• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINAJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembagaan dan Perubahan Kelembagaan

Kelembaggaan adalah perilaku terpola yang bersifat relatif permanen dari sejumlah individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perilaku berpola berlansung berdasarkan norma atau aturan main (rules of the

game) yang dipatuhi bersama dalam organisasi atau struktur masyarakat.

Kelembagaan sebagai aturan main berfungsi untuk mendorong mempertahankan dan memelihara perubahan sesuai kehendak masyarakat. Kelembagaan sebagai tatanan masyarakat merupakan pola hubungan antara individu dalam masyarakat atau organisasi yang saling mengikat dan mengontrol hubungan antara individu untuk memenuhi kebutuhannya yang diatur oleh norma, aturan formal maupun informal (Salman, 2012). Menurut Uphoff (1986) lembaga itu adalah subyek yang sampai sekarang masih diperdebatkan dikalangan ilmuwan sosial. Lembaga dan organisasi biasanya dipertukarkan maknanya dan masih membingunkan, lebih lanjut Uphoff (1986), menjelaskan bahwa istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat

interchangeably.

Secara umum, Uphoff (1986) memberikan pengertian lembaga, berupa norma yang kompleks dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan melayani tujuan bersama. Lebih detail Uphoff (1986) memberikan pengertian kelembagaan sebagai rangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu tertentu yang relatif

13

lama untuk mencapai maksud yang bernilai kolektif bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial. Uphoff (1993) juga menegaskan bahwa kelembagaan dapat juga sekaligus berwujud organisasi, begitu pula sebaliknya. Selanjutnya Uphoff (1986) juga menjelaskan bahwa berbagai kelembagaan yang ada saling terkait satu sama lain sehingga terbentuklah apa yang disebut sebagai struktur sosial dalam masyarakat dimana kelembagaan itu berada. Bahkan Uphoff (1986), menjelaskan bahwa kelembagaan dilihat dari vertikal terdiri atas kelembagaan mikro, meso, dan kelembagaan makro. Kelembagaan mikro atau kelembagaan lokal adalah kelembagaan yang hidup dinamis dalam komunitas/masyarakat, baik publik, partisipatori maupun swasta. Dalam analisis Uphoff, kelembagaan lokal jangkauannya mencakup administrasi pemerintahan terkecil seperti desa. Pada kelembagaan lokal yang bersifat publik, jangkauannya „mencakup administrasi dan pemerintahan lokal dalam perangkat birokrasi yang terdapat di dalamnya, selanjutnya Uphoff (1986) mengatakan bahwa sebuah lembaga atau institusi yang mengorganisasikan diri pada sebuah organisasi akan lebih mudah dilihat dari norma, perilaku yang berkembang dan menjadi pedoman bagi masyarakat. Ciri utama kelembagaan yang juga merupakan organisasi tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan manusia yang menjadi anggota, namun terletak pada bagaimana upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu penanaman norma dan perilaku yang diakui bersama dan telah bertahan lama sebagai dasar dalam menjalankan lembaga, lebih lanjut Uphof (1986) mengatakan bahwa kelembagaan lokal dapat berupa kelembagaan bisnis yang terdapat dalam suatu wilayah seperti kelembagaan pertanian,

14

perdagangan, kerajinan, industri dan kelembagaan bisnis lainnya yang berorientasi profit.

Menurut North (1991), institusi atau kelembagaan adalah aturan-aturan (constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial dan ekonomi. Aturan - aturan tersebut terdiri dari aturan-aturan formal (peraturan- peraturan, undang -undang, konstitusi) dan aturan-aturan informal (norma sosial,konvensi, adat istiadat, sistem nilai) serta proses penegakan aturan tersebut (enforcement). Secara bersama-sama aturan-aturan tersebut menentukan struktur insentif bagi masyarakat, khususnya perekonomian. Aturan-aturan tersebut diciptakan manusia untuk membuat tatanan (order) yang baik dan mengurangi ketidak pastian (uncertainty) di dalam proses pertukaran. Secara rinci North (1990) memberikan definisi kelembagaan bahwa kelembagaan merupakan aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal dan dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. Selanjutnya North (1994), kembali memberikan definsi kelembagaan secara ringkas dengan mengatakan bahwa kelembagaan dapat dimaknai sebagai aturan-aturan yang membatasi perilaku manusia yang menyimpang untuk membangun struktur interaksi politik ekonomi dan sosial. North membedakan antara institusi dan organisasi , ia mengatakan bahwa institusi adalah aturan main sedangkan organisasi adalah pemainnya. Selanjutnya menurut bentuknya (tertulis/tidak tertulis), North (1990) membagi kelembagaan kedalam dua bagian yaitu: informal dan formal, lebih lanjut North menjelaskan bahwa

