• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan penyuluhan seharusnya terkait dengan kelembagaan pemasaran, kelembagaan keuangan, kelembagaan penyedia saprotan,

No. Kategori Penggunaan

2. Kelembagaan penyuluhan seharusnya terkait dengan kelembagaan pemasaran, kelembagaan keuangan, kelembagaan penyedia saprotan,

kelembagaan Litbang dan kelembagaan Agroindustri. Kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh perusahaan, koperasi dan pedagang mengumpul, dalam pola kemitraan dapat disebut sebagai kegiatan penyuluhan. Kegiatan pendampingan yang dilakukan selain memberikan informasi tentang teknik budidaya dibeberapa kasus juga disertai dengan penyediaan kredit sarana produksi, dan pembinaan manajemen. Kelembagaan penyuluhan yang

dilakukan dalam pola kemitraan di lokasi penelitian paling tidak sudah mengupayakan aksesibilitas petani terhadap pemasaran dan saprotan. Beberapa perusahaan seperti PT SM dan PT JR bahkan sudah mempunyai bagian atau devisi di perusahaanya yang menyiapkan saprotan sendiri terutama untuk memproduksi benih dan pupuk.

Untuk komoditas yang bernilai ekonomi tinggi seperti sayuran, dengan siklus tanam dan perputaran modal yang cepat, permintaan konsumen yang cepat berubah, serta teknologi yang digunakan relatif tinggi dibandingkan tanaman padi maka peranan swasta diperlukan. Perusahaan swasta yang melakukan praktek budidaya dan pemasaran sayuran bernilai ekonomi tinggi terbukti efektif dalam melakukan kegiatan pendampingan , karena kegiatan produksi terhadap satu jenis sayuran tertentu selalu dikaitkan dengan kebutuhan pasar.

Prinsip -prinsip Bermitra. Beberapa prinsip ini ditemukan di lokasi penelitian, baik yang berasal dari pihak petani, pedagang pengumpul, pengurus koperasi maupun dari pihak perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

(1) Perusahaan sangat tergantung dengan petani, perusahaan tidak dapat hidup tanpa petani, oleh karena itu petani adalah mitra bisnis perusahaan. (2) Jangan mengecewakan partner. Saling mengerti. Yang penting keinginan

petani terpenuhi: “ produk dibeli, harga memadai”,

(3) Win-win solution, agar kemitraan berlangsung jangka panjang,

(4) Menjaga nama baik, perselisihan antara petani, suplier dan perusahaan dianggap mencemarkan nama baik perusahaan,

(5) Pelayanan yang baik dari perusahaan melalui petugas lapangan, dan staf lainnya,

(6) Komitmen kedua belah pihak, tanpa pemaksaan, saling menilai dan mengingatkan

Hak dan Kewajiban pelaku pola kemitraan disepakati bersama oleh masing-masing pelaku. Beberapa yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: (1) Kewajiban perusahaan terdiri dari :(a) membuat rencana tanam petani mitra, (b) melakukan kegiatan pendampingan, (c) membantu menyediakan sarana produksi yang dibutuhkan, (d) harga disepakati kedua belah pihak, (e) semua produk yang memenuhi standar kualitas harus ditampung/dibeli.

(2) Kewajiban petani meliputi : (a) menanam sayuran sesuai dengan program tanam (jenis tanaman ditetapkan), (b) mengikuti dan melaksanakan saran-saran petugas pendampingan, (c) menjual seluruh hasil panen yang memenuhi standar kualitas, sesuai dengan kesepakatan harga (d) pinjaman sarana produksi dikembalikan bersamaan dengan hasil panen

Dukungan Kebijakan Pemerintah. Setiap upaya-upaya dalam program pembangunan harus sejalan bahkan mendapat dukungan dari pemerintah melalui kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat lokal. Sebab bila tidak, upaya tersebut tidak akan berkelanjutan karena masalah -masalah kebijakan.

Beberapa masalah Misalnya (1) Tidak adanya kebijakan dan bantuan pemerintah terhadap komoditas hortikultura khususnya paprika, merupakan ancaman bagi perusahan karena perolehan benih dan nutrisi didapat dengan cara import; (2) Kebijakan pemerintah luar negeri yaitu adanya larangan eksport terhadap komoditas agribisnis, salah satunya paprika. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan bisnis pengusaha paprika di Indonesia karena Taiwan adalah salah satu pasar bagi paprika yang dihasilkan koperasi.; (3) Produk yang dihasilkan koperasi (paprika) merupakan pelengkap bagi produk lain sehingga biasanya dikonsumsi dalam jumlah terbatas. Dengan demikian kekuatan tawar menawar harga sangat kuat berada pada pihak pelanggan (konsumen)

1. Proses pengambilan keputusan petani terhadap inovasi pola kemitraan agribisnis terjadi melalui interaksi antara petugas atau pihak mitra dengan petani, kemudian menyebar melalui interaksi sesama petani dan keluarganya dalam suatu komunitas. Pihak yang berperan dakam proses keputusan bermitra adalah: petugas pendamping dari perusahaan, koperasi atau pedagang pengumpul, teman sesama petani dan keluarga petani.

