• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap di Pesisir Utara Jawa Barat

5 PEMBAHASAN

5.1 Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap di Pesisir Utara Jawa Barat

Hasil analisis kondisi finansial usaha perikanan tangkap pada Bab 4, memberi informasi tentang kelayakan finansial usaha perikanan tangkap secara umum di pesisir utara Propinsi Jawa Barat. Semakin banyak usaha perikanan tangkap yang layak pengusahaannya secara finansial di suatu lokasi, maka semakin cerah prospek pengembangan perikanan tangkap di lokasi tersebut dan semakin memungkinkan untuk dikembangkannya kemitraan dengan lembaga keuangan. Untuk meningkatkan akurasi data kelayakan finansial usaha perikanan tangkap di setiap lokasi, maka analisis telah dilakukan terhadap enam sampai tujuh jenis usaha perikanan tangkap yang banyak dilakukan di setiap lokasi. Data usaha perikanan tangkap layak dan tidak layak dikembangkan akan menjadi informasi penting bagi perlu atau tidaknya usaha perikanan tangkap tersebut mendapat dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan yanga ada.

5.1.1 Kelayakan usaha perikanan tangkap di Kota Cirebon

Pada Tabel 21 disajikan kesimpulan tentang kelayakan setiap usaha perikanan tangkap yang banyak dilakukan di Kota Cirebon. Berdasarkan Tabel 21, lima dari tujuh usaha perikanan tangkap dominan yang terdapat di Kota Cirebon layak secara finansial untuk dikembangkan. Usaha perikanan handline, jaring insang tetap (JIT), dan jaring insang hanyut (JIH) merupakan usaha perikanan tangkap yang paling bagus secara finasial, karena ketiganya mempunyai B/C ratio, IRR, dan ROI yang jauh di atas standar. B/C ratio usaha perikanan handline, jaring insang tetap (JIT), dan jaring insang hanyut (JIH) masing-masing 2,08, 1,44, dan 1,32, sedangkan syarat finansial hanya perlu lebih dari 1. IRR usaha perikanan handline, jaring insang tetap (JIT), dan jaring insang hanyut (JIH) masing-masing 66,17 %, 27,34 %, dan 20,74 %, sedangkan syarat finansial hanya lebih tinggi dari suku bunga yang berlaku (9,5 %). ROI usaha perikanan handline, jaring insang tetap (JIT), dan jaring insang hanyut (JIH)

masing-masing 7,27, 4,96, dan 4,96, sedangkan syarat finansial hanya perlu lebih dari 1.

Tabel 21 Keputusan kelayakan pengembangan usaha perikanan tangkap di Kota Cirebon

Usaha Perikanan Tangkap

Keputusan Keterangan

Payang Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Bubu Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi syarat, B/C ratio sangat rendah dan ROI rendah

Jaring Angkat Lainnya

Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

JIH Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

JIT Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Handline Layak dikembangkan Semua parameter finansial memenuhi syarat

Pukat Udang Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi syarat, dan B/C ratio sangat rendah

Bila dilihat dari NPV, usaha perikanan payang mempunyai NPV paling tinggi (Rp 181.092.752). Namun payang ini tidak lebih bagus dari handline

karena IRRnya jauh lebih rendah daripada IRR handline, yaitu 17,78 %.

Tingginya NPV payang lebih disebabkan oleh skala pengusahaan payang yang besar. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis biaya investasi dimana biaya

investasi payang mencapai Rp 277.721.774, sedangkan handline hanya Rp

1.073.684. Terlepas dari ini, payang tetap menjadi usaha perikanan tangkap yang layak secara finansial untuk dikembangkan. Usaha perikanan payang, jaring insang hanyut (JIH), dan jaring insang tetap (JIT) dapat menjadi alternatif pengembangan bagi pengusaha atau kelompok nelayan yang ingin mengembangkan usaha perikanan tangkap skala besar di Kota Cirebon.

