• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Usaha Perkebunan Kakao Rakyat

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Kelembagaan Usaha Perkebunan Kakao Rakyat

Kelembagaan diartikan sebagai suatu keeratan sistem manajemen dalam menunjang pengusahaan kakao yang dibentuk oleh pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengushaan kakao yang sifatnya formal maupun non-formal yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, eksportir dan industri pengolahan, institusi masyarakat maupun lembaga pemerintah. Kelembagaan dapat terbentuk mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada pemasaran

1 3 1 1 d d d IMC − + =

hasil komoditas kakao. Hubungan antara lembaga itu bersifat saling melengkapi, di mana beberapa perusahan industri pengolahan biji kakao dengan manajemen yang terpisah mempunyai hubungan yang saling menguntungkan dengan pedagang pengumpul maupun dengan eksportir (pedagang antar pulau), misalnya dalam hal penentuan harga beli dan harga jual biji kakao kering.

Pengertian lain dari kelembagaan yaitu merupakan aturan seperangkat tingkah laku yang mengatur pola hubungan dan pola tindakan. Kelembagaan sangat penting dalam pembangunan nasional karena mempunyai kontribusi yang besar dalam memecahkan masalah aktual yang dihadapi oleh masyarakat, terutama dalam proses pembangunan yang mengkoordinasikan para pemilik input dalam proses menghasilkan output dan mendistribusikan dari pada output tersebut.

Menurut Anwar (2000) menyatakan bahwa kelembagaan (institution),

sebagai aturan main (rule of the game), namun kelembagaan sering di identikan

dengan organisasi. Dalam koridor ekonomi kelembagaan, organisasi memainkan peranan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumberdaya secara

efisien, merata, dan berkelanjutan (sustainable). Tindakan strategis untuk

mencapai efisiensi dalam alokasi sumberdaya yang optimal adalah perlunya

pembagian pekerjaan (division of labour), sehingga setiap pekerja dapat bekerja

secara profesional dengan produktivitas yang tinggi. Peningkatan pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan spesialisasi yang berlanjut akan mengarah kepada peningkatan efisiensi dengan produktivitas yang semakin tinggi. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan di mana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri, dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan untuk kebutuhan kehidupan (konsumsinya) sehingga pemenuhan kebutuhannya

diperoleh dari orang/pihak lain yang berspesialisasi melalui suatu pertukaran (exchange atau trade) yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Barang

dan jasa tersebut akan dapat dipertukarkan apabila hak-hak (property right)

dapat ditegaskan, sehingga dapat ditransfer kepada pihak lain. Agar transaksi ekonomi tersebut dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi, yang sekaligus juga mencakup "aturan representasi" dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut.

Ada dua hal utama yang mendasari lahirnya bentuk koordinasi yaitu koordinasi untuk keperluan yaitu : (a) Transaksi melalui sistem pasar, di mana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya- sumberdaya tersebut. Pengertiannya dalam hal ini harga-harga berperan sebagai

pemberi isyarat (signals) dan sebagai pembawa informasi yang mengatur

koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual. (b) Transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar

sistem pasar (extra market institution), di mana wewenang kekuasaan (power)

atau otoritas berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut. Proses transaksi pertukaran barang dan jasa menurut Coase tidak semuanya berlangsung hanya pada kelembagaan pasar, karena dalam menggunakan sistem harga sebagai pemberi informasi handal (terpercaya)

diperlukan biaya (cost). Pentingnya biaya tersebut dibutuhkan untuk menemukan

"harga yang relevan" yang pada umumnya memerlukan biaya (biaya informasi). Selanjutnya untuk melaksanakan transaksi dibutuhkan suatu kontrak. Untuk

keperluan kontrak tersebut diperlukan biaya, yang disebut biaya kontrak (contract

cost) atau secara umum disebut biaya transaksi (transaction cost). Biaya

transaksi dibedakan atas 2 jenis yaitu (a) transaction cost jenis ex ante, yaitu

biaya transaksi sebelum berlangsungnya kontrak, seperti : biaya legislasi,

yaitu biaya transaksi saat/setelah berlangsungnya kontrak seperti : biaya pengadaan, biaya tawar menawar, biaya pembentukan dan pelaksanaan asosiasi dan biaya pengikatan keefektifan jaminan komitmen. Dalam kasus di mana biaya transaksi semakin mahal, maka sistem organisasi merupakan suatu alternatif pilihan yang lebih baik jika dibandingkan dengan sistem pasar untuk melaksanakan transaksi ekonomi dan bisnis.

Gambar 1. Penentuan Pilihan Iinstitusi Melalui Analisis Ekonomi Biaya-

biaya Transaksi (Transaction Cost).

Sumber : Anwar 1998.

Apabila informasi tersebut tidak sempurna (inperfect information) dan biaya

transaksi relatif besar, maka transaksi ekonomi atau koordinasi akan terjadi

melalui sistem organisasi, sebaliknya apabila informasi sempurna (perfect

information) dan biaya transaksi relatif rendah, maka transaksi ekonomi atau koordinasi akan terjadi melalui sistem pasar.

