• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya struktur sosial pada lingkungan masyarakat di Tanah Bati yang terdapat di Nusa Ina bersumber dari keluarga sebagai struktur dasar. Jadi upaya memahami tentang keluarga di Tana (Tanah) Bati dapat membantu dalam usaha memamahi tentang jaringan (interaksi sosial) antar warga dalam ikatan kekerabatan. Berikut ini akan dikemukakan aspek penting yang berkaitan dengan proses pembentukan struktur sosial di Tana (Tanah) Bati.

Kondisi Keluarga di Tana (Tanah) Bati

Keluarga adalah struktur dasar di mana terdapat ikatakan darah (genealogis) yangerperan sebagai unit terkecil dalam struktur sosial masyarakat di Tana (Tanah) Bati yaitu bersifat mandiri. Namun mereka memiliki hubungan keluarga luas (extended family) yang sangat kuat. Keluarga inti terdiri dari bapak, ibu, dan anak-anak sesuai dengan pertalian menurut garis keturunan bapak atau patrilineal. Keluarga luas terdiri dari relasi kerabat yang terbangun berdasarkan garis keturunan bapak di mana terda-pat bapak (baba), ibu (nina), anak, kakek, nenek, ipar (saudara laki-laki dan perempuan) yang tinggal bersama, maupun tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Berdasarkan kondisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa, sistem sosial yang berkembang dalam lingkungan masyarakat di Tana (Tanah) Bati telah menentukan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan kewajiban dari masing-masing orang di dalam keluarga pada setiap rumah. Rumah ini merupakan tempat tinggagal peneliti selama melakukan aktivitas penelitian di Tana (Tanah) Bati mellaui gambar 18 berikut ini:

Gambar 18

Rumah Orang Bati di Kampung atau Dusun Rumbou (Bati Tengah) adalah Salah Satu Rumah yang Ditempati Peneliti Ketika Melakukan Penelitian di

Tana (Tanah Bati)

Mereka mendiami tempat tinggal yang berdekatan menurut pertalian marga dan kerabat yang terdapat dalam teritorial Dusun Bati Rumbou di Tanah Bati. Jumlah marga pada setiap dusun tidak sama. Sebagai contoh, marga-marga yang terdapat di Dusun Rumbou atau Bati Tengah antara lain marga Rumbou, Walima, Rumoga, Rumaluta, Sukunwatan, Kilsaur, Kilsaba, dan Rumayal. Orang Bati yang men-diami Dusun Rumoga atau Bati Pantai yaitu marga Rumoga, Rumain, Rumaleu, Rumian, Mafui, dan Rumaketekete. Marga-marga Orang Bati yang mendiami Dusun Uta atau Bati Pantai yaitu marga Rumoga, Kilyanan, Kelwarani, dan Rumain. Marga-marga yang mendiami Dusun Bati Kilusi atau Bati Awal yaitu marga Siasaun dan Kilkusa, dan Rumain.

Pertalian Keluarga dalam Ikatan Kekerabatan Berdasarkan Totem Keluarga di Tana (Tanah) Bati sebagaimana dikemukakan di atas, walaupan bersifat mandiri, namun mereka memiliki hubungan

ke-kerabatan yang sangat kuat. Semua keluarga yang mendiami kampung atau dusun di Tana (Tanah) Bati sangat menyadari bahwa, mereka memiliki hubungan darah (genealogis) maupun kekeluargaan yang sangat kuat karena pemahaman mereka mengenai relasi saling men-jaga, melindungi untuk bertahan hidup (survive) sehingga Esuriun Orang Bati dilakukan secara bersama.

