• Tidak ada hasil yang ditemukan

kelembagaan, akan nampak bagaimana pasang surutnya kewenangan lembaga

Dalam dokumen renstra BPNRI 2010-2014 (Halaman 65-68)

pertanahan sampai saat ini.”

Berpijak pada sejarah, dirumuskan kembali fungsi lembaga pertanahan yang ideal sesuai dengan amanat UUD 45 dan perkembangan masyarakat ke depan. Sejarah lembaga pertanahan dibagi ke dalam dua periode, yaitu periode sebelum dan sesudah UUPA. Pada tahun 1950an, kelembagaan yang pertama kali dibentuk adalah Departemen Agraria, yang kemudian disederhanakan menjadi Direktorat Jenderal, di bawah Departemen Dalam Negeri. Pasang surut kelembagaan pertanahan, dari Departemnen, Badan,

Sistem Informasi Managemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dan

Sistem Keamanan Dokumen

Pertanahan.

Penataan kelembagaan pertanahan dan keagrariaan perlu diikuti dengan penyegaran aparat pemerintahan yang berjiwa kerakyatan, bersikap bijaksana, bermental tangguh dan solid tentu menjadi syarat pokok yang akan menggerakkan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ke arah yang tepat sesuai dengan visi misi kelembagaannya.

Meningkatkan administrasi dan pelayanan pertanahan adalah kunci

pengembangan kepercayaan

masyarakat pada pengelolaan

pertanahan di Indonesia. Secara struktural kelembagaan sebagiaman

terejawantahkan dalam struktur

organisasi saat ini masih memadai

untuk menjalankan pengelolaan

pertanahan di Indonesia, namun demikian sesuai dinamika pengelolaan pertanahan ke depan, dapat saja kelembagaan pertanahan berubah dan harus dikembangkan lagi.

Diperlukan bekal kesadaran baru dan pemahaman serta komitmen bagi

aparat pemerintah di bidang

pertanahan yang mengisi struktur Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dari pusat hingga daerah. Pemahaman objektif atas persoalan agraria dan pertanahan yang dihadapi bangsa dan semangat juang untuk

menjalankan reforma agraria yang memihak rakyat banyak. Untuk itu, diperlukan juga kesiap-sediaan untuk dekat dan bekerja sungguh untuk kemakmuran rakyat yang selama ini mengalami banyak hambatan dan keterbatas untuk tumbuh dan berkembang.

Reforma agraria adalah keniscayaan untuk meningkatkan keadilan dalam

P4T, mengurangi kemiskinan,

menciptakan lapangan kerja,

memberikan akses rakyat kepada

keekonomian pertanahan,

meminimalkan konflik dan sengketa

pertanahan, melindungi dan

mempertahankan lingkungan hidup, dan memperkuat ketahanan pangan dan energi.

Oleh sebab itu, reforma agraria membutuhkan kebijakan nasional hingga daerah secara konsisten dan

menyeluruh. Karena itulah,

kewenangan pemerintah di bidang pertanahan mesti sinergi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, lintas sektor dan lembaga. Pemerintah membagi kewenangan di bidang pernahan secara proporsional. Yang dipentingkan adalah komunikasi dan koordinasi internal pemerintahan agar kebijakan pertanahan berjalan lebih efektif dan mengalir lancar dari pusat/nasional, provinsi, kabupaten/ kota, hingga kecamatan dan desa/ kelurahan.

keinginan tersebut, diperlukan sinergi antara BPN RI bersama seluruh unsur pemerintahan terkait lainnya dengan berbagai komponen sosial menuju penataan agraria menyeluruh. Para pelaku gerakan reforma agraria -- seperti gerakan tani, nelayan, masyarakat adat dan kaum miskin kota

bersama para pendukungnya,

hendaknya meletakkan penataan

kelembagaan pertanahan dan

keagrariaan ini sebagai tantangan untuk menyiapkan berbagai pra-kondisi sosial dan politik yang diperlukan untuk melaksanakan reforma agraria sejati secara utuh dan menyeluruh.