15

Kelembagaan informal adalah kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak tertulis. Adat istiadat, tradisi, pamali, kesepakatan, konvensi dan sejenisnya dengan beragam nama dan sebutan dikelompokkan sebagai kelembagaan informal. Sedangkan kelembagaan formal adalah peraturan tertulis seperti perundang-undangan, kesepakatan (agreements), perjanjian kontrak, peraturan bidang ekonomi, bisnis, politik dan lain-lain. Kesepakatan-kesepakatan yang berlaku baik pada level international, nasional, regional maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal, selanjutnya North (1990) menjelaskan bahwa masyarakat tradisional dengan kehidupannya yang serba sederhana dengan potensi konflik yang sangat minim tentu tidak membutuhkan peraturan tertulis yang rinci. Lain halnya dengan masyarakat moderen dengan segala kompleksitas kehidupannya.

Lebih jauh North (1994) menyampaikan bahwa apapun bentuk kelembagaan, baik formal maupun informal, eksternal ataupun internal, kelembagaan bertujuan mengurangi ketidakpastian melalui pembentukan struktur/pola interaksi.

Uphoff (1986) memberikan gambaran bahwa selama kurun waktu yang panjang lembaga donor internasional mengakui akan pentingnya pengembangan kelembagaan untuk mencapai tujuan pembangunan. AUSAID dan Bank Dunia telah memberikan pembuktian terhadap pentingnya pengembangan kelembagaan ini, bahkan seringkali proyek yang mengabaikan pengembangan kelembagaan berakhir pada kegagalan. Sebagian besar lembaga donor hanya berkonsentrasi pada pengembangan kelembagaan di tingkat pusat saja. Pemerintah dipandang

16

sebagai sebuah lembaga yang paling mudah disentuh serta merupakan lembaga yang telah memiliki kemampuan dalam manajemen organisasi. Lembaga di tingkat lokal dianggap sebagai bagian “nomor dua” saja dibandingkan lembaga di tingkat pusat atau nasional. Lembaga lokal ini hanya memainkan sedikit peran serta mendapatkan alokasi sumberdaya yang sangat terbatas.

Menurut North (1990) perubahan kelembagaan adalah proses yang rumit karena perubahan di margin dapat menjadi konsekuensi dari perubahan aturan, dan dalam batasan formal, dan dalam jenis dan efektivitas penegakan hukum. Selanjutnya North (1990) menjelaskan bahwa Jalur perubahan kelembagaan dibentuk oleh (1) hubungan simbiosis antara lembaga dan organisasi yang telah berevolusi sebagai konsekuensi dari struktur insentif yang diberikan oleh lembaga-lembaga dan (2) proses umpan balik dengan manusia mana dalam memahami dan bereaksi terhadap perubahan kesempatan. Perubahan kelembagaan berasal dari persepsi pengusaha dalam organisasi politik dan ekonomi yang mereka bisa berbuat lebih baik dengan mengubah kerangka kelembagaan yang ada dibeberapa margin. Tapi persepsi tersebut tergantung pada kedua informasi, bagaimana pengusaha menerima dan memproses informasi tersebut.

Kelembagaan informal terkadang merupakan perubahan dari kelembagaan informal. Perubahan tersebut merupakan reaksi atas perubahan kehidupan dari masyarakat sederhana menuju masyarakat yang lebih kompleks. Bisa juga dikatakan sebagai tuntutan atas terjadinya perubahan zaman dan dinamika kehidupan (North, 1990).