Dalam pengembagannya kelembagaan memiliki tiga komponen utama

yang mencirikan suatu kelembagaan, yaitu : batas yuridiksi, property right, dan

Sistem Pasar Harga Penggunaan/Alokasi SD Pembagian Pekerjaan Spesialisasi Ekonomi Informasi Koordinasi Transaksi Ekonomi Sistem Organisasi Otoritas Alternatif Kombinasi

aturan representasi. Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup

dalam suatu kelembagaan. Property right mengandung pengertian tentang hak

dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal

kepentingannya terhadap sumberdaya. Sedangkan aturan representasi

menentukan siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan sumberdaya yang dibicarakan.

Lebih tegas penjelasan pemahaman tentang kelembagaan, menurut Anwar (1995), bahwa selama ini sering terjadi kesalah pahaman, di mana arti kelembagaan seringkali di identik atau dicampur-adukkan dengan sistem

organisasi. Pada hal konsep ekonomi kelembagaan (institutional economic),

organisasi merupakan suatu bagian (unit) pengambil keputusan yang di

dalamnya diatur oleh sistem kelembagaan atau aturan main (behavior rule).

Aturan main mencakup kisaran yang luas dari bentuk yang berupa konstitusi dari suatu negara, sampai kepada kesepakatan antara dua belah pihak (individu) yang menyepakati suatu aturan secara bersama mengenai pembagian manfaat dan beban (biaya) yang harus ditanggung bersama di antara pihak yang terkait guna mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu unsur-unsur kelembagaan yang mengatur transaksi pertukaran manfaat-biaya di antara para pesertanya menjadi sangat penting.

Teori ekonomi neo-klasik terlalu menekankan kepada masalah pemilihan alternatif alokasi sumberdaya dengan mengasumsikan bahwa motivasi manusia

dan kelembagaan adalah tetap (given). Sehubungan dengan ini, manusia

sebagai pelaku ekonomi akan bertindak rasional dalam memilih alternatif yang

tersedia, yaitu berdasar pengetahuan yang sempurna (full knowledge) dan

mengetahui semua informasi tentang suatu komoditas (full information) yang

dalam alternatif dianggap tanpa resiko (absence of risk). Pada hal kita ketahui bahwa usaha pertan ian pada umumnya beresiko tinggi sehingga akan mempengaruhi efisiensi dalam alokasi sumberdaya. Dengan demikian setiap pelaku dalam usaha pertanian selalu berespon terhadap resiko dan berusaha untuk menghindari risiko atau setidaknya menekan risiko menjadi sekecil mungkin.

Suatu aktivitas ekonomi dikatakan secara teknis efisien, apabila sejumlah input tertentu menghasilkan maksimum output, atau sejumlah output tertentu dicapai dengan input minimal. Sedangkan suatu proses produksi dikatakan efisien apabila dengan biaya tertentu dicapai keuntungan maksimal. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pengukuran tingkat efisiensi sangat sulit

dilakukan. Sumber in-efficiency disebabkan adanya biaya produksi dan biaya

transaksi yang tinggi, sehingga menyebabkan biaya untuk mencapai tingkat keuntungan/utilitas tertentu menjadi tinggi. Biaya-biaya produksi seperti biaya tenaga kerja, lahan dan input lainnya telah banyak diteliti dan relatif mudah

diperhitungkan. Akan tetapi selain biaya produksi, biaya transaksi (transaction

costs) merupakan komponen biaya lain yang tidak kalah pentingnya dengan biaya produksi, atau bahkan dapat menjadi faktor yang berperan lebih penting

dalam ekonomi pertukaran (exchange economy). Oleh karena itu ke dalam

konsep efisiensi perlu memasukkan biaya transaksi tersebut yang meliputi : biaya

informasi (information costs), biaya pengawasan (policy costs), dan biaya

pengambilan keputusan (decision making costs).

Peraturan mengenai standarisasi, grading, informasi pasar, kelancaran komunikasi dan sebagainya akan mempengaruhi biaya informasi, atau dengan perkataan lain bahwa biaya informasi adalah fungsi dari ketersediaan sarana, komunikasi, dan biaya-biaya yang timbul atas usaha campur tangan pemerintah. Umumnya petani memiliki informasi yang sangat terbatas, sehingga mereka tidak

memiliki kemampuan untuk membayar jasa tersebut. Akibatnya akan terjadi struktur informasi yang asimetrik antara petani dan lembaga pemasaran lainnya. Dengan demikian harus diciptakan kelembagaan yang dapat mengurangi kendala informasi tersebut, sehingga pada akhirnya petani dapat memperoleh nilai tambah yang lebih besar. Usaha untuk mengurangi struktur asimetrik merupakan upaya yang harus mengarah pada inovasi sistem kelembagaan yang dapat lebih merata distribusi nilai tambahnya yang pada gilirannya akan melandasi jaminan ke arah sistem kegiatan agribisnis yang berkelanjutan (sustainable agribussiness).

