KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL SIGNATURE DALAM SENGKETA PERDATA
3.1 Prosedur Beracara Dalam Hukum Perdata
Persengketaan perdata adalah persengkataan yang dapat terjadi pada perseorangan atau badan hukum. Sebelum menempuh penyelesaian melalui jalur hukum, disarankan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui proses musyawarah/mediasi, baik melalui mekanisme adat, lembaga keagamaan, atau lembaga mediasi. Bila ternyata mediasi tidak dapat menyelesaikan sengketa yang ada, barulah penyelesaian sengketa dapat melalui pengadilan.20 Berikut adalah hal-hal dasar yang harus diketahui mengenai proses peradilan perdata di pengadilan :
1. Pendaftaran Gugatan
Surat gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak.
Adapun pengertian daripada surat permohonan adalah suatu permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung
20
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992).,hlm 41
38
sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.
Perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah bahwa dalam perkara gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan.
Dalam perkara gugatan terdapat dua pihak yang saling berhadapan (yaitu penggugat dan tergugat), sedangkan dalam perkara permohonan hanya ada satu pihak saja (yaitu pemohon). Namun demikian di Pengadilan Agama ada permohonan yang perkaranya mengandung sengketa sehingga di dalamnya ada dua pihak yang disebut pemohon dan termohon, yaitu dalam perkara permohonan ijin ikrar talak dan permohonan ijin beristeri dari seorang.
Adapun syarat-syarat dan ketentuan surat gugatan antara lain sebagai berikut:
a. Syarat Formil
Pada umumnya syarat formal yang harus dipenuhi dalam suatu gugatan adalah:
1. Ditujukan (Dialamatkan ) kepada PN Sesuai dengan Kompetensi Relatif
Surat gugatan, secara formil harus ditujukan dan dialamatkan kepada PN sesuai dengan kompetensi relatif. Harus tegas dan jelas tertulis PN yang dituju sesuai dengan patokan kompetensi relatif yang diatur dalam Pasal 118 HIR. Apabila surat gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan kompetensi relatif :
39
- Mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil, karena gugatan disampaikan dan dialamtkan kepada PN yang berada di luar wilayah hukum yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya;
- Dengan demikian, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijkeverklaard) atas alasan hakim tidak berwenang mengadili.
2. Diberi Tanggal
Ketentuan undang-undang tidak menyebut surat gugatan harus mencantumkan tanggal. Begitu juga halnya jika surat gugatan dikaitkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, Pasal 1868 maupun Pasal 1874 KUH Perdata, tidak menyebutka pencantuman tanggal di dalamnya. Karena itu, jika bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR dihubungkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, pada dasarnya tidak mewajibkan pencantuman tanggal sebagai syarat formil.
3. Ditandatangani Penggugat atau Penguasa
Mengenai tanda tangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat gugatan. Pasal 118 ayat (1) HIR menyatakan :
- Gugatan perdata harus dimasukkan ke PN sesuai dengan kompetensi relatif, dan;
- Dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan) yang ditanda tangani oleh penggugat atau oleh wakilnya (kuasanya).
40 b. Syarat Materiil
Syarat materiil dari surat permohonan gugatan yang diajukan oleh penggugat, terdapat dalam RV Pasal 8 Nomor 3 yang meliputi:
1. Identitas Para Pihak
Penyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan syarat formil keabsahan gugatan. Surat gugatan yang tidak menyebut identitas para pihak, apalagi tidak menyebut identitas tergugat, menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada. Tentang penyebutan identitas dalam gugatan, sangat sederhana sekali. Tidak seperti yang disyaratkan dalam surat dakwaan dalam perkara pidana yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP (meliputi nama lengkap, agama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka).
Tidak seluas itu syarat identitas yang harus disebut dalam surat gugatan. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR, identitas yang harus dicantumkan cukup memadai sebagai dasar untuk :
- Menyampaikan panggilan, atau - Menyampaikan pemberitahuan.
