• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelestarian Lingkungan. Beberapa kasus relevan untuk dijadikan bukti yang menguatkan bahwa penerapan pola kemitraan, memberikan sumbangan bagi

No. Kategori Penggunaan

2. Kelestarian Lingkungan. Beberapa kasus relevan untuk dijadikan bukti yang menguatkan bahwa penerapan pola kemitraan, memberikan sumbangan bagi

upaya menjaga kelestarian lingkungan. Misalnya praktek budidaya sayuran dengan sistem pertanian organik, dan penggunaan pestisida secara tepat guna, tidak berlebihan. Sayuran organik, diproduksi dengan cara budidaya yang lebih rumit dalam arti merepotkan terutama karena pupuk dan obat pembasmi hama diracik sendiri oleh petani bukan secara instant dapat dibeli. Teknik budidaya dengan sistem pertanian organik tersebut belum biasa dilakukan oleh petani tetapi dimungkinkan melalui pola kemitraan karena adanya fasilitas pendampingan oleh petugas perusahaan.

Pertanian organik yang ramah lingkungan tidak sederhana dalam penerapannya, dan kurang efisien dari sisi bisnis. Alternatif yang dilakukan dalam sistem budidaya sayuran adalah dengan menerapkan penggunaan pestisisda secara tepat guna. Penggunaan pestisida tepat guna ini masih dalam toleransi terhadap isu kerusakan lingkungan. Dengan pola kemitraan penggunaan pestisida tepat guna ini dapat dikontrol oleh petugas perusahaan, koperasi atau pedagang pengumpul, karena sayuran yang terlalu banyak menggunakan pestisida tidak akan laku di pasaran, terutama sayuran yang dijual di pasar khusus.

Pola kemitraan juga dapat memanfaatkan lahan -lahan yang kurang produktif menjadi lebih produktif. Lahan milik Negara atau perorangan dapat dipinjamkan untuk ditanami dengan sayuran. Beberapa kasus di wilayah Bandung, Garut dan Cianjur, sejumlah lahan dengan luasan tertentu dikelola oleh petani yang bermitra dengan perusahaan agribisnis.

Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan ini diukur dari pengeluaran rumahtangga. Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah dengan menghitung persentase pengeluaran pangan dari total pengeluaran rumahtangga dalam waktu satu tahun terakhir. Semakin rendah persentase pengeluaran pangan dari pengeluaran total maka semakin sejahteralah rumahtangga tersebut.

Tabel 61. menyajikan persentase pengeluaran konsumsi pangan dari pengeluaran total. Bila dikelompokkan dalam tiga kategori, persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan sebagian besar berada pada kategori sedang ( antara 37 s/d 62 persen).

Tabel 61. Persentase Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Dari Pengeluaran Total

No. Kategori Pengeluaran Tidak Mitra (%) Mitra (%) Total (%)

1. Rendah 24,0 27,6 26,3

2. Sedang 52,0 40,7 44,9

3. Tinggi 24,0 31,7 28,8

4. Total 100,0 100,0 100,0

Rendah < 37 % Sedang 37 % s/d 62 % Tinggi > 62 %

Jika membanding petani mitra dan non mitra, maka terlihat bahwa petani mitra dengan kategori kepengeluaran pangannya rendah lebih banyak dibanding petani non mitra, tetapi petani dengan pengeluaran pangan tinggi juga lebih banyak Jadi keragaman pengeluaran untuk pangan lebih beragam di petani mitra.

Tabel 62 . Perbandingan persentase konsumsi pangan untuk petani mitra dan non mitra.

No. Peubah Status N Rata -rata Std.

Deviasi

Std. Error

Rata -rata Sig .

Mitra 123 0,4858 0,18916 0,01706

1. Persentase Konsumsi

Pangan Non Mitra 75 0,4935 0,17114 0,01976 0,774

Rata-rata pengeluaran untuk pangan adalah 48,9 persen, median 49,0 persen dengan kisaran antara 2 persen sampai dengan 88 persen. Dilihat dari rataannya maka petani mitra lebih sejahtera, tetapi secara ujistatistik tidak signifikan.