Efektifitas suatu peraturan yang menyangkut mutu komoditas (standarisasi) sangat mempengaruhi biaya pengawasan. Biaya pengawasan yang tinggi sering menjadi suatu kendala dalam pengawasan dan penilaian terhadap suatu produk baik mutu maupun ke asliannya karana untuk membuktikan produk itu asli atau tiruan maka memerlukan biaya yang besar. Sebagai akibatnya, produk-produk yang bermutu rendah akan beredar dipasaran yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat petani.

Sistem birokrasi pemberi izin usaha yang panjang dan rumit akan mengakibatkan biaya transaksi yang tinggi dalam bentuk peningkatan biaya pengambilan keputusan. Semakin tinggi biaya yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, maka akan semakin rendah nilai relatif barang atau jasa yang diperjual belikan, dengan kata lain biaya pengambilan keputusan juga merupakan variabel yang strategis dalam rekayasa kelembagaan.

Menurut Anwar (1995), terjadinya sistem kontrak antara petani dengan pedagang atau tengkulak baik secara formal maupun informal merupakan salah

satu solusi atau instrumen untuk mengurangi biaya transaksi (transaction cost)

ketidakpastian pemasokan input bahan dasar yang dilakukan oleh petani pemasok yang bersifat oportunistik.

Ikatan kontrak secara formal maupun informal sering melibatkan pedagang, tengkulak, maupun pengusaha dalam pemberian ikatan kredit berupa uang muka maupun di dalam pemberian pasokan input usahatani. Adanya resiko yang berkaitan dengan penyediaan input dasar, sebenarnya merupakan motivasi penting bagi tengkulak bersama pengusaha dalam memberikan kredit kepada petani. Untuk meningkatkan informasi, terutama di wilayah pertanian yang telah tumbuh aktivitas komersialnya bersama dengan meningkatnya volume hasil-hasil pertanian yang ditransaksikan, maka tambahan informasi di atas akan meningkatkan hubungan personal yang selama ini biasa terjadi dalam kebanyakan aktivitas ekonomi tradisional. Sedangkan perluasan pasar yang terjadi pada peristiwa ini menjadi sumber informasi yang akan mengarah kepada perbaikan organisasi kelembagaan yang akan dibentuk. Introduksi satu pola pengembangan yang didasarkan atas informasi yang menyangkut kendala- kendala dan keragaan efisiensi, dampaknya akan terjadi baik dalam kaitan ke belakang maupun ke depan.

Selanjutnya Anwar (1995) menyatakan, dengan asumsi bahwa petani

mempunyai rasionalitas yang terbatas (bounded rationality) di mana pada

keadaan yang sebenarnya petani mampu memilih alternatif yang terbaik, tetapi alternatif pilihan yang tersedia terlalu sempit, sehingga akibatnya harga yang diterima petani cenderung lebih rendah. Meskipun de mikian, sesuai dengan kendala-kendala yang dihadapinya, petani masih memperhitungkan manfaat dan

biaya (benefit/cost) yang berkaitan dengan tindakan mengatasi setiap resiko

dengan mengingat kendala-kendala yang dihadapinya. Atau mereka bersikap

dengan menetapkan tingkat keamanan pada besarnya resiko tertentu (tolerable

alternatif cara penanggulangan resiko yang paling murah (cost effective). Tingkat resiko ini dapat dibandingkan dengan semacam tingkat perlindungan minimum

yang diperlukan oleh petani (safety first attitude), agar dapat menutupi tingkat

kerugian tertentu yang mungkin terjadi, terutama jika dihadapkan kepada

keamanan untuk survival kehidupan keluarganya dalam menghadapi

kemungkinan terjadinya musibah.

Kelembagaan pemasaran hasil pertanian mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kelembagaan usaha pertanian seperti diuraikan sebelumnya. Dalam hal ini ada kalanya kegiatan kelembagaan pemasaran sering terlepas dengan kegiatan usaha petani, di mana petani selalu berada pada posisi yang

paling lemah. Tingkah laku pasar (market coduct) juga sering merugikan petani,

karena pedagang/lembaga pembeli komoditas pertanian yang menentukan harga secara searah. Keadaan tersebut terjadi karena sistem informasi yang asimetrik (asymmetric information) dan menimbulkan struktur pasar yang tidak bersaing

atau malah keberadaan pasar tidak terwujud (missing market). Di lain pihak,

petani mempunyai kesempatan yang sangat terbatas untuk memasarkan sendiri produksi pertaniannya. Hal ini disebabkan karena pasar desa terbatas jumlahnya, disamping itu dalam menjalankan usahatani petani banyak tergantung kepada jasa pedagang/tengkulak yang ada. Peran sentral yang dimainkan oleh pedagang atau tengkulak sangat membantu petani dalam menyampaikan/menyalurkan hasil pertanian pada waktu, jumlah dan tempat yang sesuai dengan kebutuhan petani dan konsumen.

Dokumen terkait