Dengan demikian, oleh karena tujuan pencantuman agar dapat disampaikan panggilan atau pemberitahuan, identitas wajib disebut, cukup meliputi :
- Nama Lengkap
41
maksud mencantumkan gelar atau alias, untuk membedakan orang tersebut dengan orang lain yang kebetulan namanya sama pada lingkungan tempat tinggal.
- Alamat atau Tempat Tinggal
- Penyebutan identitas lain, tidak imperative
2. Posita (Fundamentum petendi)
Mengacu pada Rv Pasal 8 Nomor 3 menyebutkan pula posita dan petitum sebagai pokok yang harus dipenuhi dalam surat gugatan. Posita merupakan dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa harus dijelaskan secara runtut dan sistematis sebab hal tersebut merupakan penjelas duduknya perkara sehingga adanya hak dan hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.
Secara garis besar dalam posita harus memuat antara lain:
a. Objek perkara yaitu mengenai hal apa gugatan yang akan diajukan.
b. Fakta-fakta hukum yaitu hal-hal yang menimbulkan sengketa. c. Kualifikasi perbuatan tergugat yaitu suatu perumusan mengenai
perbuatan materiil maupun moral dari tergugat yang dapat berupa perbuatan melawan hukum.
d. Uraian kerugian yang diderita oleh penggugat. 3. Petitum
42
penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum ini harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat sebab tuntutan yang tidak jelas maksudnya atau tidak sempurna dapat mengakibatkan tidak diterima atau ditolaknya tuntutan tersebut oleh hakim.
Dalam praktik peradilan petitum dibagi kedalam tiga bagian, yaitu: 1. Tuntutan pokok atau tuntutan primer
Merupakan tuntutan sebenarnya atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam posita.
2. Tuntutan tambahan.
Merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntuntan pokok. 3. Tuntutan subsidier atau pengganti.
Merupakan tuntutan yang diajukan penggugat untuk mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok dan tuntutan tambahan tidak diterima oleh hakim.21
Jika surat gugatan telah dibuat dan telah memenuhi syarat formal dan materiil (Lihat pasal 121 ayat (4) HIR, 145 Rbg, Zegelverordening 1921), maka surat gugatan tersebut haruslah didaftarkan ke panitera pengadilan di wilayah pengadilan yang ingin dituju untuk mendapatkan nomor perkara dan oleh panitera kemudian akan diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Disarankan bagi anda yang masih awam dengan hukum untuk mengkonsultasikan terlebih dahulu surat gugatan anda kepada ahli hukum sebelum didaftarkan. Hal tersebut sangat berguna untuk efisiensi
21
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2008)hlm. 29-34.
43
waktu dan biaya penyelesaian perkara. Karena apabila surat gugatan anda lemah dan tidak memenuhi syarat, maka lawan anda dapat mengajukan eksepsi. Dan bila ternyata eksepsi tersebut diterima, maka kemungkinan besar perkara anda akan dinyatakan “Niet Onvakelijkverklaard” (tidak dapat diterima) oleh majelis Hakim, yang dapat menyebabkan waktu dan biaya anda akan terbuang percuma karena harus mengajukan gugatan baru lagi.
2. Pengajuan Gugatan
Langkah selanjutnya adalah mengajukan gugatan di tempat yang tepat. Untuk menentukan pengadilan yang tepat untuk mengadili perkara yang diajukan, maka haruslah berdasarkan kompetensi absolute dan kompetensi relative yang ada sehingga perkara perdata tersebut dapat segera cepat ditangani. Bila salah mengajukan gugatan maka dapat menyebabkan gugatan “Niet Onvakelijkverklaard” (tidak dapat diterima) oleh pengadilan.
3. Persiapan Sidang
Dengan surat penetapan, Hakim yang menangani perkara perdata akan menentukan hari sidang dan melalui juru sita akan memanggil para pihak agar menghadap ke pengadilan pada hari yang telah ditetapkan.