Manfaat Pola Kemitraan Bagi Perusahaan, Koperasi, dan Pedagang Pengumpul

Bagi perusahaan, koperasi, dan pedagang pengumpul yang kegiatan bisnisnya adalah mengolah dan memasarkan produk, petani merupakan pemasok produk sayuran . Di sisi lain petani adalah pasar dari sarana produksi bagi mereka yang kegiatan bisnisnya adalah memasarkan sarana produksi

pertanian. Berikut ini adalah beberapa pernyataan perusahaan, koperasi, dan pedagang pengumpul tentang manfaat yang diperolehnya dari pola kemitraan. (1) Perusahaan sangat tergantung dengan petani, perusahaan tidak dapat

hidup tanpa petani, oleh karena itu petani adalah mitra bisnis perusahaan (PS)

(2) Ketergantungan antara petani mitra dan perusahaan adalah saling membutuhkan untuk sukses. Kalau sampai terjadi gangguan pada pemasok, maka praktis kegiatan agribisnis perusahaan akan terhenti. Kalau sampai terjadi diskontinuitas pasokan ke pasar, berarti fatal bagi kelangsungan bisnis atau harus mulai dari awal lagi untu k menumbuhkan kepercayaan pasar (KF)

(3) Petani mitra penting artinya bagi perusahaan, dimana petani mitra ini adalah pemasok utama (BSB).

(4) Pendelegasian proses produksi, Investasi lahan berkurang, Keamanan produk di lahan menjadi tanggung jawab petani, Resiko usaha terbagi, Terbebas dari konflik isu perburuhan, Merubah pesaing menjadi mitra. (SM) (5) Koperasi adalah usaha bersama petani mitra, di mana petani sebagai

pemasok paprika bagi koperasi. Hal ini menunjukan bahwa petani mitra merupakan unsur penting bagi keberhasilan koperasi (KMS)

(6) Selain belajar berbisnis sayuran, para santri adalah sumber tenaga kerja dalam mengelola lahan PAI. Mereka menjadi produktif serta mampu menemukan kegiatan usaha alternative. Masyarakat sekitar selain sebagai sumber tenaga kerja juga pemasok sayuran bagi PAI.

(7) Petani mitra penting artinya untuk JR karena merupakan pangsa pasar bagi produk JR.

Manfaat pola kemitraan bagi perusahaan, koperasi dan pedagang pengumpul dari pola kemitraan yang dibangun bersama-sama petani ternyata tidak diperolah dengan mudah, karena pada kenyataannya masih banyak masalah yang dihadapi. Banyak faktor yang menyebabkan kelangsungan penerapan pola kemitraan terganggu. Berikut ini adalah beberapa masalah yang diidentifikasi dari perusahaan, koperasi dan pedagang pengumpul.

(1) Harga yang fluktuatif. Dengan cara budidaya yang tradisional di lahan terbuka sangat tergantung dengan iklim dan cuaca. Kualitas produk dan jumlah produk tidak dapat secara terus-menerus dipenuhi, sehingga harga

berfluktuasi. Pada saat produksi banyak harga turun sebaliknya pada saat produksi sedikit harga naik. Terhentinya permintaan sayuran oleh pihak konsumen, yang menyebabkan terbatasnya pasar sayuran.

(2) Keterbatasan Modal. Modal untuk pembelian saprodi dan untuk pembayar hasil panen dari petani. Harga yang dibayar biasanya sesuai dengan harga yang berlaku di pasar.

(3) Kualitas petani yang masih terbatas dalam menghasilkan mutu produk yang baik. Konsumen membutuhkan produk dengan standar mutu yang tinggi. Kekurangmampuan petani mitra dalam menjaga tanamannya seperti serangan hama dan penyakit, sering terjadi penyemprotan pestisida yang berlebihan akan merugikan karena dapat terdeteksi oleh negara tujuan ekspor dan seluruh produk kiriman akan ditolak.

(4) Kurangnya loyalitas petani mitra. Sulitnya proses konsolidasi di antara petani, petani yang sudah biasa mandiri atau mengusahakan segalanya sendiri tidak mudah untuk mempercayai orang. Karena masalah tran sparan dari pihak perusahaan, mengenai pembagian keberhasilan (terutama mengenai harga dan kualitas produk).

(5) Sulitnya merubah watak dan budaya petani, dari pola mengikuti musim menjadi program mengikuti kapasitas mesin industri.

(6) Kurang disiplinnya pihak petani: bila harga di pasar lebih tinggi dari kesepakatan dengan perusahaan , petani menjual produknya kepada pihak ketiga, sedangkan kalau harga pasar rendah mereka menjual ke perusahaan.

