• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan ekonomi yang terdapat di Pulau Tambelan terdiri dari Usaha Ekonomi Desa (UED) yang ada di setiap desa/kelurahan, Koperasi, Lembaga Pengembangan Ekonomi Kerakyatan dan BMT (Baitul Mal Wa-amwil) “Al-Amin”.

• Usaha Ekonomi Desa (UED)

Usaha Ekonomi Desa merupakan lembaga yang didirikan di setiap desa oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau. Tujuan mendirikan UED adalah untuk memberi pinjaman sebagai tambahan modal usaha kepada masyarakat yang akan mengembangkan usaha rumah tangga. Kepengurusan UED terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan dua orang staf yang membantu pengurus. Pengurus diangkat dan diberhentikan oleh kepala desa dan bertanggung jawab langsung kepada kepala desa.

Dana UED berasal dari sumbangan pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau yang diberikan secara bertahap sejak tahun 2001, dengan nilai yang sama di setiap desa. Sampai tahun 2004, jumlah dana yang telah diterima oleh UED sebanyak Rp 25.000.000,-. Sebagai lembaga keuangan tingkat desa, setiap penduduk dapat meminjam dana tersebut untuk mengembangkan usaha rumah tangga, seperti usaha membuat kerupuk ikan, menambah modal membuka warung dan membuat atau memperbaiki jaring. Jumlah pinjaman setiap orang maksimal Rp 500.000,-, dan pengembaliannya dilakukan dengan cara mengangsur 10 kali, dengan jumlah Rp 50.000,- setiap bulan. Selain kewajiban mengangsur, peminjam juga dibebani uang jasa peminjaman sebesar 10 persen dari jumlah yang dipinjam, yang langsung dipotong pada saat menerima uang pinjaman. Uang jasa tersebut digunakan untuk menambah modal UED. Bagi peminjam yang tidak mampu mengembalikan sesuai jadual, biasanya hanya diberi peringatan, tetapi jika tetap tidak mampu mengembalikan, apabila yang bersangkutan akan meminjam lagi, maka tidak akan diberi pinjaman lagi. Hal ini karena dalam AD/ART UED tidak ada aturan yang memberi sanksi apabila peminjam tidak sanggup mengembalikan uang yang dipijamkan.

• Koperasi

Di Pulau Tambelan terdapat dua unit koperasi, yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) “Sati” dan Koperasi Serba Usaha Tani Nelayan (KSUTN). KUD “Sati” didirikan pada tahun 1980, dan saat ini mempunyai anggota sebanyak 250 orang nelayan. Pendirian KUD ”Sati” selain berdasarkan

prakarsa para nelayan, juga karena ada kebijakan pemerintah tentang perlunya mendirikan KUD di setiap desa, sebagai kelembagaan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Koperasi ini merupakan koperasi usaha simpan pinjam, yang yang modalnya dihimpun dari nelayan melalui simpanan pokok dan wajib, masing-masing sebesar Rp 15.000,- dan Rp. 5.000,-. Adapun KSUTN didirikan pada tahun tahun 2000, atas prakarsa para nelayan dan beberapa tokoh masyarakat. Pendirian KSUTN merupakan respons terhadap tidak berjalannya KUD ”Sati”, karena tidak tertampungnya aspirasi nelayan. Sampai dengan tahun 2005, KSUTN mempunyai anggota sebanyak 460 orang nelayan.

Modal usaha koperasi KSUTN berasal dari anggota, berupa simpanan pokok sebesar Rp 25.000,- dan simpanan wajib sebesar Rp. 10.000 per bulan. Koperasi serba usaha ini melayani simpan pinjam uang untuk biaya memperbaiki perahu dan jaring, dan kebutuhan kenelayanan yang lain seperti kredit membeli alat tangkap dan jaring (baru). Selain itu, koperasi ini memberi pinjaman kepada anggota untuk pengembangan usaha kecil/industri rumah tangga seperti usaha pembuatan kerupuk. Setiap anggota koperasi dapat meminjam maksimal Rp 1.000.000,-, yang pengembaliannya dilakukan dengan cara mengangsur 10 kali dengan bunga 1 % per bulan.

