• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

I.5. Kerangka Teori

I.5.2. Program Penanggulangan Kemiskinan

I.5.2.4. Kelompok Sasaran

Pada dasarnya, kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (Stakeholders).

P2KP ini, pada pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu pada partisipasi aktif masyarakat, maka keberhasilan pelaksanaan P2KP ini tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalm tiap-tiap langkah pelaksanan P2KP atau lebih dikenal dengan siklus P2KP yakni dimulai dari siklus/ tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM) hingga pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Diketahui bahwa, salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi didalamnya yakni tahap Pembentukan/ Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Pembentukan KSM pada dasarnya menjadi bagian dari proses belajar masyarakat dalam pengorganisasian kelompok, yaitu menggambarkan serangkaian kegiatan untuk membangun kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, sehingga tumbuh ikatan kebersamaan yang cukup kuat, sebagai sarana menumbuhkan solidaritas dan kepedulian diantara masyarakat serta media belajar bersama dalam memecahkan persoalan-persoalannya secara mandiri.

Dengan demikian, pada hakekatnya KSM dapat didefenisikan sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yakni adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan sekumpulan warga tersebut haruslah memenuhi kriteria sebagai pemanfaat proyek, serta bertujuan untuk

mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar, penngembangan SDM serta pengembangan ekonomi.

Posisi KSM di P2KP adalah independen. Posisi KSM dalam P2KP adalah sebagai pelaku langsung dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Anggota masyarakat yang tergabung dalam KSM tidak hanya untuk meningkatkan wawasan tentang prinsip dan nilai P2KP, akan tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui interaksi antar sesama anggota KSM, sangat memungkinkan terjadi pergesekan yang mencerdaskan sehingga tumbuh nilai-nilai baru, cara pandang, cara menyelesaikan masalah, maupun cara memahami realitas yang dapat mempengaruhi kehidupan.

Diketahui, KSM dalam P2KP bukanlah semata-mata sebagai kelompok peminjam atau yang berorientasi pada kegiatan ekonomi, melainkan kelompok pemberdayaan. Dalam hal ini, bisa dikatakan KSM merupakan wadah bagi tumbuhnya rasa percaya diri, semangat kemandirian saling kepercayaan sosial, rasa kebersamaan dan lain-lain. Namun demikian, apabila terjadi pembentukan KSM yang diawali dan didasari oleh kepentingan ekonomi adalah kenyataan yang wajar, karena selama ini program pengembangan yang ada di masyarakat lebih banyak dengan pendekatan peningkatan pendapatan, selain juga karena kehidupan sehari-hari warga masyarakat tidak lepas dari masalah ekonomi. Kenyataan tersebut harus disikapi lebih bijak dengan menggunakannya sebagai jalan masuk menuju KSM sebagai wadah pemberdayaan.

Agar KSM dalam P2KP benar-benar menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, maka ada beberapa prinsip yang perlu, yang bisa dijadikan pedoman di internal KSM yakni :

a. Karakter saling mepercayai dan mendukung.

Melalui pengembangan karakter tersebut, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, parasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman. Dengan demikian, setiap anggota KSM memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu djadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.

b. Mandiri dalam membuat keputusan.

Melalui kebersamaan kelompok, maka secara mandiri dimungkinkan adanya proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri. Keputusan kelompok lazimnya merupakan hasil pemusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun. Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan keputusan bersama.

c. Mandiri dalam menetapkan kebutuhan.

Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif, sehingga peningkatan dan penguatan kapasitas KSM terkait dengan pengembangan kemampuan/ kapasitas para anggotanya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat berjalan.

d. Partisipasi yang nyata.

Melalui basis kelompok, peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi kepada kelompok atau anggota kelompok lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan dapat berjalan. Dengan demikian, potensi untuk menumbuhkan keswadayaannya dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas.