Apabila Penggugat tidak hadir pada persidangan pertama maka Penggugat dianggap menggugurkan gugatan yang telah dibuat. Dan apabila Tergugat yang tidak hadir pada persidangan, setelah terlebih dahulu dipanggil tiga kali oleh juru sita, maka gugatan Penggugat dapat
44 dikabulkan dengan putusan verstek.
4. Persidangan
Susunan persidangan perdata yang lazim adalah sebagai berikut : a. Sidang Pertama
Pada sidang pertama Hakim akan membuka persidangan dengan menanyakan identitas para pihak, kemudian mengusahakan dan menghimbau para pihak untuk melakukan mediasi/perdamaian. Bila mediasi tidak tercapai maka persidangan akan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Namun bila mediasi tercapai maka akan dibuat akta perdamaian dan persidangan selesai.
b. Sidang Kedua
Pada sidang kedua agendanya adalah penyerahan jawaban dari pihak Tergugat atas gugatan dari pihak Penggugat. Jawaban dibuat rangkap 3 (tiga) untuk Penggugat, Hakim, dan arsip Tergugat sendiri.
c. Sidang Ketiga
Agenda sidang ketiga adalah penyerahan Replik. Replik adalah tanggapan Penggugat terhadap jawaban dari Tergugat.
d. Sidang Keempat
Agenda sidang keempat adalah penyerahan Duplik. Duplik adalah tanggapan Penggugat terhadap Replik.
e. Sidang Kelima
45
Penggugat terhadap dalil-dalil (posita) yang telah ia kemukakan sebelumnya untuk menguatkan gugatanya.
f. Sidang Keenam
Agenda sidang keenam adalah acara pembuktian oleh pihak Tergugat untuk menguatkan jawabanya.
g. Sidang Ketujuh
Agenda sidang ketujuh adalah penyerahan kesimpulan oleh para pihak sebagai langkah akhir untuk menguatkan dalil masing-masing sebelum hakim menjatuhkan putusan.
h. Sidang Kedelapan
Agenda sidang kedelapan adalah putusan Hakim. 5. Eksekusi
Eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata. Setelah Hakim membacakan putusan dan membagikannya kepada para pihak, maka saat itu jugalah putusan tersebut berlaku dan dapat dilaksanakan eksekusi.
Terdapat 3 (tiga) jenis pelaksanaan putusan eksekusi :
1. Eksekusi untuk membayar sejumlah uang (Lihat pasal 196 HIR dan pasal 208Rbg)
2. Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan (Lihat pasal 225 HIR dan pasal 259 Rbg)
46 6. Upaya Hukum
Apabila saat menerima putusan terdapat salah satu pihak yang merasa tidak puas terhadap hasil putusan yang ada, maka pihak tersebut dapat menempuh upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. 1. Upaya hukum biasa ialah perlawanan terhadap putusan perstele,
banding, kasasi, upaya hukum ini pada umumnya adalah menangguhkan pelaksanaan putusan, kecuali apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketentuan didasarkan pasal 180 HIR. 2. Upaya hukum luar biasa adalah terjadi perlawanan pada pihak ketiga
dan dalam Peninjauan Kembali (request civiel). Adapun upaya hukum luar biasa ini tidak menangguhkan eksekusi.
3.2 Fungsi Digital Signature Sebagai Alat Bukti Dalam Hukum Acara
Perdata
Digital Signature memiliki fungsi sebagai penanda pada data yang memastikan bahwa data tersebut adalah data yang sebenarnya (tidak ada yang berubah). Dengan begitu, Digital Signature dapat memenuhi setidaknya dua syarat keamanan jaringan, yaitu Authenticity dan Nonrepudiation.22
Digital signature merupakan sistem keamanan kriptografi simetris (symetric crypthography/secret key crypthography) atau public key cryptography system yang dikenal sebagai kriptografi simetris, menggunakan kunci yang sama dalam melakukan enkripsi dan dekripsi terhadap suatu pesan (message), disini pengirim dan penerima menggunakan kunci yang sama sehingga mereka harus
22
http://radhafisinau.blogspot.co.id/2013/10/kerangka-hukum-digital-signature-dalam.html
47
menjaga kerahasian (secret) terhadap kunci tersebut.
