalah 3. Teorema 2.18

Jika (π‘Ž, π‘š) = 1, maka hubungan π‘Žπ‘₯ ≑ 𝑏(π‘šπ‘œπ‘‘ π‘š) mempunyai selesaian π‘₯ = π‘Žπœ™(π‘š)βˆ’1 . 𝑏 + π‘‘π‘š

Teorema 2.19 Teorema Wilson

Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima, maka (𝑝– 1)! ≑ βˆ’1(π‘šπ‘œπ‘‘ 𝑝) Contoh 3.20 1) (7– 1)! = 6! = 1.2.3.4.5.6 = 1. (2.4). (3.5). 6 = 1.8.15.6 ≑ 1.1.1.6(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) ≑ – 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 7) 2) (13– 1)! = 12! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12 = 1. (2.7). (3.9). (4.10). (5.8). (6.11). 12 = 1.14.27.40.40.66.12 ≑ 1.1.1.1.1.1.12(π‘šπ‘œπ‘‘ 13) ≑ – 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 13) Teorema 2.20

Jika 𝑛 adalah suatu bilangan bulat positif sehingga (𝑛– 1)! ≑– 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 𝑛), maka 𝑛 adalah suatu bilangan prima.

Contoh 3.21

(15– 1)! = 14! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14 = 1.2. (15).4.6.7.8.9.10.11.12.13.14 ≑ 0(π‘šπ‘œπ‘‘ 15)

(15– 1)! = 14! tidak kongruen dengan – 1(π‘šπ‘œπ‘‘ 15), maka 15 bukan suatu bilangan prima.

Dalam dokumen MODUL BELAJAR MANDIRI CALON GURU (Halaman 68-79)

Dokumen terkait