Handline dan jaring angkat lainnya merupakan usaha perikanan tangkap dengan modal kecil. Kedua usaha perikanan tangkap ini termasuk layak secara

finansial untuk dikembangkan. Handline banyak dilakukan oleh nelayan kecil secara sendiri atau kekeluargaan menangkap ikan ke laut, sedangkan jaring angkat lainnya banyak dioperasikan di muara atau pinggir-pinggir pantai yang dangkal. Kedua usaha perikanan tangkap termasuk usaha perikanan yang tua dan sudah lama berkembang di Kota Cirebon. Dalam kaitan dengan dukungan lembaga keuangan, usaha perikanan tangkap layak mendapat bantuan pembiyaan dari lembaga keuangan. Bila handline mempunyai IRR paling tinggi di Kota Cirebon (66,17 %), maka jaring angkat lainnya 14,97 % sehingga tetap masih lebih terandalkan dan dan secara finansial dapat membayar angsuran kredit.

Usaha perikanan bubu dan pukat udang merupakan usaha perikanan tangkap yang tidak layak dikembangkan. Keduanya mempunyai IRR dan NPV yang jauh dari harapan, serta NPV sangat rendah. Melihat nilai parameter finansial, kedua usaha perikanan tangkap ini merugikan bila diusahakan. Hal ini terbukti dari beberapa nelayan yang tidak berani menangkap ikan hanya dengan mengandalkan bubu atau pukat udang. Rendahnya hasil tangkapan pukat udang dan bubu ini dapat disebabkan oleh potensi sumberdaya udang dan ikan demersal yang sudah terancam di lokasi (Imron 2008). Selama ini kegiatan penangkapan ikan demersal banyak dilakukan pada wilayah fishing ground yang luas dengan mobilitas tinggi alat tangkap bukan dengan cara diam seperti bubu. Terkait dengan ini, maka lembaga keuangan tidak bisa memberikan kredit kepada kedua usaha perikanan tangkap ini di Kota Cirebon karena justru menimbulkan dampak sosial yang lebih luas dan merugikan kedua belah pihak.

5.1.2 Kelayakan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu

Hasil keputusan kelayakan pengembangan setiap usaha perikanan tangkap yang banyak dilakukan di Kabupaten Indramayu setelah dilakukan analisis terhadap beberapa parameter finansial penting disajikan pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22, lima dari tujuh usaha perikanan tangkap tersebut layak dikembangkan di Kabupaten Indaramayu. Dari usaha perikanan tangkap yang layak tersebut, usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH) merupakan dua usaha perikanan skala besar besar yang sangat bagus kelayakan finansialnya. Kedua usaha perikanan tangkap ini mempunyai NPV, B /C ratio, dan IRR yang fantastis, yaitu masing-masing Rp 454.465.535 dan Rp

344.738.291 untuk NPV, 1,40 dan 1,61 untuk B/C ratio, dan 23,14 % dan 29,13 % untuk IRR. Kedua usaha perikanan tangkap ini terandalkan dan sangat menguntungkan di Kabupaten Indramayu antara lain karena jangkauan fishing ground-nya yang luas dan kerjasama distribusi hasil tangkapan di laut.

Tabel 22 Keputusan kelayakan pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu

Usaha Perikanan Tangkap

Keputusan Keterangan

Payang Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Bubu Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Pancing Yang Lain Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi syarat, B/C ratio

JIH Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

JIT Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat Alat Pengumpul

Kerang

Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Rawai Tetap Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi persyaratan, B/C ratio sangat rendah dan ROI rendah

Fishing ground usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH) mencapai perairan dekat Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, sehingga hasil tangkapan yang didapat selalu banyak dan tidak mengenal musim. Untuk meminimalisir penggunaan BBM, nelayan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH) bekerjasama satu sama lain untuk menitipkan hasil tangkapan yang didapat pada nelayan lainnya yang pulang ke Indramayu. Hal ini sangat menghemat biaya mengingat BBM merupakan 70 – 80 % dari operasional usaha penangkapan ikan. Armada penangkapan dengan desain yang lebar meskipun tidak terlalu pancang memungkinkan armada penangkapan tersebut membawa hasil tangkapan yang banyak.

Mengingat kondisi tersebut, maka usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH) layak mendapat dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan. Meskipun hasil tangkapan menjanjikan, tetapi karena operasi penangkapan per tripnya memakan waktu 1-2 bulan tentu membutuhkan biaya perbekalan yang sangat besar. Hasil analisis lapang menunjukkan bahwa usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) terkadang masih membutuhkan talangan sementara 10 – 15 % untuk perbekalan dan lainnya. Sedangkan usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) membutuhkan sekitar 5 %.