Pelaksanaan pengelolaan

pertanahan telah banyak menghasilkan hal-hal sebagaimana diharapkan. Namun demikian, masih terdapat beberapa masalah kelembagaaan pertanahan yang masih perlu ditindak lanjuti antara lain sebagai berikut :

1) Organisasi :

Pelaksanaan tupoksi Badan

Pertanahan Nasional Republik

Indonesia belum seluruhnya berjalan efektif karena berdasarkan hasil evaluasi dijumpai satuan kerja di tingkat kantor wilayah dan kantor pertanahan tidak linear dengan kedeputian di tingkat pusat. Kondisi demikian menyebabkan kegiatan pembinaan menjadi kurang efektif. Ketimpangan beban kerja antar wilayah dan antar satuan kerja perlu

dikaji kembali dengan melakukan analisis beban kerja dan menetapkan tipologi kantor.

2) Sumber Daya Manusia

Pengadaan pegawai belum disusun

berdasarkan kompetensi yang

dibutuhkan. Untuk peningkatan

kompetensi pegawai sesuai dengan jabatan yang diembannya memerlukan standar baku pendidikan dan pelatihan yang saat ini belum dimiliki.

Maraknya pengembangan wilayah dengan terbentuknya kabupaten/kota baru menjadi masalah bagi Badan

Pertanahan Nasional Republik

Indonesia karena keterbatasan jumlah pegawai untuk mengisi kantor pertanahan kabupaten/kota baru.

Dengan demikian, penambahan

pegawai baru perlu dipertimbangkan. Di samping itu kelengkapan dan

akurasi data kepegawaian,

penyempurnaan pola karir, menjadi hal penting yang harus segera dilakukan agar penempatan dan promosi pegawai dapat berjalan

sebagaimana yang diharapkan

organisasi.

Kedisiplinan dan budaya kerja pegawai masih harus mendapat perhatian yang serius. Pemahaman

terhadap peraturan kedisiplinan

pegawai perlu ditingkatkan dan pelaksanaan reward and punishment harus diterapkan dengan konsisten. Dalam hal kesejahteraan pegawai, dengan beban kerja yang ada dan

reformasi birokrasi yang terus

dilaksanakan Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia

seyogyanya harus diikuti dengan dilaksanakannya renumerasi terkait dengan gaji pegawai.

b. Pengembangan Kelembagaan Kelembagaan pertanahan yang baik dan yang hidup (living institution) adalah lembaga yang mampu

mengemban tugas pengelolaan

pertanahan dan tugas lain yang berkaitan dengan pertanahan, yang semuanya ditujukan kepada keadilan dan kesejahteraan rakyat. Bertitik tolak dari suatu kelembagaan yang hidup, maka kelembagaan tidak boleh stagnance, tidak boleh statis, tidak boleh resisten, melainkan lembaga

yang responsif dan mudah

dikembangkan untuk menjalankan tugas dan peran negara kepada masyarakat.

dikembangkan. Kelembagaan

pertanahan perlu dikembangkan ke arah memperkuat fungsi perencanaan peruntukan dan penatagunaan tanah untuk lebih menjamin terwujudnya tanah bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat. Untuk memperkuat fungsi perencanaan ini, maka kelembagaan ini perlu menyelenggarakan fungsi penataan ruang secara lebih terfokus dan sistematis.

Hal di atas beralasan kuat mengingat, tanah merupakan matrik dasar sistem ruang. Perencanaan tata

ruang pada dasarnya adalah

perencanaan kepentingan publik

(masyarakat), yang dalam

implementasinya harus

memperhatikan kenyataan bahwa di atas tanah dimaksud telah ada penguasaan tanah dan penggunaan tanah secara privat, yang menjadi daya atur UUPA. Oleh karena itu, penyelenggaraan penataan ruang tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan sumberdaya agraria (pertanahan). Keharusan tersebut beralasan pula mengingat kenyataan saaat ini, domain pengaturan dan penyelenggaraan tata

ruang terkendala ketika

mengimplementasikan rencana tata ruang, hal ini terjadi karena ketiadaan instrumen.

Sementara itu lembaga pertanahan memiliki otoritas, kapasitas dan instrumen untuk melaksanakan tata ruang melalui pengelolaan pertanahan,

“Apa yang dipikirkan dan apa yang

Dalam dokumen renstra BPNRI 2010-2014 (Halaman 65-68)

Dokumen terkait