17

Kelembagaan tidaklah stagnan, menurut North (1990) ada lima penyebab terjadinya perubahan kelembagaan, yaitu adanya interaksi yang terus menerus antara institusi dengan organisasi dalam kondisi kelangkaan secara ekonomis sehingga menimbulkan persaingan yang merupakan faktor kunci bagi perubahan institusi, adanya persaingan ini, mendorong organisasi-organisasi untuk secara terus menerus berinvestasi di bidang penciptaan keahlian dan pengetahuan baru agar tetap bisa bertahan hidup. Jenis keahlian dan pengetahuan individual serta organisasinya akan membentuk persepsi tentang peluang – peluang dan pilihan-pilihan dan secara perlahan akan mengubah institusi, adanya kerangka institusional yang menciptakan sistem insentif yang mempengaruhi lahirnya keahlian dan pengetahuan yang dianggap menghasilkan hasil yang optimal. Arah dari investasi untuk pengembangan keterampilan dan pengetahuan mencerminkan struktur insentif. Misalnya, jika ada tingkat kembalian hasil yang tinggi untuk kegiatan produktif tertentu maka dapat diharapkan bahwa organisasi– organisasi akan menginvestasikan dananya untuk peningkatan keterampilan dan pengetahuan yang akan meningkatkan produktivitas dikegiatan produktif tersebut, adanya persepsi yang dibangun dari sikap mental para pelaku ekonomi. Faktor utama yang mempengaruhi pilihan seorang individu akan suatu hal dipengaruhi oleh persepsi individu tentang kemungkinan hasil dari pilihan tersebut. Persepsi itu sendiri dibentuk oleh cara ataupun sikap dari setiap individu dalam menginterpretasikan setiap informasi yang mereka peroleh. Cara atau sikap tersebut tentu saja dibentuk oleh kebiasaan, budaya dan tata nilai

18

yang dianut oleh individu tersebut, adanya cakupan ekonomi (economies

of scope), komplementaritas, dan eksternalitas jejaring dari suatu matriks

institusional membuat perubahan institusional cukup besar dan path

dependence. Dalam setiap aktivitasnya, setiap individu selalu berinteraksi

dengan individu lainnya dan kemudian mereka membuat semacam jejaring (networking) di antara mereka. Adanya perubahan pola perilaku pada satu individu dalam jejaring tersebut tentu saja akan mempengaruhi perubahan pola perilaku jejaring secara keseluruhan, karena adanya sifat saling terkait (complement) di antara mereka. Pada akhirnya perubahan tersebut akan membawa pengaruh yang cukup besar pada perubahan institusi.

Menurut North (1994) karekteristik dasar dari perubahan kelembagaan terdiri dari: pertama adanya interaksi kelembagaan dan organisasi yang terjadi secara terus menerus di dalam setting ekonomi kelangkaan, dan kemudian diperkuat oleh kompetisi mérupakan kunci terjadinya perubahan kelembagaan, kedua adanya kompetisi akan membuat organisasi menginfestasikan keterampilan dan pengetahuan untuk bertahan hidup, jenis keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan oleh individu dan organisasinya akan membentuk perkembangan persepsi tentang kesempatan dan kemudian pilihan yang akan mengubah kelembagaan, ketiga adanya kerangka kelembagaan mendikte jenis ketrampilan dan pengetahuan yang dianggap memiliki pemikiran maksimum dan keempat adanya persepsi yang berasal dari konstruksi bangunan mental para pemain atau pelaku. Serta kelima adanya cakupan ekonomi, komplementaritas dan ekstemalitas jaringan

19

matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan yang mengikat dan memiliki jalur ketergantungan.

Menurut Uphoff (1992), pemberdayaan dan pengembagan kelembagaan di pedesaan meliputi: (a) pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensifikasi lahan, perluasan kesempatan kerja, dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan, (b) perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan sosial (péndidikan, gizi, kesehatan, dan lain-lain), dan (c) program memperkuat prasarana kelembagaan dan keterampilan mengelolah kebutuhan pedesaan. Untuk keberlanjutannya diperlukan kerja sama antara: administrasi lokal, pemerintah lokal, kelembagaan/organisasi yang beranggotakan masyarakat lokal, kerjasama usaha, pelayanan dan bisnis swasta yang dapat diintegrasikan ke dalam pasar baik lokal, regional, dan global. Menurut Uphoff (1986), bahwa Jenis kelembagaan dalam dunia pertanian mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan serta berkembangnya aktivitas-aktivitas, tujuan, manajemen, aturan dan struktur yang berbeda pula. Untuk memahami sistem kelembagaan melalui sistem nilai dan norma yang sangat dipengaruhi oleh perilaku lingkungan sekitar. Selanjutnya Uphoff menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan petani dan membantu mekanisme penyediaan modal, penyediaan barang-barang input, pengolahan dan pemasaran output usahatani agar dapat berlangsung secara optimal, dibutuhkan keberadaan kelembagaan yang mampu mendukung berlangsungnya sistem usahatani dalam suatu wilayah. Oleh karena itu pemberdayaan kelembagaan menuju ke kelembagaan yang tangguh merupakan salah satu strategi dalam