(7) Standarisasi produk belum betul-betul dikuasai kedua belah pihak. Kejujuran kedua belah pihak ada batasnya, perusahaan sering tidak transparan dalam melakukan sortasi terhadap produk petani, pengusaha (suatu waktu) dapat bertindak otoriter,

(8) Petani yang gagal panen harus menanggung biaya produksinya sendiri, (9) Keterbatasan jumlah pengusaha yang mampu mengelola system jaringan

kemitraan .

(10) Tidak adanya kebijakan dan bantuan pemerintah terhadap komoditas hortikultura khususnya paprika, merupakan ancaman bagi perusahan karena perolehan benih dan nutrisi didapat dengan cara impo rt

(11) Adanya kesulitan dalam membangun kerjasama dengan berbagai instansi, misalnya dalam mendapatkan bimbingan dan pelatihan serta akses permodalan.

(12) Terbatasnya sarana dan prasarana fisik, berupa jalan aspal menuju lokasi perusahaan, sarana air bersih serta fasilitas telekomunikasi.

(13) Prasangka dari masyarakat tentang adanya tindakan eksploitatif perusahaan terhadap para petani untuk mendapat keuntungan berlipat ganda.

(14) Tingginya tingkat persaingan antar perusahaan yang sama .

(15) Keterbatasan dalam pelayanan kredit dan tidak adanya jaminan pemasaran produk menyebabkan lemahnya ikatan antara petani mitra dengan perusahaan.

(16) Petani sudah mampu melakukan teknik budidaya secara mandiri, tanpa bantuan petugas pendamping , maka pola kemitraannya berakhir, meskipun secara personal mereka tetap berinteraksi.

dalam praktek atau penerapannya di lapangan. Studi ini menemukan beberapa kelemahan tersebut sepe rti telah dijabarkan pada bab sebelumnya yang berakibat pada berhentinya sejumlah petani mitra.

Bab ini akan mencoba menjelaskan strategi yang berupa tahapan-tahapan proses, dalam kerangka proses adopsi pola kemitraan, dalam rangka menjadikan pola kemitraan sebagai strategi peningkatan kinerja petani kecil.

Makna Bisnis Sayuran Bagi Petani: Mencari Keuntungan dari Hasil Usahataninya

Petani sayuran mempunyai karakteristik yang berbeda dengan petani padi. Berdasarkan pengalaman penulis meneliti di komunitas petani padi dan petani sayuran, menyimpulkan bahwa petani sayuran lebih dinamis dibandingkan petani padi. Dinamika kehidupan petani sayuran tercermin dari intensitasnya dalam penggunaan tenaga kerja, perputaran modal yang cepat, dan penggunaan teknologi yang relatif lebih maju.

Dalam penggunaan tenaga kerja, bagi petani sayuran tidak ada perbedaan antara masa sibuk (peak season) dan masa santai (low season) dalam proses produksi seperti dialami oleh petani padi, karena bagi petani sayuran setiap hari merupakan hari sibuk. Bagi petani padi, ada sebagian yang melakukan migrasi keluar desa untuk mencari pekerjaan tambahan di masa santai, tetapi bagi petani sayuran ini tidak terjadi.

Perputaran modal berupa uang untuk membayar biaya produksi, baik untuk sewa lahan, membeli saprotan maupun upah tenaga kerja luar keluarga, pada usahatani sayuran begitu cepat, sesuai dengan siklus sayuran yang ditanamnya yang berkisar 2 mingguan seperti bayam sampai 8 bulan seperti cabe. Penggunaan teknologi di usahatani sayuran relatif lebih maju dibanding padi, baik berupa penggunaan beragam media tanam, penggunaan benih atau bibit, pupuk, obat dan pengatur tumbuh, serta teknologi penanganan pasca panen. Penggunaan teknologi yang lebih baik pada usahatani sayuran tersebut secara umum menunjukkan juga penggunaan modal yang tinggi. Biaya yang tinggi antara lain diperlukan untuk menyiapan alat-alat penampung air dan alat yang dapat mendistribusikan air pada bedeng-bedeng lahan sayuran, karena sebagian besar lahan sayuran adalah lahan tadah hujan (rainfed). Biaya yang

tinggi juga diperlukan apabila petani menginginkan untuk membangun rumah kaca (green house) beserta peralatan fertigasi yaitu alat yang berfungsi untuk mendistribusikan air dan pupuk pada setiap tanaman sayuran.