2. Variabel yang sangat baik dapat memprediksi keputusan petani untuk bermitra adalah tingkat kebutuhan bermitra, kepastian pasar, pengalaman berusahatani, persepsi tentang tingkat kerumitan proses bermitra, dan ketersediaan sarana transportasi dan telekomunikasi. 3. Kebutuhan bermitra yang diharapkan petani dapat dipenuhi melalui pola

kemitraan terutama kebutuhan pemasaran , pinjaman modal dan kebutuhan pembinaan teknis. Petani akan berhenti bermitra bila perusahaan, atau pedagang pengumpul memutuskan berhenti membeli sayuran tanpa pemberitahuan, sering macet dalam pembayaran, masalah harga yang tidak memuaskan, tidak dibayar karena perusahaan bangkrut, tidak disediakan pinjaman uang, atau sarana produksi, atau benih tidak tersedia sehingga lahan terbengkalai.

4. Pengurangan tingkat kerumitan dalam prosedur dan cara-cara bermitra, akan mendorong petani untuk mengikuti pola kemitraan.

5. Ketersediaan sarana transportasi dan telekomunikasi akan memberi kemudahan proses kerjasama dalam pola kemitraan, sehingga mendorong petani untuk mengikuti pola kemitraan.

6. Dugaan tentang petani yang berpeluang untuk bermitra secara berkelanjutan adalah petani yang berumur antara 18 s/d 50 tahun dan yang punya pengalaman usaha tani di atas 5 tahun .

7. Keterlibatan petani dalam pola kemitraan memberi manfaat bagi petani baik, manfaat ekonomi, manfaat teknis, dan manfaat sosial.

8. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari pola kemitraaan adalah: pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti, produktivitas lahan

lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan resiko usaha ditanggung bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah: penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk yang dihasilkan juga lebih baik. Manfaat sosial yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah: ada ke sinambungan kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

9. Keterlibatan petani dalam pola kemitraan juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, dimana pendapatan yang diperoleh dari usahatani kemitraan memberi sumbangan yang sangat signifikan terhadap pengeluaran total.

Saran

Untuk Pemerintah

1. Pedoman Kemitraan Agribisnis yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian tahun 2003, mensyaratkan bahwa petani atau kelompok tani yang disarankan ikut dalam pola kemitraan adalah yang sudah dibina oleh pemerintah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa penyuluh pemerintah tidak tersedia di hampir seluruh lokasi petani, sehingga syarat tersebut kurang relevan. Petani generasi lama mungkin masih mengenyam pembinaan penyuluh, tetapi bagi petani muda yang baru memasuki dunia pertanian, biasanya mereka mencari informasi kepada sumber informasi yang ada di sekitarnya, yaitu petugas perusahaan, koperasi atau petani senior yang biasanya juga sebagai pedagang pengumpul.

2. Terutama untuk komoditas sayuran kemampuan petani dalam budidaya sudah sangat baik, tetapi perlu perhatian pemerintah lebih serius terhadap penggunaan pestisida dan bahan pengendali hama penyakit lainnya yang sering digunakan oleh petani. Kontrol bisa dilakukan melalui dinas pertanian setempat di pasar sayuran lokal, untuk mendeteksi kandungan pestisida atau bahan lain yang mungkin berbahaya bagi konsumen.

3. Kebijakan pemerintah di tingkat lokal dalam hal peningkatan ketersediaan sarana transportasi dan telekomunikasi adalah dua hal utama yang

mendesak untuk dilakukan dalam rangka mempercepat proses pengembangan agribinis melalui pola kemitraan.

Untuk Pihak-pihak yang akan bermitra dengan petani

1. Untuk pihak yang akan bermitra dengan petani yang Penerapan pola kemitraan merupakan upaya “mensinergikan kekuatan” untuk mengatasi masalah-masalah yang disebabkan oleh keterbatasan petani dan pihak mitra. Jadi komponen yang dimitrakan merupakan keputusan bersama untuk mengakomodir kebutuhan masing-masing pelaku.

