• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok-Kelompok Ahli Waris / Penggolongan Ahli Waris

Dalam Pasal 174 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menjelaskan mengenai kelompok-kelompok dari ahli waris, yaitu :

a. Menurut hubungan darah :

1) Golongan laki-laki yang terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.

2) Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.

Berdasarkan besarnya hak yang akan diterima oleh para ahli waris, maka ahli waris di dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu:25

a. Ashchabul-furudh, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tertentu, yaitu 2/3, 1/1, 1/3, 1/4, 1/6 dan 1/8.

b. Ashabah, yaitu golongan yang bagian haknya tidak tertentu, tetapi mendapatkan ushubah (sisa) dari Ashchabul-furudh atau mendapatkan semuanya jika tidak ada Ashchabul-furudh.

c. Dzawil-arham, yaitu golongan kerabat yag tidak termasuk golongan pertama dan kedua.

Jadi ahli waris dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan yaitu Aschabul furudh, yang berhak mendapatkan bagian haknya, ashabah yaitu golongan yang mendapatkan sisa dari aschabul furudh atau mendapatkan semuanya jika tidak ada aschabul furudh serta dzawil arham, yaitu yang tidak termasuk dalam golongan pertama dan kedua.

Beberapa ahli waris yang termasuk golongan Ashchabul-furudh memiliki kedudukan rangkap sebagai Ashabah, beberapa lainnya dapat berubah menjadi Ashabah.

25 H. R. Otje Salman S dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, Refika Aditama, Bandung, 2002, hlm. 51.

a. Ashchabul-furudh.

Para ahli fara’id membedakan Ashchabul-furudh kedalam dua macam, yaitu Ashchabul-furudh is-sababiyyah dan Ashchabul-furudh in-nasabiyyah. Ashchabul-furudh is-sababiyyah adalah golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan perkawinan dengan perwaris / ahli waris yang harus selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak

berubah-ubah.26 Golongan ahli waris ini adalah janda atau duda

(laki-laki atau perempuan). Ashchabul-furudh in-nasabiyyah adalah golongan ahli waris sebagai akibat adanya hubungan darah dengan si pewaris.

Termasuk kedalam golongan ini adalah:27

1) Leluhur perempuan : Ibu dan nenek. 2) Leluhur laki-laki : Bapak dan kakek.

3) Keturunan perempuan : Anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki.

4) Saudara seibu : Saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu. 5) Saudara sekandung / sebapak : Saudara perempuan sekandung dan

saudara perempuan sebapak.

Jadi yang termasuk dalam Aschabul Furudh adalah ibu, nenek, bapak, kakek, anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki, saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu, serta saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak.

26 Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, Jakarta, 1968, hlm. 38. 27 Ibid, hlm. 52

b. Ashabah

Ashabah dalam bahasa Arab berarti anak lelaki dan kaum kerabat dari

pihak bapak.28 Ashabah menurut ajaran kewarisan patrilineal Syafi’I

adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian terbuka atau bagian sisa. Para ahli fara’id membedakan ashabah ke dalam tiga macam, yaitu ashabah binnafsih, ashabah bil-ghair, dan ashabah ma’al-ghair. Ashabah binnafsih adalah kerabat laki-laki yang dipertalian dengan si mati tanpa diselingi oleh perempuan, yaitu :

1) Leluhur laki-laki : Bapak dan kakek.

2) Keturunan laki-laki : Anak laki-laki dan cucu laki-laki.

Ashabah bil-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushuah, yaitu :

1) Anak perempuan yang mewaris dengan anak laki-laki.

2) Cucu perempuan yang mewaris bersama dengan cucu laki-laki. 3) Saudara permpuan sekandung/sebapak yang mewaris bersama

dengan saudara laki-laki sekandung/sebapak.

Ashabah ma’al-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain menjadi ashabah, tetapi orang lain itu tidak berserikat dalam menerima ushubah, yaitu saudara perempuan

sekandung dan saudara perempuan sebapak yang mewaris bersama anak

perempuan dan cucu perempuan.29

c. Dzawil-arham

Dzawil-arham adalah orang yang mempunyai hubungan darah

dengan pewaris melalui pihak wanita saja.30 Hazairin memberikan

perincian mengenai dzawil arham yaitu, “semua orang yang bukan aschabul-furudh dan bukan ashobah, umumnya terdiri atas orang yang termasuk anggota-anggota keluarga patrilineal pihak menantu laki-laki,

atau anggota keluarga pihak ayah dan ibu.31 Kerabat golongan ini baru

mewaris jika tidak ada kerabat yang termasuk kedua golongan diatas. 4. Bagian Ahli Waris

Di bawah ini akan dikemukakan tentang bagian hak para ahli waris yang termasuk ke dalam golongan ashchabul-furudh dan ashabah.

a. Ahli Waris Utama :