Kisah Esuriun Orang Bati yang dipimpin oleh Kilusi sebagai Kapitan Esuriun yang membawa turun Alifuru dari Samos sampai di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) sekarang, kemudian ia berubah wujud menjadi burung raksasa, kemudian burung tersebut terbang kembali di balik bukit dan menuju lokasi kediaman awal di Samos. Orang Bati menamakan burung tersebut adalah Lusi atau Garuda. Sampai saat ini Orang Bati percaya bahwa ”Kilusi” tidak pernah meninggal dunia, dan ia selalu berada dengan mereka sebagai anak cucu. Kilusi (Garuda) menjadi totem bagi Orang Bati Awal, Bati Tengah, Bati Dalam, maupun Bati Pantai. Untuk itu pada lingkungan Orang Bati, burung Garuda dianggap sakral sehingga dilarang keras untuk menyakiti jenis burung tersebut. Pada lingkungan mata-rumah tertentu biawak dan buaya dilarang keras untuk disakiti atau dibunuh.

Untuk itu di kalangan Orang Bati apabila berlangsung per-kawinan sedarah (misalnya satu marga) menurut adat adalah syah, karena falsafah mereka yaitu saling menjaga dan melindungi. Untuk itu eksistensi seorang perempuan (nina) menjadi penting. Hal ini diakui oleh adat karena tidak mempermalukan martabat keluarganya. Selain itu juga di antara mempelai sudah saling mengenal secara dekat, me-ngetahui kekuarangan di antara mereka. Untuk itu perkawinan sedarah dilakukan Orang Bati adalah syah menurut adat, dan hal ini dilakukan juga untuk menghindari pembayaran harta kawin berupa hutan sagu (yesu kiya). Dalam tradisi, adat-istiadat, dan budaya di Tana (Tanah) Bati pada masa lampau apabila dilaksanakan perkawinan, maka mahar (harta kawin) yang harus dibayar oleh pihak keluarga laki-laki kepada pihak perempuan adalah hutan sagu (yesu kiya). Apabila perkawinan berlangsung di luar saudara dekat dapat menyebabkan hutan sagu (yesu kiya) menjadi habis. Dewasa ini hutan sagu (yesu kiya) tidak digunakan

lagi sebagai mahar (harta kawin) karena Orang Bati sudah mengenal uang sebagai alat tukar yang syah dengan syarat jumlah uang yaitu bernila Siwa (Sembilan) atau Lima (Lima) sesuai kesepakatan bersama dari pihak laki maupun perempuan.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa dalam rumah dari bapak DahSi di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) sangat dipercaya oleh Orang Bati karena leluhur mereka ketika turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) menempati wilayah Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal). Rumah ini merupakan kelompok marga Pata Siwa yang terdapat di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) hidup menyatu dengan marga Patalima yang mendiami lokasi kediaman yang sama. Hal ini berarti Orang Patasiwa dan Orang Patalima di Tana (Tanah) Bati hidup dalam teritorial, karena mereka telah terintegrasi sejak awal dilakukannya Esuriun Orang Bati. Rumah ini merupakan salah satu rumah yang dijadikan sebagai tempat berlindung oleh peneliti ketika melakukan penelitian di Tana (Tanah) Bati dapat dilihat pada gambar 19 a dan 19 b berikut ini:

Gambar 19.a

Kondisi Rumah Orang Bati di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) Lokasi Pemukiman Pegunungan

Gambar 19.b

Kondisi Rumah Orang Bati di Kampung atau Dusun Aerweul (Bati Dalam) Lokasi Pemukiman Pegunungan

Diskusi bersama dengan Orang Bati yang mendiami Dusun Bati Rumbou (Bati Tengah), Bati Rumoga (Bati Pantai), dan Bati Uta (Bati Pantai), mereka mengemukakan bahwa Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) merupakan wilayah yang sakral bagi Orang Bati. Wilayah ini tidak boleh didatangi oleh orang luar secara sembarangan, kecuali telah memperoleh persetujuan dari kelompok Bati Pantai, Bati Tengah, dan Bati Dalam. Adat ini masih dipegang kuat oleh Orang Bati sampai saat ini.

Dokumen terkait