2. Hal yang harus dihindarkan dalam dalam penerapan pola kemitraan tersebut antara lain: perlakuan yang tidak adil, manipulasi, dan eksploitasi satu pihak oleh pihak lain yang tengah bermitra. Penerapan pola kemitraan yang menekankan prinsip bermitra yang menguntungkan semua pihak (“win-win solution”) sebaiknya juga dibarengi dengan pengembangan kelembagaan di tingkat lokal, serta membangun jejaring dalam rangka pengembangan masyarakat

3. Pengurangan terhadap tingkat kerumitan proses bermitra akan mendorong petani ikut dalam pola kemitraan yang ditawarkan. Kejelasan dalam penetapan standar mutu, proses pembayaran yang tanpa masalah, komunikasi yang baik dalam proses kerjasama akan mendukung keberlanjutan pola kemitraan yang dibangun.

Untuk Petani

Secara garis besar ada 3 pola yang disarankan, namun pada penerapannya di lapangan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari pihak-pihak yang bermitra untuk menentukan komponen apa yang dimitrakan.

1. Bagi petani maju, cukup modal dan teknologi: buatlah usaha sendiri, memproduksi dan mengumpulkan produk petani-petani lain, kemudian mencari pasar sendiri.

2. Bagi petani dengan kultur pedesaan dengan semangat gotong royong dan kebersamaan hidup yang kuat, interaksi yang sangat dekat satu dengan yang lain dalam wilayah tertentu, dengan struktur yang tidak terdeferensisai secara tajam: bentuklah kelompok usaha bersama (koperasi misalnya).

3. Bagi petani kecil yang kekurangan modal dan teknologi, interaksi di antara petani kurang, atau tinggal berjauhan, maka bermitralah dengan pedagang pengumpul atau perusahaan yang akan membantu dalam pengadaan modal, pendampingan petugas untuk teknis budidaya, penggunaan teknologi yang lebih baik, dan menjamin pemasaran produk.

Ade Iwan Setiawan. 1995. Sayuran dataran Tinggi. Budidaya dan Pengaturan Panen. Jakarta: PS. Penebar Swadaya.

Agresti, Alan and Barbara Finlay. 1986. Statistical Methods For The Social Sciences. San Francisco : Dellen Publishing Company.

Bird, Barbara J. 1989. Entrepreneurial Behavior. Glenview, Illionis: Scott, Foresman and Company. .

BPS Propinsi Jawa Barat. 1993. Jawa Barat dalam Angka 1993. Bandung: BPS Propinsi Jawa Barat.

BPS Propinsi Jawa Barat. 2003. Jawa Barat dalam Angka 2003. Bandung: BPS Propinsi Jawa Barat.

Cresswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitatif Approaches. London: Sage Publications.

Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Jakarta: Direktorat Pengembangan Usaha. Departemen Pertanian

Denzin, Norman K, and Yvona S Lincoln (ed) 1994. Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publication s.

Eko Setyanto. 1993. “Hubungan Karakteristik Petani dan Keterlibatannya Dalam Jaringan Komunikasi dengan Adopsi Paket Teknologi Supra Insus di Desa Pandayan Kecamatan Grogol Kabupaten sukoharjo Jawa Tengah”. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Fembriarti Erry Prasmatiwi. 1999. “Determinan Keputusan Petani dalam

Menerapkan Intensifikasi Usaha tani Jagung di Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan ”. Sosio Ekonomika. Volume 5; Nomor 2; Desember 1999; hal. 114-119. Jakarta.

______________________. 2000.” Faktor-faktor Penentu Adopsi Teknologi Pertanian: Studi kasus pada Usaha Tani Kentang di Kabupaten Lampung Barat.” Sosio Ekonomika. Volume 6; Nomor 2; Desember 2000; hal. 136 -143. Jakarta.

Hernanto, Fadholi. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: PS. Penebar Swadaya. Harjono, Joan. 1987. Land, Labour, and Livelihood: in West Java Village.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hayami, Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa: Sudut Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan di Asia. Penerjemah: Zahara D. Noer. Penyunting: Gunawan Wiradi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hamidi. Hirwan. 1997. Kemitraan Petani-KUD-Lembaga Perbankan dalam Membangun Pertanian Lahan Kering (Upland) dan Dampaknya terhadap Kehidupan Ekonomi Petani Lahan Kering. Tesis. Magister Sains.

Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ismail, Munawar. 1994.” Pemerin tah dan Pasar: Kritik terhadap Teori Ekonomi Pembangunan.” Prisma no. 1. Januari 1994. Jakarta: LP3ES

Jarmie, Muhammand Yunus. 1994. Sistem Penyuluhan Pembangunan Pertanian Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Johnson, Doyle Paul.1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Diindonesiakan oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Jurusan Statistika. 2001. Pelatihan Metode dan Analisis Statistika dengan Bantuan Komputer. (Modul Pelatihan tidak dipublikasi) Bogor: Institut Pertanian Bogor (Fotokopi)

Kerlinger. Fred N. 1996. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa.Jakarta: P.N. Balai Pustaka.