Ahli waris utama dalam hukum waris Islam terdiri dari 5 (lima) pihak, yaitu janda, ibu, bapak, anak laki-laki, dan anak perempuan. Keberadaan salah satu pihak tidak menjadi penghalang bagi pihak untuk menerima waris. Dengan kata lain mereka secara bersama-sama akan menerima waris dengan bagian yang telah ditentukan. Janda, ibu, dan anak perempuan menerima waris dengan bagian yang pasti, anak laki-laki menerima waris dengan bagian yang tidak pasti (sisa), dan bapak

29 Ibid, hlm. 53.

30 Sajuti Thalib, Op Cit, hlm. 15. 31 Hazairin, Op Cit, hlm. 15.

menerima waris dengan bagian yang pasti atau bagian tidak pasti (sisa). Oleh sebab itu, jika ada anak laki-laki dan atau bapak maka dapat dipastikan bahwa tirkah akan habis dibagi diantara para ahli waris utama dan para ahli waris pengganti tidak akan memerima bagian sedikitpun

(melalui cara waris).32 Uraian tentang bagian para ahli waris utama

adalah sebagai berikut : 1) Janda.

Didalam hukum waris Islam, bagian waris Islam, bagian waris untuk janda laki-laki dengan janda perempuan tidak sama, yaitu sebagai berikut :33

a) Janda perempuan.

Bagian janda perempuan adalah : 1/8 bagian jika pewaris mempunyai anak dan 1/4 bagian jika pewaris tidak mempunyai anak. Dasar hukum terdapat dalam surat An-Nissa ayat 12 yang artinya :

“Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak”

Pembagian waris untuk janda diatur juga dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 180, berbunyi :

“Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris

32 Sajuti Thalib, Op.Cit., hlm. 53. 33 Sajuti Thalib, Ibid, hlm 54.

meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian”.

b) Janda Laki-laki

Bagian janda laki-laki adalah : 1/4 bagian jika pewaris mempunyai anak dan 1/2 bagian jika pewaris tidak mempunyai anak.

Pembagian waris untuk janda laki-laki / duda diatur juga dalam Pasal 179 KHI, berbunyi :

“Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian”. 2) Ibu

Bagian ibu adalah :34

1) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak,

2) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai beberapa saudara. 3) 1/3 bagian jika pewaris tidak mempunyai anak

Pembagian waris untuk ibu diatur juga dalam Pasal 178 KHI, berbunyi:

(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

3) Bapak

Bagian bapak adalah :35

1) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak.

2) 1/6 bagian ditambah sisa jika pewaris hanya mempunyai anak perempuan.

3) Sisa, jika pewaris tidak mempunyai anak.

Pembagian waris untuk bapak diatur juga dalam Pasal 177 KHI, berbunyi :

“Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian”.

4) Anak Perempuan

Bagian anak perempuan adalah :36

1) 1/2 bagian jika seseorang. 2) 2/3 bagian jika beberapa orang.

3) Masing-masing satu bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama anak laki-laki. Dalam hal ini, kedudukan anak perempuan adalah sebagai ashabah bil-ghair.

Pembagian waris untuk anak perempuan diatur juga dalam Pasal 176 KHI, berbunyi :

35 Sajuti Thalib, Ibid, hlm. 55 36 Sajuti Thalib, Ibid, hlm. 58.

“Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan”.

5) Anak Laki-laki

Anak laki-laki tidak memiliki bagian yang pasti, mereka menerima waris dengan jalan ushubah, baik diantara sesama anak laki-laki atau

bersama dengan anak perempuan. Bagian laki-laki adalah :37

a) Masing-masing 1 (satu) bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama dengan anak laki-laki lainnya. Dalam hal ini, kedudukan anak laki-laki adalah sebagai ashabah binnafsih.

b) Masing-masing 2 (dua) bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama anak perempuan. Dalam hal ini, kedudukan anak perempuan adalah sebagai ashabah bil-ghair.

b. Ahli Waris Utama Pengganti

Pengertian ahli waris pengganti di dalam hukum waris Islam tidak sama dengan ahli waris pengganti di dalam hukum waris Adat atau hukum waris barat (BW), yang pada pokoknya hanya memandang ahli waris pengganti adalah keturunan dari ahli waris yang digantikan kedudukannya. Pengertian ahli waris pengganti di dalam hukum waris Islam adalah ahli waris yang haknya terbuka sebagai akibat ketiadaan ahli waris tertentu. Ahli waris pengganti tidak selalu merupakan

keturunan dari ahli waris yang digantikannya. Oleh sebab itu sejumlah ahli fiqih menyebutkan bahwa hukum waris Islam tidak mengenal pergantian kedudukan. Ahli waris utama pengganti terdiri dari nenek, kakek, cucu perempuan pancar laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki. 1) Nenek

Kedudukan nenek sebagai ahli waris baru terbuka jika tidak ada ibu. Oleh sebab itu, maka dapatilah dikatakan bahwa nenek mempunyai kedudukan sebagai pengganti ibu. Bagian nenek mempunyai 1/6

bagian, baik sendirian maupun bersama.38

2) Kakek

Kedudukan kakek sebagai ahli waris baru terbuka jika tidak ada bapak. Oleh sebab itu, maka dapatlah dikatakan bahwa kakek mempunyai kedudukan sebagai pengganti bapak. Bagian kakek

adalah :39

a) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak.

b) 1/6 bagian ditambah sisa pewaris jika hanya mempunyai satu anak perempuan.

c) Sisa, jika pewaris tidak mempunyai anak.