Berdasarkan pada Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan,terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Tujuan dari suatu tanda tangan dalam suatu dokumen elektronik adalah sebagai berikut :
a. untuk memastikan otensitas dari dokumen tersebut;
b. untuk menerima/menyetujui secara menyakinkan isi dari sebuah tulisan.
Dengan memberikan digital signature pada data elektronik yang dikirimkan maka akan dapat ditunjukkan darimana data elektronis tersebut sesungguhnya berasal. Integritas pesan tersebut akan terjamin karena keberadaan dari Digital Certificate yang diperoleh atas dasar aplikasi kepada Cerfication Authority oleh user/subscriber. digital certificate berisi informasi mengenai pengguna yaitu identitas, kewenangan, kedudukan hokum serta status dari user.
Pentingnya kepercayaan yang tinggi dalam otentisitas pengirim ini terutama jelas dalam konteks keuangan. Misalnya, kantor cabang bank mengirimkan instruksi ke kantor pusat meminta perubahan saldo account. Apabila kantor pusat tidak yakin bahwa pesan tersebut benar-benar dikirim dari sumber resmi, bertindak atas permintaan semacam itu bisa menjadi kesalahan besar.
48
Integritas/integrity yaitu jika seorang penerima pesan/data merasa yakin bahwa pesan/data tersebut pernah dimodifikasi atau diubah selama proses pengiriman atau penyimpanan.
Penggunaan digital signature yang diaplikasikan pada pesan/data elektronik yang dikirimkan dapat menjamin bahwa pesan/data elektronik tersebut tidak mengalami suatu perubahan atau modifikasi oleh pihak yang tidak berwenang.
Dalam skenario banyak, pengirim dan penerima pesan mungkin memiliki kebutuhan untuk keyakinan bahwa pesan belum diubah selama transmisi. Meskipun menyembunyikan enkripsi isi pesan, dimungkinkan untuk mengubah sebuah pesan terenkripsi tanpa memahaminya. Namun, jika pesan secara digital ditandatangani, setiap perubahan dalam pesan setelah tanda tangan akan membatalkan tanda tangannya. Selain itu, tidak ada cara yang efisien untuk memodifikasi pesan dan tanda tangan untuk menghasilkan pesan baru dengan tanda tangan yang sah, karena ini masih dianggap layak oleh sebagian besar komputasi fungsi hash kriptografi.
Non repudiation adalah hal yang sangat penting bagi e-commerce apabila suatu transaksi dilakukan melalui suatu jaringan internet, kontrak elektronik (electronic contracts), ataupun transaksi pembayaran.merupakan aspek penting dari tanda tangan digital. Dengan properti ini suatu entitas yang telah menandatangani beberapa informasi tidak dapat di lain waktu menyangkal memiliki menandatanganinya.
49
Demikian pula, akses ke kunci publik hanya tidak memungkinkan pihak penipuan untuk palsu tanda tangan valid.
Pesan dalam bentuk data elektronik yang dikirimkan bersifat rahasia/confidential, sehingga tidak semua orang dapat mengetahui isi data elektronik yang telah di-sign dan dimasukkan dalam digital envelope. Keberadaan digital envelope yang termasuk bagian yang integral dari digital signature menyebabkan suatu pesan yang telah dienkripsi hanya dapat dibuka oleh orang yang berhak. Tingkat kerahasiaan dari suatu pesan yang telah dienkripsi ini, tergantung dari panjang kunci/key yang dipakai untuk melakukan enkripsi.