20

pembangunan agribisnis. Pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pembangunan pertanian dan untuk mendukung pengembangan kelembagaan lokal, dengan langkah-langkah strategis yaitu pertama melakukan pengembangan kelembagaan lokal dalam bidang pertanian membutuhkan dukungan kelembagaan lain dan unit-unit produksi. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga komponen aktivitas dalam bidang pertanian, yaitu, penyiapan input, produksi (penguasaan modal dan tenaga kerja) dan output (keuntungan), kedua adanya kebijakan dan investasi merupakan tingkatan supra lokal dalam kelembagaan merupakan penggerak kelembagaan nasional dan regional, ketiga adanya dukungan keterkaitan kelembagaan secara efektif

Uphoff, kembali menjelaskan bahwa sistem sosial dalam masyarakat pedesaan, dimana pembangunan pertanian difokuskan, terbentuk dari sinergitas antara elemen-elemen sosial yang secara mendasar memiliki perbedaan. Masing-masing elemen memiliki paradigma, ideologi, nilai dan norma, rule of the game dan bentuk keorganisasiannya sendiri. Elemen-elemen tersebut berperan sesuai dengan kategori, tingkat dan fungsinya secara ideal.

Selanjutnya Uphoff, menjelaskan berbagai jenis kelembagaan yang saling terkait ditingkat lokalita, berdasarkan orientasi, struktur kekuasaan, dan kontrol sosialnya, beliau mengatakan bahwa komunitas merupakan bentuk kelembagaan yang paling alamiah dan lebih universal dan merupakan kelembagaan yang pertama terbentuk dalam suatu lokalita, dan akan tetap eksis meskipun kelembagaan lainnya seperti pemerintah dan pasar hadir secara fisik di lingkungan mereka. Orientasi utama

21

terbentuknya kelembagaan komunitas adalah pemenuhan kebutuhan hidup, sementara orientasi kelembagaan pemerintah pada pelayanan kepada penguasa dan masyarakat, sedangkan orientasi kelembagaan pasar pada keuntungan. Struktur kekuasaan pada kelembagaan pemerintah adalah monopoli, sebaliknya pada kelembagaan komunitas lebih bersifat demokratis yang berdasarkan pada kesetaraan, sementara kelembagaan pasar bernuansa kompetisi dalam struktur kerjanya. Struktur kekuasaan yang mendorong aktivitas masing-masing kelembagaan disandarkan pada kontrol yang berbeda-beda.

Uphoff memberi penjelasan lebih lanjut bahwa kelembagaan komunitas kontrol sosialnya adalah budaya sesuai dengan norma komunal dan kepatuhan, sementara pada kelembagaan pemerintah kontrol sosialnya bersifat coersif, dengan norma utamanya pada modifikasi perilaku dengan bentuk simbol pseudo realis. Kelembagaan pasar kontrol sosialnya bersifat penuh dengan perhitungan dan perkiraan dengan perwujudan simbol secara realis dan sangat individualis.

Selanjutnya Uphoff menjelaskan mengenai pengembangan kelembagaan lokal, dengan mengatakan bahwa dalam pengembangan kelembagaan lokal, yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yaitu apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana bantuan, fasilitasi, dan promosi, dilakukan. Hasil karakterisasi tersebut sangat bermanfaat dalam menginventarisasi inisiatif kelembagaan di tingkat lokal dan kemampuannya masing-masing dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Uphoff melanjutkan bahwa Secara umum, pengembangan kelembagaan lokal meliputi besarnya keragaman yang ada, mulai dari sisi