Usaha perikanan payang juga termasuk layak dikembangkan di Kabupaten Indramayu. Meskipun hasil tangkapannya tidak sebesar jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH), tetapi payang cukup bertahan dengan kenaikan biaya operasional yang tinggi terutama BBM. Hal ini karena skala pengusahaannya lebih kecil dan waktu operasi per tripnya lebih pendek. Pengusahaan perikanan payang ini dapat memberikan NPV sekitar Rp 169.798.012 (lebih rendah dari JIT dan JIH). Namun demikian, pengusahaan payang terkadang dipengaruhi oleh musim, sehingga hasil tangkapan bisa tidak stabil dan penyediaan biaya operasional terkadang cukup sulit. Pada kondisi, peran lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk menyediakan dana talangan. Pada musim pacekelik, kebutuhan dana talangan dari luar bisa mencapai 30 – 45 %.

Usaha pengumpulan kerang merupakan usaha perikanan tangkap yang diusahakan dengan skala kecil di Kabupaten Indramayu. Usaha pengumpulan kerang dapat menjadi alternatif bagi keluarga nelayan kecil pada kondisi paceklik. Secara finansial usaha perikanan tangkap ini layak dikembangkan karena mempunyai B/C ratio dan IRR yang tinggi yaitu masing-masing mencapai 1,70 dan 34,43 %. Dukungan dari lembaga keuangan untuk usaha ini dapat diberikan untuk perbaikan alat pengumpul dan tambahan biaya perbekalan.

Usaha perikanan rawai tetap dan pancing lainnya merupakan dua usaha perikanan tangkap yang tidak layak dikembangkan di Kabupten Indramayu. Rawai tetap dan pancing lainnya tidak memenuhi syarat dari paremeter NPV dan IRR. NPV rawai tetap dan pancing lainnya bernilai negatif, yaitu masing-masing – Rp 1.766.209 dan – Rp 8.814. Sedangkan nilai IRR-nya di bawah suku bunga yang berlaku (9,5 %), yaitu masing-masing 0,76 % dan 6,44 %. Tidak layak pengembangan kedua usaha perikanan tangkap ini dapat disebabkan oleh sifat

operasinya yang tidak terandalkan untuk wilayah perairan Kabupaten Indramayu. Rawai tetap yang pengoperasiannya bersifat diam tentu akan sulit mendapat hasil tangkapan bila keluar ke wilayah perairan yang luas. Sementara pancing lainnya hanya dioperasikan di pinggir pantai atau ke perairan dangkal sekitar Indramayu sehingga hasil tangkapannya tidak bisa banyak.

5.1.3 Kelayakan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang

Berdasarkan hasil analisis pada Bab 4, maka dari enam usaha perikanan tangkap yang banyak dilakukan di Kabupaten Subang diputuskan ada empat yang termasuk layak dikembangkan dan ada dua yang tidak layak dikembangkan (Tabel 23). Usaha perikanan jaring insang lingkar (JIL) dan pancing tonda merupakan dua usaha perikanan tangkap paling bagus secara finansial.

Tabel 23 Keputusan kelayakan pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang

Usaha Perikanan Tangkap

Keputusan Keterangan

Bagan Perahu Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi persyaratan, B/C ratio sangat rendah dan ROI rendah

Jala Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi persyaratan, B/C ratio sangat rendah dan ROI rendah

Pancing Tonda Layak dikembangkan NPV dan IRR tidak memenuhi

syarat, ROI sangat rendah

JIL Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

JIT Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat Alat Pengumpul

Kerang

Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Secara umum, intensitas penangkapan di Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu termasuk relatif stabil, sedangkan di Kota Cirebon kurang stabil terutama untuk operasi usaha penangkapan besar seperti payang dan jaring insang hanyut (JIH). Hal ini karena sebagian besar usaha penangkapan tersebut

bukan asli Cirebon, tetapi merupakan pendatang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan wilayah Indonesia Timur. Terlepas dari ini, skala pengusahaan dan keuntungan bersih usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang (pancing tonda dan JIL) masih kecil terutama bila dibandingkan dengan usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH) di Kabupaten Indramayu. Pancing tonda dan JIL memberikan NPV masing-masing Rp 25.396.254 dan Rp 71.791.452.

Usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) mempunyai NPV lebih besar dari usaha perikanan pancing tonda dan JIL, yaitu mencapai Rp 112.295.972. Namun B/C ratio dan IRR usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) lebih kecil daripada usaha perikanan pancing tonda dan JIL. Terkait dengan ini, maka ketiga usaha perikanan tangkap ini, sama-sama mempunyai keunggulan dalam mendapat dukungan finansial dari lembaga keuangan. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) terkadang membutuhkan dana talangan untuk biaya operasional sekitar 15 – 18 %, sedangkan usaha perikanan pancing tonda dan JIL masing-masing sekitar 45 % dan 35 %. Rendahnya kebutuhan dana talangan untuk operasional usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dapat disebabkan keuntungan bersih hasil tangkapan yang tinggi dan sistem bagi hasil yang lebih memperhatikan kelanjutan operasi penangkapan daripada kepentingan masing-masing anggota.

Usaha perikanan bagan perahu dan jala merupakan usaha perikanan tangkap yang tidak layak dikembangkan di Kabupaten Subang. Kedua usaha perikanan tangkap mempunyai NPV yang negatif, IRR yang di bawah standar, serta B/C ratio yang sangat rendah. Untuk NPV saja, usaha perikanan bagan perahu dan jala masing-masing benilai – Rp 33.092.294 dan – Rp 569.230. Tidak layak bagan perahu dapat disebabkan oleh jangkauan operasi bagan perahu yang hanya di perairan Kabupaten Subang dan perairan utara Jawa terdekat lainnya yang sudah miskin sumberdaya ikannya. Tidak layaknya jala dapat disebabkan oleh pengusahaan yang berskala kecil dan tradisional, namun sangat rentan terhadap kerusakan (jaring robek, dan lainnya).

5.1.4 Kelayakan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Karawang

Berdasarkan hasil analisis pada Bab 4 dengan mempertimbangkan persyaratan finansial yang ditetapkan, maka ada empat jenis usaha perikanan tangkap yang termasuk layak dikembangkan dan ada tiga yang tidak layak dikembangkan di Kabupaten Karawang. Rangkuman keputusan kelayakan tersebut disajikan pada Tabel 24. Usaha perikanan sero merupakan usaha perikanan tangkap paling bagus secara finansial di Kabupaten Karawang, karena mempunyai nilai parameter B/C ratio (1,65) , IRR (43,66 %), dan ROI (5,50) paling tinggi. Hal ini terjadi didukung oleh teknologi penangkapan dan lokasi pemasangan. Sero di Kabupaten Karawang umumnya mempunyai penajo (jaring pengarah) yang panjang (minimal 100 - 300 m) sehingga dengan mudah dapat mengarahkan ikan ke kantong sero. Pemasangan sero sangat memperhatikan arah arus sehingga dapat menghadang ikan yang bermigrasi. Namun karena sistem pengelolaan yang berkelompok dan tidak dikoordinir dengan baik menyebabkan usaha perikanan sero sering kekurangan modal bila terjadi perbaikan alat tangkap dan lainnya. Diantara nelayan anggota umumnya hanya mampu mengumpulkan uang sekitar 20 % dari pembiayaan. Terkait dengan ini, maka lembaga keuangan dapat meningkatkan perannya untuk membantu usaha perikanan sero, apalagi usaha perikanan tangkap ini mempunyai kelayakan finansial sangat bagus. Untuk koordinasi dan sistem pengelolaan, perlu ditingkatkan lagi sehingga dana untuk pembiayaan dan angsuran pinjaman dapat dialokasi secara maksimal.

Usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH) juga merupakan usaha yang layak dikembangkan di Kabupaten Karawang. Kedua usaha perikanan ini juga diusahakan dengan skala cukup besar di Karawang dan biasanya dilakukan oleh pengusaha lokal atau nelayan secara berkelompok dalam ikatan keluarga atau teman dekat. Usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap dengan NPV paling besar, yaitu mencapai Rp 91.005.295. Hal ini karena skala pengusahaan JIT termasuk paling besar dan membutuhkan biaya investasi tinggi (Rp 244.760.870).