Makna agribisnis bagi petani, tidak secara khusus menjadi focus dalam penelitian ini. Petani sayuran adalah pengusaha pertanian, yaitu petani-petani yang mengerjakan pertanian untuk usaha dan penanaman modal kembali, melihat tanahnya sebagai modal dan komoditi. Petani sayuran adalah mere ka yang mencari keuntungan dari kegiatan usahataninya, bukan mereka yang bertani sebagai suatu cara hidup menurut Redfield (1983).

Perubahan Jenis Sayuran adalah Awal Bisnis Sayuran

Dibeberapa lokasi kasus ditemukan kesamaan dalam perkembangan bisnis sayuran, yaitu ditandai dengan perubahan jenis sayuran yang ditanam atau peningkatan mutu dari sayuran lokal. Upaya ini dilakukan agar sayuran yang dihasilkan sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen. Perubahan jenis sayuran yang ditaman dilokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 63.

Di lokasi penelitian ditemukan bahwa kehadiran Perusahaan Agribisnis sangat bermanfaat bagi petani di sekitar perusahaan. Kehadiran Perusahaan Agribisnis membawa inovasi bagi petani, diantaranya komoditas jenis baru, perbaikan mutu produk maupun managemen usahatani

PT SM : Sayuran Eksklusif

Masuknya PT SM ke Bogor pada tahun 1984 memberikan manfaat bagi petani di sekitarnya. Manfaat ini di rasakan petani ketika perusahaan mulai mengadakan kerjasama dengan petani untuk menanam komoditas sesuai dengan keinginan perusahaan. Komoditas yang ditanam merupakam komoditas yang tergolong masih baru bagi petani. Komoditas tersebut diantaranya, edamame, okra, zuchini, nazubi, timun jepang. Sebelum diadakan kerjasama diadakan kesepakatan secara lisan antara perusahaan dengan petani. Kesepakatan tersebut meliputi harga dan waktu tanam.

Fasilitas yang diberikan perusahaan kepada petani diantaranya bibit, pupuk, dan pestisida. Petani memperoleh fasilitas tersebut dengan system kredit

yang dibayar pada saat petani panen dengan cara memotong hasil penjualan petani ke perusahaan

Tabel 63 Perubahan Jenis Sayuran Setelah Adanya Perusahaan Agribisnis di Lokasi Penelitian

No

Lokasi Perusahaan

Sayuran Lama yang Ditanam Petani Perubahan setelah Ada Perusahaan Tahun peruba han A. Bogor

1. SM Sayuran lokal seperti :

bawang daun, buncis, wortel, kacang panjang, timun, cesin, sawi

Sayuran baru: edamame, okra, buncis mini, pakcoy baby, jagung manis, paprika, nazubi, zuchini, cisito, tomat cerry dll.

1994

2. BSB Sayuran lokal seperti :

bawang daun, buncis, wortel, timun, cesin, sawi

sayuran lokal dengan sistem organik.

1994

B. Cianjur

3. Pacet Segar Sayuran lokal seperti : s awi, bawang daun, cabe, wortel

Sayuran lokal dengan perbaikan mutu dan sayuran baru seperti : brokoli, kyuri, zuchini, okra,

1995

4. Kem Farm Sayuran lokal seperti : sawi, bawang daun, cabe, wortel

Sayuran lokal dengan perbaikan mutu dan sayuran baru seperti : paprika, zuchini, selada, brokoli, tomat, wortel, kol, kentang

1987

C. Bandung

5. PT Joro Sayuran lokal seprti : labu siam, kubis, kol merah, kentang, buncis, dll

Sayuran lokal dengan perbaikan mutu dan sayuran baru yaitu, paprika.

1996

6. Koperasi Mitra Suka Maju

Sayuran lokal seperti : labu siam, kubis, kol merah, buncis, dll

Sayuran lokal dengan perbaika n mutu dan sayuran baru yaitu, paprika.

1999

7. Pesantren Al Ittifaq

Sayuran lokal seperti : bawang daun, seledri, kentang, strowbery

Sayuran lokal dengan perbaikan mutu.

1997

C. Garut

8. SM Sayuran lokal seperti kubis

dan kentang

Sayuran lokal dengan perbaikan mutu seperti : kapri, buncis mini, tomat, sayuran baru seperti : selada keriting, lettuce, nazubi, kyuri, okra

1998

Perusahaan juga menyediakan fasilitas seorang petugas pendamping pertanian yang akan mendampingi petani dalam kegiatan usahataninya. Petugas pendamping akan membantu petani jika petani mengalami kesulitan.

