• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.3. Penguasaan Lahan Pertanian (Pribumi dan Pendatang)

5.3.1. Kekuatan Aktor Pendatang dan Pribumi dalam Pengelolaan Irigasi

Penguasaan lahan pertanian dari pendatang juga di terapkan dalam pengelolaan irigasi dimana aktor lebih berperan dalam membangun relasi dengan petugas pengelolah irigasi pendatang memanfaatkan modal ekonomi sebagai sumber utama membangun relasi sedangkan pribumi membangun relasi dengan modal budanya dan modal sosial yang lebih dekat dengan hubungan saudara atau teman dan adapun yang membangun relasi dengan modal ekonomi. Relasi-relasi yang dibangun dengan petugas lebih mengarah pada cukupnya air pada lahan pertanian agar penghasilan panen memiliki hasil yang baik. Lahan pertanian yang luas membutuhkan air yang banyak untuk menjaga tanaman padi tetap subur sehingga penting membangun kerja sama dengan petugas pegelolah irigasi.

Aktor-aktor pengelola irigasi yang berada dalam struktur pengelola masih banyak berasal dari pribumi sehingga petani pendatang kurang berpartisipasi dalam organisasi dan kelompok tani. Namun relasi yang dibangun anatara pribumi dan pendatang untuk mendapatkan akses air yang lebih baik pendatang lebih unggul dalam membangun relasi terutama membangun relasi dengan modal ekonomi. pendatang juga mulai membangun relasi antara sesama pendatang kusus bagi mereka yang berasal dari suku yang sama untuk berada dalam struktur organisasi ini dilihat dari pemilihan ketua P3A ada pendatang yang mulai mencalonkan diri untuk menjadi ketua Petugas pengelolah dan pembagian air.

“Paling banyak pengurus dalam struktur organisasi adalah petani pribumi, ini membuat pendatang kurang terlibat dalam organisasi dan kelompok namun dalam pemilihan ketua P3A akhirr-akhir ini ada pendatang yang mulai mencalonkan diri. (Hasil Wawancara Pak Peter Tanggal 17-01-2013)”.

Petugas yang terlibat dalam organisasi pengelolah dan pembagian air masih banyak petani pribumi ini dinilai lebih baik karena budaya yang masih kental membuat masyarakat lebih memilih petani asal suku sendiri dan tidak memilih petani suku lain untuk menjadi ketua atau petugas pengelolah irigasi, sehingga prioritas petugas

76

pengelolah irigasi masih pada petani pribumi. Sehingga kalau dilihat kekuasaan dalam mengelolah irigasi sepenuhnya dikendalikan oleh petani pribumi namun relasi kerja sama tidak melihat pribumi dan pendatang namun lebih pada kebutuhan, baik kebutuhan petugas dan kebutuhan petani. kebutuhan petugas lebih kepada apa yang akan didapat sendangkan kebutuhan petani baik pribumi dan pendatang lebih pada akses air pada lahan pertanian sehingga petani-petani yang hanya mengelolah lahan dengan modal seadanya tanpa adanaya hubungan atau relasi dengan petugas akan menilai adanya pembagian air yang tidak merata pada lahan pertanian.

Kerja sama yang dilakukan pribumi dan pendatang dengan petugas pengelolah air irigasi bisa dikatakan bebeda petani pribumi lebih membangun hubungan kedekatan sebagai saudara dan teaman untuk membangun relasi pada akses air pada lahan pertanian. Petani pribumi lebih memilih pengelolah irigasi berasal dari suku Timor sehingga kerja sama yang dibangun lebih mudah atau modal yang dikeluarkan cukup ringan karena adanya modal budaya yang masih erat pada sesama suku.

“karena sebagian besar pengurus struktur dan kelompok berasal dari pribumi ( petani asal timor) sehingga mereka bisa bekerja sama terkusus saudara dekat atau teman. (Hasil Wawancara Pak Simon Tanggal, 01-02-2013)”.

Petani pribumi membangun relasi lebih mudah karena petugas pengelolah irigasi adalah masyarakat pribumi terutama keluarga, teman dekat. Namun petani pribumi lainya memiliki masalah dalam membagun relasi karena tidak adanya kedekatan hubungan sehingga relasi yang dibangun untuk memperoleh akses air yang baik juga harus melalui modal ekonomi. Namun bagi petani-petani pribumi yang tidak membangun relasi dengan baik akan mengalami masalah pada akses air pada lahan pertanian sewaktu-waktu air akan dibagikan pada lahan pertanian dengan baik namun jika suplai air dari pintu air utama terbatas maka akan ada pembagian air yang tidak merata.

“pendatang dan pengusaha memiliki kekuatan dari modal ekonomi,

membeli lahan, memperlancar air ke lahan pertanian dengan membayar petugas. (Hasil Wawancara Pak Simon Tanggal, 01-02-2013)”.

77

Petani pendatang bekerja sama dengan petugas untuk lebih mudah mengakses air pada lahan pertanianya dengan membanyar petugas. Relasi kekuasaan yang dibangun pendatang juga dilakukan petani pribumi yang memiliki modal ekonomi yang cukup namun petani pribumi lainya yang mengelolah lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta biaya pendidikan anak akan kesulitan membagun relasi yang sama dengan petugas karena modal ekonomi yang pas-pasan sehingga penulis memlihat relasi yang dibangun oleh pendatang sangat baik untuk memperoleh apa yang diinginkan namun masalahnya akan berdampak pada petani-petani pribumi yang tidak memiliki relasi yang baik dengan petugas dan petani-petani lainya.

Modal ekonomi menurut Bourdieu mencangkup alat-alat produksi (mesin,tanah,buruh), materi (pendapatan dan benda-benda) dan uang yang dengan mudah digunakan untuk segalah tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gerak modal yang dinamis menandakan bahwa modal dapat berkurang atau bertambah. Semakin besar seseorang mengakumulasi modal tertentu maka makin besar pula peluang untuk mengkonversi modal. Modal ekonomi dan budaya yang memiliki daya besar untuk menentukan jejang hierarkis dalam masyarakat. Prinsip hierarki dan diferernsasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang diakumulasi dan struktur modal itu sendiri. Mereka yang menguasai modal dalam jumlah yang besar akan memperoleh kekuasaan yang besar pulah yang menempati posisi hierarki tertinggi (kelas dominan). Peningkatan jenjang bagi kelompok ini sangat tergantung pada kemampuan mereka memperbesar dan mengembangkan modal yang mereka miliki sedangkan mereka yang tidak memiliki modal sama sekali menempati jenjang hierarki social terendah.

Kekuatan aktor pendatang dan pribumi dalam pengelolaan irigasi sangat berkaitan dengan teori pieere Bourdieu mengenai ranah (field) Menurut piere bourdieu (dalam Rindawati, 1988; 429) Ranah diartikan sebagai sesuatu yang dinamis dimana ranah merupakan kekuatan yang bersifat otonom dan didalamnya berlangsung perjuangan posisi-posisi. Perjuangan ini dipandang mentransformasikan atau mempertahankan ranah kekuatan. Posisi-posisi ditentukan oleh pembagian modal untuk parah aktor yang berlokasi di ranah tersebut. Ketika posisi telah dicapai maka mereka dapat melakukan

78

interaksi dengan habitus untuk menghasilkan sikap-sikap yang berbeda dan memiliki efek tersendiri pada ekonomi, pengambilan posisi di dalam ranah tersebut. (Rindawati, 1988; 429)

Dokumen terkait