Tabel 24 Keputusan kelayakan pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Karawang Usaha Perikanan Tangkap Keputusan Keterangan

Pukat Udang Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi persyaratan, B/C ratio sangat rendah

Bubu Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Pukat Pantai Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi persyaratan, B/C ratio sangat rendah dan ROI rendah

JIH Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

JIL Tidak layak

dikembangkan

NPV dan IRR tidak memenuhi persyaratan, B/C ratio sangat rendah dan ROI rendah

Sero Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

JIT Layak dikembangkan Semua parameter finansial

memenuhi syarat

Usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) mempunyai NPV Rp 77,818,138 , B/C ratio 1,38, dan IRR 19,34 %. Meskipun nilai parameter finansial tersebut termasuk bagus, tetapi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) terkadang mengalami kesulitan dalam penyediaan biaya operasional maupun untuk perbaikan alat tangkap. Hal ini lebih disebabkan oleh pembinaan dan antispasi yang kurang maksimal, serta pengaruh musim penangkapan. Oleh usaha perikanan JIH di Kabupaten Karawang tidak sebesar di Kabupaten Indramayu, maka usaha perikanan tangkap tidak banyak yang menjangkau perairan luas terutama bila terjadi paceklik di perairan Karawang.

Usaha perikanan pukat udang, pukat pantai, jaring insang lingkar (JIL) merupakan usaha perikanan tangkap yang tidak layak dikembangkan di Kabupaten Karawang. Ketiga usaha perikanan tangkap ini mempunyai NPV negatif, IRR di suku bunga (bunga bank) yang berlaku, dan B/C ratio yang sangat rendah mendekati 1. Tidak layaknya usaha pukat udang dan pukat pantai dapat

disebabkan oleh kedua jenis pukat tersebut umumnya dioperasikan pada perairan dangkal yang dekat, sedangkan sumberdaya ikan yang sudah menipis di perairan tersebut (perairan utara Jawa). Untuk usaha perikanan jaring lingkar (JIL) dapat disebabkan oleh skala pengusahaannya yang relatif kecil sehingga jaugkauan operasinya terbatas.

5.2 Pola Optimalisasi Peran Lembaga Keuangan

5.2.1 Pola optimalisasi peran lembaga keuangan di Kota Cirebon

Berdasarkan hasil analisis LGP, lembaga keuangan yang diharapkan perannya untuk mendukung pembiayaan usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak di Kota Cirebon adalah Bank Mandiri, Bank Danamon, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sedangkan Bank Jabar-Banten belum diperlukan perannya. Pada Tabel 25 disajikan pola optimalisasi peran lembaga keuangan melalui pelayanan kredit/pembiayaan/jasa pada usaha perikanan tangkap di Kota Cirebon.

Berdasarkan Tabel 25, pola optimalisasi peran Bank Mandiri bagi pembiayaan usaha perikanan tangkap yang layak dikembangkan di Kota Cirebon dapat dalam bentuk peningkatan alokasi jumlah kredit dan lainnya untuk jenis Kredit Usaha Mikro (kredit kategori K3) dan jasa pelatihan masing-masing Rp 1.396.500.000 dan Rp 931.000.000 per tahun. Kredit Usaha Mikro merupakan jenis kredit yang diarahkan oleh Bank Mandiri di Kota Cirebon untuk pedagang, penjual ikan, dan nelayan. Untuk tahun 2008, Kredit Usaha Mikro ini dialokasikan sekitar Rp 400.000.000. Supaya peran Bank Mandiri di Kota Cirebon ini lebih optimal, maka alokasi kredit tersebut perlu ditambah Rp 996.500.000. Bila alokasi tersebut bisa optimal, maka berbagai kebutuhan nelayan untuk pembiayaan operasional penangkapan dan perawatan alat tangkap dapat terpenuhi dengan baik dan kegiatan penangkapan berjalan terus.

Jasa pelatihan merupakan salah satu program Bank Mandiri bagi masyarakat kecil di Kota Cirebon. Pelatihan ini biasanya dilakukan dalam bentuk pelatihan dua hari tentang pengelolaan usaha kecil dan mikro. Sasaran pelatihan ini biasanya anggota masyarakat dari pedagang ikan, nelayan, pedagang kaki

lima, dan lainnya yang menerima kredit dari Bank Mandiri. Bila alokasi Kredit Usaha Mikro ditingkatkan, maka alokasi anggaran untuk jasa pelatihan atau pembinaan usaha juga demikian. Hal ini karena penerima kredit secara otomatis menjadi binaan dari Bank Mandiri. Bila melihat Tabel 25, alokasi dana untuk pelatihan tersebut termasuk besar (Rp 931.000.000). Hal ini mengindikasikan bahwa Bank Mandiri dalam meningkatkan perannya di lokasi perlu melakukan pembinaan yang lebih luas tidak hanya kepada anggota masyarakat penerima kredit bank Mandiri, tetapi kepada yang belum menerimanya. Ini bermanfaat meningkatkan pelanggan dan mitra Bank Mandiri di lokasi.