Kehadiran PT SM juga memberikan perubahan pada sistem pemasaran produk yang selama ini di pakai oleh petani. Sebelum hadirnya PT SM petani menjual produknya melalui pedagang pengumpul atau tengkulak yang ada di desa tersebut dengan harga dibawah harga pasar. Selain itu petani biasanya menjual langsung produknya ke pasar terdekat. Kehadiran PT SM merubah jalur pemasaran yang selama di pakai petani. Petani yang bermitra dengan PT SM langsung menjual produknya ke perusahaan tanpa melalui perantara, dengan harga lebih tinggi dari harga pasar dan harga telah disepakati sebelum petani menanam komoditas sesuai permintaan perusahaan.

Petani juga diajari bagaimana menangani produk pasca panen. Selama ini petani langsung menjual produk ke pedagang pengumpul atau pasar tanpa melakukan cleaning, sorting, grading dan packing. Setelah petani bermitra dengan PT SM petani diajari cleaning, sorting, dan grading tetapi keputuisan standar untuk grading produk ada di tangan perusahaan.

Selain Produk eklusif (edamame, okra, zuchini, nazubi) PT SM juga membeli produk lokal (bawang daun, wortel, tomat) dari petani dengan syarat mutu produk sesuai dengan ketentuan yang berlaku di SM. Dengan kehadiran PT SM petani diajarkan untuk menjaga mutu produk agar laku dipasaran dengan harga yang lebih tinggi.

Penduduk desa Kecamatan Mendung sebagian bermata pencaharian sebagai petani. sayuran yang banyak diusahakan di daerah tersebut antara lain bawang daun, cesin, buncis, tomat, kacang panjang, dan sawi dan produk-produk yang bersifat mass produk-produk. Masuknya PT SM ke Bogor pada tahun 1984 mempengaruhi perkembangan pertanian di daerah tersebut. PT SM menjalin kerjasama dengan petani disekitarnya untuk menjadi pemasok sayuran dengan ketentuan yang telah disepakati. Produk sayuran yang dikembangkan oleh PT SM adalah komoditas eksklusif dengan jaringan pemasaran khusus. Produk yang dihasilkan di pasarkan ke supermarket, restaurant dengan pesanan khusus. Karena produk yang dibudidayakan merupakan produk eksklusif dan para petani belum pernah membudidayakan maka PT SM memberikan pelayanan petugas yang akan mendampingi petani selama kegiatan produksi berlangsung.

Berikut ini adalah analisis terhadap pola kemitraan antara PT SM dan para petaninya.

Kekuatan

1. SM membeli produk dengan harga yang tinggi. 2. SM membayar tepat waktu

3. SM menyediakan fasilitas pendampingan petugas perusahaan . 4. SM menyediakan fasilitas kredit untuk benih, bagi semua petani. 5. SM menyediakan kebun percontohan untuk media belajar petani 6. SM menilai petani sebagai mitra yang baik sampai saat ini.

7. Antara SM dan petani ada kesepakatan secara lisan antara perusahaan dengan petani, tentang harga dan waktu tanam.

8. Petani mitra menjual langsung produknya ke SM tanpa melalui perantara. 9. Petani dilatih oleh petugas SM tentang proses cleaning, sorting, dan

grading.

10. Selain bermitra dengan petani SM juga bermitra dengan para suplier untuk memasok sayuran berkualitas baik.

Kelemahan

1. SM membatasi jumlah petani mitra (setara 1,2 Ha luasan tanam per minggu)

2. Kemampuan SM dalam pemberian fasilitas kredit untuk pupuk dan pestisida terbatas pada petani tertentu.

3. Penetapan standar mutu oleh SM belum tegas. Bila produk melimpah, standar mutu lebih tinggi dari.

4. Mutu benih yang disediakan oleh SM kadang kurang baik sehingga mutu produk yang dihasilkan juga kurang baik.

5. Kurang disiplinnya beberapa petani dalam mengikuti anjuran petugas.

Peluang

1. Permintaan konsumen akan sayuran yang terus menerus 2. Minat terhadap pertanian meningkat terutama petani muda yang

berpendidikan

3. SM merupakan perusahaan yang punya kredibilitas baik menurut peme rintah dan masyarakat sekitar dalam penerapan pola kemitraan.

Ancaman