Martawijaya, Elang Ilik. 2003. “Menjadi Entrepreneur atau Intrapreneur. Bahan Kuliah Kewirausahaan.” Progrm Studi Magister Manajemen Agribisnis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Fotokopi)

Meredith, Geoffrey, Robert E Nelson, Philip A Neck. 2000. Kewirausahaan. Teori dan Praktek. Alih Bahasa oleh Andre Asparsayogi. Jakarta: PT Pusat Pengembangan Manajemen dan Pustaka Binaman Pressindo. Neuman, W. L. 2000. Social Research Method: Qualitative and Quantitative

Approaches. 4th ed. Allyn & Bacon. London: Sage Publications. Nyoman Suparta. 2001. Perilaku Agribisnis dan Kebutuhan Penyuluhan

Peternak Ayam Ras Pedaging. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Popkin, Samuel L. 1986. Petani Ra sional. Jakarta: Lembaga Penerbit Yayasan Padamu Negeri.

Rachmat Pambudy. 1999. Perilaku Komunikasi,Perilaku Wirausaha Peternak, dan Penyuluhan dalam Sistem Agribisnis Peternakan Ayam. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogo r

Rachmat Pambudy dan Andriyono K. Adhi. (ed). 2000. Prosiding Seminar Nasional: Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Bogor: Penerbit Wirausaha Muda.

Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Re maja Rosdakarya.

Redfield, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Penerjemah: Ali Hasan Jakarta: CV. Rajawali.

Rogers, E. M. 1995. Diffusion of innovations. 4th ed.New York : Free Press. Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di

Asia Tenggara. Penerjemah: Hasan Basari. Penyunting: Bur Rusuanto. Jakarta: LP3ES.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Sitorus, Edward. 1994. “ Makalah Pembahas dalam PIR Perkebunan. Kemitraan Usaha Besar dengan Petani dalam Agribisnis Perkebunan.” hal 95- 103. Jakarta: Yayasan Agrimedia. (Fotokopi)

Soerjani, Moh, Rofiq Ahmad dan Rozy Munir (Editor). 1987. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. 1990. Edisi 4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI Press. Soenarto, Kamanto. 1993. Pengantar Ilmu Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Soewardi. Herman. 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa: Respon Masyarakat terhadap Modernisasi di Bidang Pertanian di Jawa Barat.. Penyunting: Sajogyo. Jakarta: Yayasan Obor

Soetrisno, 1999. Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Sumardjo.1999. “Kemandirian sebagai Indikator Kesiapan Petani Menghadapi Era Globalisasi Ekonomi (Kasus Jawa Barat).” Mimbar Sosek: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Vol.12, No.1 April 1999. hal 14-23. Sumintarsih, (Penyunting). 1994. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan

dalam Hubungan dengan Pemeliharaan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suwarsono dan A lvin Y. So, 2000. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Todaro, Michael, 1980. Pembangunan Ekonomi di Negara Dunia Ketiga. Jakarta: LP3ES.

Van den Ban, A. W., and H. S. Hawkins. 1999. Agricultural Extension. 2nd ed. Blackwell Science.

Wahono, Francis. 19 94. “Dinamika Ekonomi Sosial Desa sesudah 25 tahun Revolusi Hijau.” Prisma No. 3 th. XXIII. Hal: 2-21. Jakarta.

Warsidi . 2003. Sikap terhadap pola kemitraan : Agribisnis Sistem Bagi Hasil dalam Agrimedia (bulan Maret 2003) Jakarta: Direktorat Jendral BPPHP Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Wiradi, Gunawan. 1999. Sosiologi Agraria. Bandung: Yayasan Akatiga . Wolf Eric R. 1983. Petani: Suatu Tinjauan Antropologis. Penerjemah: Yayasan

Ilmu-ilmu Sosial. Penerbit CV. Raja wali. Jakarta

Yudisiani. 1999. “Efektivitas Penyuluhan PHT melalui Pendekatan Sekolah Lapang. Studi Kasus Kegiatan SLPHT di Kecamatan Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.” Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Yufrizal. 1999. “Penerapan teknologi SAPTA Usaha Perikanan oleh Petani Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Parung kabupaten Bogor.” Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Yayasan Agrimedia, 1994. PIR PERKEBUNAN. Kemitraan Usaha Besar dengan Petani dalam Agribisnis Perkebunan. Prosiding Seminar . . Jakarta: Direktorat Jendral Perkebunan.

Lampiran 2.