Perkembangan kedua koperasi sampai saat ini relatif lambat, bahkan KUD ”Sati” sudah tidak berjalan. Lambatnya perkembangan koperasi tersebut karena berbagai permasalahan, seperti nelayan banyak yang tidak mampu mengembalikan pinjaman dan membayar simpanan wajib, manajemen koperasi tidak transparan sehingga pengelolaan menjadi tidak efisien, tidak dapat mempertanggung-jawabkan keuangan dan tidak pernah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) sebagai bentuk pertanggung-jawaban pengurus kepada anggota. Selain itu, koperasi tidak mampu bersaing dengan kelembagaan ekonomi yang lain seperti warung dan toko, yang juga menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh nelayan.

Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat sebenarnya sangat dibutuhkan, karena pada saat ada kebutuhan uang yang mendesak, seperti untuk biaya pendidikan atau modal usaha, mereka dapat meminjam kepada koperasi. Selain itu, nelayan juga dapat meminjam uang dengan cepat untuk modal usaha kenelayanan, seperti memperbaiki jaring, membeli alat tangkap pancing, dan memperbaiki

• BMT (Baitul Mal Watamwil) “Al – Amin”

Lembaga keuangan non bank yang berkembang di Tambelan, selain koperasi adalah Baitul Mal Watamwil “Al– Amin”. Lembaga tersebut menginduk pada INBUK di Tanjung Pinang. BMT Al – Amin secara resmi didirikan di Pulau Tambelan pada bulan Januari 2003. Jumlah anggota BMT sampai tahun 2005 sebanyak 162 orang. Keanggotaan BMT ini terbuka untuk semua masyarakat Tambelan. Modal awal untuk mendanai kegiatan BMT diperoleh dari PINBUK Kabupaten Kepulauan Riau sebesar Rp 50.000.000,- . Lembaga ini sejak semula bertujuan untuk memberi pinjaman kepada perorangan untuk membiayai pengembangan usaha kecil dan rumah tangga yang terdapat di Pulau Tambelan. Dalam perkembangannya, sejak tahun 2004 lembaga ini juga menerima simpanan uang dari masyarakat.

Simpanan uang yang dikelola oleh BMT digunakan sebagai tambahan modal usaha untuk disalurkan sebagai pinjaman dan modal usaha pada anggota lain, terutama untuk pengembangan usaha kecil dan rumah tangga. Beberapa jenis simpanan masyarakat yang saat ini dikembangkan oleh BMT Al-Amin, yaitu: (1) simpanan pendidikan, (2) simpanan idul fitri, (3) simpanan kurban, (4) simpanan walimah dan (5) simpanan ONH.

Untuk mengelola simpanan Ongkos Naik Haji (ONH), BMT Al-Amin melakukan kerja-sama dengan BRI Cabang Tanjung Pinang. Jumlah setoran simpanan ONH melalui BMT Al-Amin tidak ditentukan, melainkan tergantung kemampuan masing-masing orang. Begitu pula dengan lamanya menyimpan.

Untuk pembiayaan usaha kecil, rumah tangga dan perdagangan, BMT memberi pinjaman (pembiayaan) antara Rp 500.000,- sampai Rp 5.000.000,-, dengan rentang waktu pengembalian antara 6 – 12 bulan. Pengembalian pinjaman dilakukan dengan sistem bagi hasil nisbah, dengan perbandingan 60 : 40 dari keuntungan bersih yang dihitung setiap bulan.

Peminjaman uang melalui BMT harus disertai agunan, antara lain berupa surat tanah (sertifikat hak milik), surat kepemilikan rumah atau surat kepemilikan lahan perkebunan. Surat agunan yang disimpan BMT akan dikembalikan apabila peminjam telah melunasi seluruh pinjaman, sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Apabila peminjam merugi dan tidak dapat mengembalikan pinjaman, pengurus BMT melakukan pembinaan dengan melihat faktor-faktor yang menyebabkan kerugian usaha, seperti penggunaan uang yang tidak sesuai dengan usaha, atau penggunaan uang untuk kebutuhan konsumsi yang lebih besar dari pada untuk pengembangan usaha. Kebijakan lain yang dilakukan BMT adalah jika peminjam usahanya merugi, maka waktu pengembalian

angsuran diperpanjang, dengan mengubah perjanjian yang telah ditandatangani, diganti dengan perjanjian yang baru.