3.3 Kekuatan Pembuktian Digital Signature Dalam Sengketa Perdata
Kekuatan beban pembuktian yang melekat dalam digital signature
ditinjau dari pembuktian hukum acara perdata memiliki kekuatan beban bukti setingkat dengan akta bawah tangan (ABT), oleh karena itu kekuatan beban bukti yang melekat dalam tanda tangan pada surat elektronik hanya kekuatan pembuktian formil dan pembuktian materil.23
Pengaturan penandatanganan non elektronik ditegaskan dalam Pasal 1 Ordonansi tahun 1867 No. 29. Dalam Ordoansi itu ditegaskan bahwa ketentuan tantang kekuatan pembuktian dari tulisan-tulisan di bawah tangan dari orang-orang Indonesia atau yang disamakan dengan mereka. Sejalan dengan itu Yahya Harahap juga menguraikan arti penting tanda tangan. Menurut kepustakaan tersebut, tanda tangan berfungsi sebagai syarat yang mutlak sahnya suatu akta. Oleh sebab itu maka tulisan yang hendak dijadikan surat harus ditandatangani
23
50
pihak yang terlibat dalam pembuatannya.24 Dengan perkataan lain, suatu surat atau tulisan yang memuat pernyataan atau kesepakatan yang jelas dan terang, tetapi tidak ditandatangani, ditinjau dari segi hukum pembuktian dipandang sebagai sesuatu yang tidak sempurna sebagai surat atau akta sehingga tidak sah dipergunakan sebagai alat bukti tulisan. Dalam hubungan dengan itu, tanda tangan sebagai identitas diri juga menjadi simbol sekaligus semiotik hokum bahwa diantara para pihak itu telah melahirkan konsensus untuk tunduk pada norma-noma imperatif yang dibangunnya. Oleh karena itu jika diringkaskan maka dalam hukum, hakikat tada tangan dalam kaitannya dengan tujuan hukum adalah sarana membangun kepastian untuk menjadi pedoman dalam melahirkan peristiwa-peristiwa hukum (seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan perjanjian utang piutang lainnya).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hakikat dari pada tanda tangan digital sebagai berikut: pertama, sebagai alat bukti identifikasi para pihak. Dari mekanisme atau tata kerja lahirnya tanda tangan digital melalui proses enkripsi dengan tekhnik kriptografi, lahirlah kunci privat dari salah satu pihak sehingga dapat membuka kunci pulik milik pelanggan dari salah satu pihak yang hendak melakukan perjanjian tersebut. Kedua, memenuhi syarat formalitas. Dilibatkannya lembaga certification authority sebagai lembaga yang dipercaya untuk menjamin kerahasiaan digital signature. Negara masih mengusahakan agar memilki lembaga yang berada di bawah naungan Pemerintah untuk menerbitkan sertifikat digital. Ketiga, tanda persetujuan. Sifat yang ada dalam tanda tangan digital sebagai kunci untuk membuka kontrak yang telah dienkripsi
24
Ibrahim Ibdam, Perbandingan Hukum Terhadap Peranti Keras Komputer, Bandung, Alumni, hal., 23
51
pula maka pada saat pihak yang memiliki kunci privat mencocokan kunci publik milik pelaku usaha misalnya, maka pada saat pihak yang memiliki kunci publik itu mengetahui penawaran pelanggannya, maka saat itu juga merupakantanda persetujuan atas peristiwa hukum yang akan terjadi dari kedua pihak.Keempat, efisiensi.Setelah pelanggan menyatakan persetujuannya denganmembuka atau melakukan dekripsi atas kontrak yang telah dienkripsi, dan membaca segala ketentuan yang harus diikuti terhadap pelaku usaha, maka kedua pihak secara tegas menyepakati tunduk pada ketentuan yang ada dalam kontrak yang telah dienkripsi itu.