I. 5. 3. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)..

Partisipasi merupakan bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, dalam keseluruhan psoses kegiatan yang berlangsung. Partisipasi masyarakat sendiri, diartikan sebagai keterlibatan sekelompok masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintah maupun pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

Gagasan tentang pelibatan warga atau masyarakat dalam kajian masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan masyarakat guna peningkatan partisipasi masyarakat sesungguhnya bukanlah topik yang baru sama sekali. Semenjak timbulnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi (economic growth) menimbulkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan kemerataan dalam pembagian manfaat pembangunan, maka berkembanglah berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang hanya mengandalkan pertumbuhan.

Perbedaan pandangan tentang pendekatan pembangunan tersebut berlangsung cukup lama, yang mana tujuannya adalah mengakhiri era delivered development

dimana pembangunan direncanakan sepenuhnya dari atas, dan dengan era

partisipatory development dimana pembangunan direncanakan dari bawah dengan melibatkan warga dan menempatkan warga sebagai subyek dalam proses pembangunan (Korten : 1986).

Di Indonesia pendekatan pembangunan dengan mengikutsertakan warga atau masyarakat mulai tumbuh pada awal Pelita VI, yang mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan pola atau skema tindakan serangan langsung yang lebih substansial terhadap permasalahan (Molejarto : 1994). Diantaranya kegiatan-kegiatan seperti Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal dan lain-lain, hingga yang sedang berjalan saat ini yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang dikenal dengan P2KP.

Adapun P2KP ini dalam pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu kepada partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat maka keberhasilan pelaksanaan P2KP tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Diketahui bahwa, suatu identifikasi kemiskinan yang dilakukan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya lalu kemudian digulirkan sebuah program “bantuan” kepada orang-orang yang tergolong miskin, acapkali yang terjadi adalah kecenderungan sosial. Hal ini disebabkan, karena dalam pandangan masyarakat setempat, bahwa masyarakat yang memperoleh bantuan bukanlah

tergolong warga yang miskin dilingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat setempat memiliki pandangan atau konsep tersendiri mengenai kemiskinan di wilayah tinggal mereka. Inilah yang umum disebut sebagai “kearifan lokal”. Dalam mengidentifikasikan kemiskinan masyarakat, unsur kearifan lokal perlu dihargai, masyarakat yang lebih mengetahui keadaan wilayahnya daripada orang luar yang datang ,membawa seperangkat alat untuk melihat kemiskinan di wilayah mereka (Santoso, 2005).

Oleh karenanya P2KP sendiri merupakan sekaligus sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalam tiat-tiap langkah pelaksanaan P2KP, atau lebih dikenal dengan siklus P2KP, yakni dimulai dari siklus/tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat hingga Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Tunai. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi di dalamnya yakni tahap Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Pada hakekatnya, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) didefenisikan sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin di capai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan sekumpulan warga tersebut harus memenuhi kriteria sebagai pemanfaat proyek, serta bertujuan mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar pengembangan SDM serta pengembangan ekonomi.

Berkaitan dengan konsep diatas, P2KP yang mengedepankan pola pendekatan yang bertumpu pada aspirasi masyarakat ini dalam pelaksanaannya juga dijadikan sebagai pengalaman baru bagi Kelurahan Rambung. Kelurahan Rambung yang terdiri dari sepuluh lingkungan ini, menyikapi program tersebut bukan semata-mata agar dapat memperoleh dan memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun kembali lagi sembari ditekankan kepada proses pembelajaran kritis masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan pemecahan masalahnya serta tumbuh kepercayaan diri bahwa masyarakat mampu melaksanakan penyusunan suatu program.

Terdapatnya berbagai kendala yang terjadi dalam pelaksanaan siklus P2KP itu sendiri, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keberlangsungan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP Kelurahan Rambung serta hasil akhirnya dan bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Untuk itu peneliti dalam hal ini memfokuskan diri melihat lebih jauh berlangsungnya tahap Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada P2KP Kelurahan Rambung sehubungan dengan berjalannya tahap tersebut berkenaan dengan proses penelitian yang dilakukan.

Dokumen terkait