Tabel 25 Pola optimalisasi kredit/pembiayaan/jasa dari lembaga keuangan pada usaha perikanan tangkap di Kota Cirebon

No. Jenis Lembaga Keuangan Nama Kredit/ Pembiayaan/Jasa Alokasi Optimal Kredit/ Pembiayaan/Jasa Usaha Perikanan Tangkap Sasaran

1. Bank Kredit Usaha Mikro Rp 1.396.500.000

Mandiri

Jasa Pelatihan/ Pembinaan Usaha

Rp 931.000.000

2. Bank Kredit Mass Market Rp 936.250.000

Danamon

Kredit Mikro Rp 74.900.000

3. Kredit Bisnis Umum Rp 7.410.000.000

Kredit Modal Kerja (KMK) Rp 741.000.000 Bank Rakyat Indonesia Kredit Usaha Pedesaan (KUPEDES) Rp 222.300.000 • Payang • Jaring Angkat Lainnya • Jaring Insang Hanyut (JIH) • Jaring Insang Tetap (JIT) • Handline

Kredit Mass Market (kredit kategori K1) merupakan kredit untuk usaha besar dan menengah yang dikeluarkan oleh Bank Danamon. Selama kredit tersebut banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha skala besar dan persyaratan

pemberian kreditnya juga cukup ketat. Untuk mengoptimalkan peran Bank Danamon di lokasi, maka alokasi Kredit Mass Market ini dapat ditingkatkan sehingga menjadi Rp 936.250.000 per tahun. Usaha perikanan payang, jaring insang hanyut (JIH), dan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap kelompok besar dan layak dikembangkan di Kota Cirebon, sehingga menjadi sasaran penting untuk Kredit Mass Market dari Bank Mandiri. Selama ini tidak lebih dari dua usaha perikanan tangkap kelompok besar tersebut yang memanfaatkan Kredit Mass Market.

Kredit Mikro (kredit kategori K3) merupakan jenis kredit skala kecil yang dikeluarkan oleh Bank Danamon. Kredit mikro ini berkembang dengan baik di Kota Cirebon. Untuk memperbaiki pola perannya, Bank Danamon perlu melakukan promosi dan pendekatan lebih terbuka ke kelompok nelayan, pengolah ikan dan pedagang kecil di Kota Cirebon, kemudian diiringi dengan pengalokasian kredit mikro sekitar Rp 74.900.000. Pengawasan dan komitmen bersama perlu dikembangkan sehingga kredit tersebut berjalan terus.

Di samping Bank Danamon, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga termasuk pemberi kredit skala besar menengah dan besar dengan nama “Kredit Bisnis Umum” (kredit kategori K1). Kredit ini tidak dikhususkan pada bidang tertentu tetapi besar dengan syarat usaha tersebut cukup besar dan stabil. Kredit Bisnis Umum ini pernah dimanfaatkan oleh pengusaha perikanan tangkap dan digunakan untuk pengadaan armada penangkapan baru. Mengingat cukup banyaknya usaha perikanan tangkap cukup besar yang layak dikembangkan di Kota Cirebon, maka alokasi kredit dibutuhkan dan dapat ditingkatkan menjadi Rp 7.410.000.000 per tahun. Alokasi kredit lain yang dapat dioptimalkan oleh Bank Rakyat Indonesia di lokasi adalah Kredit Modal Kerja sekitar Rp Rp 741.000.000 dan Kredit Usaha Pedesaan (KUPEDES) sekitar Rp 222.300.000. Kredit Usaha Pedesaan termasuk kredit kecil yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya oleh usaha perikanan hand line dan jaring angkat lainnya.

5.2.2 Pola optimalisasi peran lembaga keuangan di Kabupaten Indramayu Hasil analisis LGP pada Bab 4 menunjukkan bahwa Bank Jabar-Banten dan KPL Mina Sumitra merupakan dua lembaga keuangan yang dibutuhkan

Dokumen terkait