52 BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
1. Keabsahan Digital Signitaure menurut UU ITE sebagaimana asas-asas tersebut tercantum dalam Undang-undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-UndanganPasal 5 dan Pasal 6 yaitu berupa asas kejelasan tujuan, asas dapat dilaksanakan dan asas kejelasan rumusan.Dengan demikian tanda tangan elektronik (digital signature) merupakan alat bukti yang sah dan mempunyai akibat hukum yang sah, sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
2. Kekuatan pembuktian digital signature dalam sengketa perdata ditinjau dari UU ITE tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu, seperti layaknya kekutan pembuktian tanda tangan manual yang terdapat dalam akta otentik yaitu lengkap dan sempurna, hal tersebut yang memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus
53
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
4.2 Saran
1. Terkait dengan kekuasaan hakim dalam menginterpretasi akta elektronik dan tanda tangan elektronik dalam hal pembuktiannya, akan lebih bijak apabila hakim tersebut mempunyai pengetahuan terhadap bidang teknologi informasi sehingga hakim dapat lebih kompeten dan lebih jeli serta mempunyai pertimbangan tersendiri dalam memutuskan suatu perkara.
2. Perlu adanya kombinasi antara teknik kriptologi dan sertifikasi tanda tangan elektronik untuk melahirkan sebuah solusi keamanan yang lebih lengkap dan meyakinkan dalam mengidentifikasi para pihak yang bertransaksi dengan menggunakan akta elektronik dan tanda tangan elektronik. Oleh karena itu, ada baiknya Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan sertifikasi tanda tangan elektronik diatur dengan secara mendalam sehingga terjadi keseimbangan antara jaminan integritas dari sebuah akta elektronik dengan jaminan pengidentifikasian Penandatangan, yang pada akhirnya akan memberikan kekuatan hukum, berdasarkan asas présomption de fiabilité, kepada tanda tangan elektronik.
54
DAFTAR BACAAN
Abdul Halim Barkatullah, Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-Commerce, Pustaka pelajar, Yogyakarta.
Abu Bakar Munir, 1999, Cyber Law Policies and Challenges Butterworths Asia, Reflika Aditama, Jakarta.
Ahmad Suwandi, B.Setyo Ryanto, 2004, Menabur Sentuh, Menuai, Software Tangguh, PC, Media .
Alfitra, 2012, Hukum Pembuktian Dalam Pidana, Perdata, Dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta.
Amond Erik, 2005, Jaringan Online, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Atmojo, 1982, Internet untuk Bisnis, Ghalia Indonesia, Yogyakarta.
Broto Mandala, 2001, Tindak Pidana Teknologi Komunikasi, Ghalia Indonesia, Yogyakarta.
Fuady, 1999, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung.
Harahap, M. Yahya, 2005, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.
Haris, 2000, Aspek Hukum Transaksi Secara Elektronik di Pasar Modal, Jakarta.
Ibrahim, Jhohny, 2007, Teori Dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ibdam, Perbandingan Hukum Terhadap Peranti Keras Komputer, Bandung, Alumni, hal., 23
55
Keny Witso, Internet Isu, Bandung, Pustaka, Citra Aditama, 2002, hal., 11
Mery Magdalena, Cyber Law Tidak Perlu Takut, Yogyakarta, Andi, 2007, hal., 73
Budiarta, I Nyoman, Putu 2014, Penalaran Hukum Sebagai Metode Penemuan Hukum Dalam Mengisi Kekosongan Hukum, Universitas Warmadewa, Denpasar.
Soesilo, R. 1985, RBG/HIR Dengan Penjelasan, Politea, Bogor.
Rai Widjaya I.G, 2004, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Bekasi.
Ridwan, 2002, Pengakuan dan Keabsaan Digital Signature Dalam Perspektif Hukum Pembuktian, Jakarta.
Saleh, Wantjik, 1990, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Ghalia Indonesia, Jakarta. Subekti, 1986, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta.
Subekti. R Dan Tjitrosudibia, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bugerlijk Wetbook, Cetakan ketiga puluh Sembilan, Pradnya Paramita, Jakarta.
Soukamto, Soerjono, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Grafindo, Jakarta. Suekamto, Surjono, 1975, Beberapa Masalah Hukum Dalam Karangka
Pembangunan di Indinesia , Yayasan penerbit UI.
Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Undag-Undang No 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional