• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kelangsungan Hidup Parasit

Kolom SR (Survival Rate) yang terdapat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sel trophont yang dipelihara dalam suhu rendah mampu bertahan hidup 100% hingga pada hari ke-6 pengamatan, dan secara gradual mengalami kematian

kontrol perlakuan 9±20 C 27±10C 9±20 C 27±10C kontrol perlakuan

0 100 100 100 0 100 100 0 100 - − 1 100 100 100 0 100 100 0 100 - − 2 - 100 - 86 100 - 0 100 - − 3 - 100 - 100 − - 0 100 - − 4 - 100 - − − - 0 100 - + 5 - 100 - − − - 0 100 - + 6 - 100 - − − - 0 100 - + 7 - 92 - − − - 0 66,66 - ++ 8 - 85 - − − - 0 66,66 - ++ 9 - 80 - − − - 0 66,66 - +++ 10 - 77 - − − - 0 66,66 - +++ 11 - 68 - − − - 0 66,66 - +++ 12 - 48 - − − - 0 33,33 - +++ 13 - 40 - − − - 0 33,33 - +++ 14 - 35 - − − - 0 33,33 - +++ kontrol Perlakuan Hari

SR % Encystment % Excystment Abnormalitas

kontrol

sehingga nilai SR populasi parasit hanya 35% di akhir pengamatan. Sel parasit yang mati tidak mengalami lisis sehingga tetap bisa diamati pada hari terakhir pengamatan. Sedangkan seluruh sel trophont yang dipelihara pada suhu optimal (kontrol) menyelesaikan proses encystment dan excystment hanya dalam 18-24 jam, sehingga pada hari pertama pengamatan seluruh parasit sudah dalam stadia theront.

Ukuran sel yang besar memungkinkan parasit dapat menyimpan cadangan energi yang lebih banyak untuk proses pembelahan sel. Pada perlakuan suhu rendah, proses pembelahan sel diduga melambat dan mencegah proses pembentukan sel tomite, sehingga tersedia energi yang cukup bagi parasit untuk tetap bertahan hidup pada suhu rendah selama berada di luar tubuh inangnya.

Terdapat hubungan lurus antara ukuran sel trophont dengan viablitasnya, dimana sel trophont yang ukurannya lebih kecil dari 95 µm tidak akan mampu bertahan di luar tubuh inangnya (Dickerson 2006). Dalam penelitian ini, parasit yang digunakan adalah parasit dengan ukuran minimal 350 µm sehingga mampu bertahan selama beberapa hari. Pengamatan pada hari ke-14 menemukan hanya sel parasit yang berukuran minimal 600 µm yang terlihat masih hidup.

Kelangsungan hidup parasit yang rendah pada penelitian ini diduga disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu keterbatasan energi dan pengaruh suhu. Pemisahan parasit dari inangnya mengakibatkan tidak adanya suplai energi dari luar tubuh parasit dan memaksa parasit menggunakan cadangan energi yang ada untuk bertahan hidup. Kemampuan membentuk kista dan cadangan lipid diduga sangat menentukan kemampuan bertahan parasit saat meninggalkan inang (Ewing dan Kocan 1986). Jumlah energi yang terbatas dan sangat ditentukan oleh ukuran parasit akan menentukan berapa lama parasit tersebut mampu bertahan di luar tubuh ikan.

Terdapat perbedaan fisiologi antara parasit I. multifiliis yang menginfeksi ikan pada daerah subtropik dengan I. multifiliis yang menginfeksi ikan di daerah tropik. Perbedaan fisiologi tersebut diduga berkaitan dengan kemampuan toleransi parasit pada suhu inang dan suhu lingkungannya (Dickerson 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Noe dan Dickerson (1995) membuktikan parasit mampu bertahan pada tubuh inangnya selama 20,4 hari, jauh lebih lama dibandingkan

perlakuan kontrol 5-6 hari walaupun suhu diturunkan pada 9°C. Hal ini menjadi dugaan bahwa parasit I. multifiliis strain subtropik bertahan selama musim dingin dengan cara tinggal lebih lama pada tubuh inangnya dan berkembang jauh lebih lambat.

Penelitian terkait pada perlakuan suhu yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Noe dan Dickerson 2006; Dan et al. 2009) masih menggunakan kisaran suhu yang secara alami terjadi dalam siklus satu tahun di perairan setempat. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis karena menggunakan suhu 9°C yang jarang sekali terjadi di perairan daerah tropik sehingga kelangsungan hidup parasit hanya 35% saja setelah 14 hari perlakuan. Diduga parasit yang merupakan isolat tropik ini tidak mampu bertahan hidup lebih lama pada suhu 9°C.

4.2 Persentase Encystment

Kolom encystment pada Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu rendah hanya mampu menunda proses encystment (pembentukan kista) pada sel thropont pada hari pertama pengamatan (Gambar 5a) akan tetapi tidak mampu mencegah proses tersebut pada hari selanjutnya. Sel parasit yang dipelihara, melakukan inisiasi pembentukan kista pada hari ke-2 sebesar 86%, dan akhirnya pada hari ke-3, seluruh parasit yang dipelihara dalam suhu rendah sudah dalam stadia tomont (Gambar 5b).

Gambar 5. (a). Parasit pada stadia thropont pada perlakuan suhu rendah pada hari pertama. (b). Pada hari kedua sel parasit sudah memulai membentuk kista (panah hitam) dan melakukan inisiasi pembelahan sel (panah putih).

Proses encystment berjalan dengan normal setelah sel parasit diinkubasi pada suhu optimal 27°C. Pengamatan ini sesuai dengan hasil penemuan Dickerson

(2006), bahwa proses pembentukan kista dapat ditunda secara temporer dengan mengkondisikan parasit pada media air yang bersuhu di bawah 10°C, namun akan segera pulih kembali jika parasit dikondisikan pada suhu 21-23°C. Pembentukan kista diduga sebagai salah satu mekanisme bertahan bagi parasit untuk mencegah pengaruh lingkungan luar terhadap proses pembelahan biner yang terjadi di dalam sel, seperti infeksi oleh bakteri dan fungi, atau predasi oleh protozoa lainnya (Dickerson 2006).

4.3 Persentase Excystment

Berdasarkan nilai persentase excystment yang terdapat pada Tabel 1, terlihat bahwa proses excystment tidak terjadi selama parasit dipelihara dalam suhu rendah walaupun telah terjadi pembelahan sel pada sebagian parasit. Excystment

hanya terjadi pada sel parasit setelah diinkubasi pada suhu 27°C. Diawali dengan penyempurnaan pembelahan sel hingga pembentukan sel tomite, selanjutnya sel tomite berusaha keluar dari sel induk dengan cara menembus dinding kista. Perbedaan proses excystment di antara perlakuan suhu rendah dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. (a) Proses lepasnya sel theront dari kista (excystment) setelah 24 jam inkubasi sel parasit pada hari pertama, dan (b) proses

excystment dari parasit pada perlakuan suhu rendah hari ke-14. Secara umum seluruh sel parasit yang dipelihara selama 7 hari pertama mampu menyempurnakan proses excystment (100%) dimana sel tomite yang ukurannya seragam mulai bergerak untuk memecah dinding kista pada beberapa bagian sel tomont (Gambar 6a). Akan tetapi kemampuan tersebut semakin menurun dengan bertambahnya hari perlakuan dimana pada akhir pengamatan yaitu pada hari ke-14, hanya 33,33% dari parasit yang diinkubasi pada suhu 27°C yang mampu melakukan proses excystment. Selain menurunnya persentase

excystment, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses excystment juga lebih panjang (36-48 jam) dibandingkan pada perlakuan kontrol (18-24 jam) dengan ciri ukuran tomite yang tidak seragam dikarenakan tidak serentaknya proses pembelahan sel (Gambar 6b).

Perlakuan pada suhu diduga telah menekan metabolisme parasit dan bertambahnya waktu pemeliharaan di luar tubuh inang juga telah memaksa parasit untuk menggunakan cadangan energi yang lebih besar selama bertahan hidup, sehingga mengurangi cadangan energi yang dibutuhkan oleh sel tomite untuk proses excystment.

Dokumen terkait