Dalam hal kedudukan kakek tidak dipandang sebagai pengganti kedudukan bapak secara mutlak maka bagiannya adalah sebagai berikut:

38 Sajuti Thalib, Ibid, hlm. 58. 39 Sajuti Thalib, Ibid, hlm. 59-60.

a) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak.

b) 1/6 bagian ditambahkan sisa pewaris jika hanya mempunyai satu anak perempuan.

c) Sisa, jika pewaris tidak mempunyai anak. d) Muqasamah, jika mewaris bersama saudara. 3) Cucu Perempuan

Kedudukan cucu perempuan sebagai ahli waris masih belum terbuka jika :40

a) Ada anak laki-laki atau cucu laki-laki yang lebih tinggi derajatnya.

b) Ada dua anak perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi derajatnya.

Kedudukan cucu perempuan sebagai ahli waris baru terbuka jika :

a) Hanya ada satu anak perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi derajatnya.

b) Ada cucu laki-laki yang menjadi muashib mereka.

Bagian cucu perempuan adalah :

a) 1/2 bagian jika seorang.

b) 2/3 bagian jika beberapa orang.

c) 1/6 bagian jika mereka mewaris sebagai cucu perempuan pelengkap.

d) Masing-masing satu bagian jika mereka mewaris bersama cucu laki-laki yang menjadi muashibnya.

4) Cucu Laki-laki

Kedudukan cucu laki-laki sebagai ahli waris baru terbuka jika tidak ada anak laki-laki (bapaknya). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa cucu laki-laki mempunyai kedudukan sebagai pengganti anak laki-laki bapaknya. Cucu laki-laki dapat mewaris bersama dengan paman ( anak laki-laki atau cucu laki-laki yang lebih tinggi derajatnya), juga dapat menarik bibi ( anak perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi derajatnya ) dan saudara perempuan ( cucu perempuan yang sama derajatnya ) menjadi ashabah bil-ghair, sebagaimana bapaknya. Dalam hal terdapat sejumlah cucu laki-laki bersama atau tidak bersama cucu perempuan yang berasal dari anak laki-laki yang sama, maka mereka berserikat sebagaimana bagian

bapaknya.41

c. Ahli Waris Pengganti 1) Saudara Seibu

Saudara seibu baru terbuka haknya jika tidak ada bapak dan anak. Kedudukan saudara seibu, baik perempuan maupun laki-laki, adalah sama. Jika saudara seibu hanya satu orang maka bagiannya adalah

1/6, sementara jika lebih dari satu orang maka bagiannya adalah 1/3

untuk semua. Itu sesuai dengan firman Allah :42

“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan bapak dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang sudara laki-laki ( seibu saja ) atau seseorang saudara perempuan ( seibu saja ), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seseorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu” ( Q.S. An-Nissa ayat 12 ).

Pengertian bapak di dalam ayat di atas adalah leluhur laki-laki, jadi termasuk pula kakek, dan pengertian anak di dalam ayat di atas adalah keturunan laki-laki dari keterununan perempuan, jadi meliputi anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, dan cucu perempuan.

Terdapat pula pengaturannya dalam Pasal 181 Kompilasi Hukum Islam, berbunyi :

“Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian”.

Jadi, bila seseorang meninggal, dan meninggalkan anak dan ayah maka suadara laki-laki dan saudara perempua seibu masing-masing mendapat seperenam bagian.

2) Saudara Sekandung / Sebapak

Saudara seibu, saudara sekandung / sebapak baru terbuka haknya jika tidak ada bapak dan anak. Itu sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nissa ayat 176 yang artinya :

“Jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang

laki-laki memusakai (seluruh harta saudara

perempuan), jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal, dan jika mereka ( ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan”.

Anak yang dimaksud di dalam dalil di atas adalah anak laki-laki, karena kedudukan anak laki-laki adalah ashabah maka tidak ada sisa yang dapat diberikan kepada saudara sekandung / sebapak. Sementara jika anak yang dimaksud adalah anak perempuan, maka

kedudukan saudara sekandung / sebapak menjadi ashabah.43

Terdapat pula pengaturannya dalam Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam, berbunyi :

“Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan

saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan”.

Jadi, jika seseorang meninggal dunia meninggalkan anak dan ayah dan hanya mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah maka ia mendapat separuh bagian.

Dokumen terkait