• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2. Keluhan Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa hanya sebagian kecil responden mengalami keluhan kesehatan (33,9%) dan keluhan kesehatan yang terbanyak adalah iritasi kulit (kulit kering, bentol-bentol, dan terasa gatal) yaitu sebesar 73,7% responden. Jika keluhan kesehatan dikaitkan dengan umur, maka terlihat pada Tabel 4.18 bahwa sebagian besar responden mengalami keluhan kesehatan pada kelompok umur 21-40 tahun (52,6%), hal ini terjadi karena lebih banyaknya responden yang berumur 21-40 tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi penyakit secara tidak langsung.

Berdasarkan tingkat pendidikan, keluhan kesehatan terbanyak dialami oleh responden yang tingkat pendidikannya SMA/SMU (42,1%), hal ini terjadi karena tingkat pendidikan terbanyak responden adalah SMA/SMU dan mungkin juga dikarenakan kurangnya pengetahuan responden tentang kesehatan, misalnya responden kurang mengetahui bahwa keberadaan pohon besar dapat membantu mengurangi debu di sekitar rumah responden dan pengaruh ventilasi terhadap kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tabulasi silang antara keberadaan pohon besar dengan keluhan kesehatan, yang memberi gambaran bahwa keberadaan pohon

besar mempunyai pengaruh terhadap keluhan kesehatan, dimana diperoleh bahwa keluhan kesehatan terbanyak terjadi pada responden yang tidak memiliki pohon besar di halaman rumahnya (68,4%), dimana semakin banyak pohon di halaman rumah, maka konsentrasi debunya akan lebih sedikit karena daun-daun pepohonan mampu menjerat debu.

Dari hasil tabulasi silang antara luas ventilasi rumah dengan keluhan kesehatan, terlihat bahwa keluhan kesehatan terbanyak, terjadi pada responden yang memiliki luas ventilasi rumah ≤ 20% dari luas lantai (63,2%). Hal ini terjadi mungkin karena responden kurang mengetahui bahwa ventilasi sangat mempengaruhi udara di dalam rumah, kurangnya ventilasi dapat menyebabkan terganggunya proses pertukaran udara, sehingga penghuni rumah akan lebih mudah terkena gangguan saluran pernapasan karena kualitas udara dalam rumah kurang baik.

Perbedaan tingkat pendidikan dapat menyebabkan perbedaan pola berpikir seseorang dalam menghadapi suatu masalah. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula pola berpikirnya. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Dan menurut Chandra (2008), membaiknya tingkat pendidikan formal pada masyarakat secara tidak langsung akan menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Perlu diketahui bahwa ada beberapa tanaman yang memiliki ketahanan tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen, jenis tanaman tersebut antara lain,

mahoni, bisbul, tanjung, kenari, meranti merah, kere payung, dan kayu hitam (Irawati, 1990). Keberadaan pohon diharapkan dapat membantu mengurangi masuknya debu ke dalam rumah karena pohon mampu menangkap/menjerat debu. Menurut Sarudji (2010) pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan, dan kelestarian alam.

Rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Menurut Sarudji (2010), setiap ruang/kamar memerlukan ventilasi yang cukup untuk menjamin kesegaran penghuninya. Dan udara yang masuk adalah udara yang bersih, tidak tercemar dari asap dapur, pembakaran sampah, atau sumber lain di sekitar pemukiman. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077 tahun 2011, rumah harus dilengkapi dengan ventilasi, minimal 20% luas lantai dengan sistem ventilasi silang.

Tingkat paparan debu merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya keluhan kesehatan, hal ini dapat di lihat dari keterkaitan antara keluhan kesehatan dengan lamanya responden bermukim, lamanya responden berada di sekitar pabrik semen, dan jarak rumah terhadap pabrik semen.

Berdasarkan lama bermukim, terlihat bahwa keluhan kesehatan terbanyak, terdapat pada responden yang bermukim > 2 tahun (84,2%). Hal ini terjadi mungkin dikarenakan semakin lama responden bermukim maka semakin besar tingkat paparan debu yang dialami oleh responden, sehingga terjadi akumulasi debu di dalam paru- paru. Untuk itu, responden perlu melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Pada Tabel 4.15 terlihat bahwa pada umumnya (82,1%) responden pernah melakukan

pemeriksaan kesehatan, tetapi hanya sebagian kecil (6,5%) responden yang melakukan pemeriksaan secara berkala (6 bulan sekali). Pemeriksaan kesehatan secara berkala sangat penting dilakukan karena dengan melakukan pemeriksaan secara berkala, kita akan lebih cepat mengetahui perubahan yang terjadi di dalam tubuh sehingga kita dapat segera mengatasi masalah kesehatan yang terjadi.

Lamanya paparan/kontak merupakan salah satu akibat kerusakan kesehatan yang disebabkan oleh debu (Agusnar, 2008). Untuk itu pemeriksaan kesehatan sangat penting dilakukan, terutama pada responden yang telah bermukim di sekitar pabrik semen selama > 2 tahun. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sunu (2001), bahwa bagi seseorang yang kehidupannya di lokasi sekitar pabrik semen seharusnya menjalani pemeriksaan paru-paru secara periodik serta mengkonsumsi jenis-jenis makanan dan minuman sebagai upaya pencegahan penyakit asbestosis.

Jika keluhan kesehatan dikaitkan dengan lamanya responden berada di sekitar pabrik semen, terlihat bahwa responden yang berada di sekitar pabrik semen selama 24 jam/hari, sebagian besar tidak mengalami keluhan kesehatan (64,1%). Hal ini terjadi karena responden yang berada di sekitar pabrik semen selama 24 jam/hari ini sebagian besar jarak rumahnya terhadap pabrik semen > 200 meter (76,3%), yang berarti meskipun responden berada 24 jam/hari di sekitar pabrik semen, tingkat keterpaparannya cukup rendah karena jarak rumahnya sudah berada pada lokasi pemukiman yang cukup baik.

Selain disebabkan oleh lamanya paparan/kontak dengan polutan, keluhan kesehatan juga dipengaruhi oleh sistem pertahanan tubuh karena paparan debu yang sama, baik jenis, ukuran, konsentrasi, maupun lamanya pemaparan tidak selalu

menunjukkan keluhan kesehatan yang sama. Hal ini sejalan dengan Widyastuti (2005), efek paparan polutan udara terhadap kesehatan manusia sangat beragam tergantung pada jumlah dan lama pemaparan, juga pada status kesehatan orang yang terpapar.

Gambaran antara jarak rumah responden terhadap pabrik semen dengan kadar debu, dimana semakin dekat jarak rumah terhadap pabrik semen maka kadar debunya juga semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.11 yang menunjukkan bahwa kadar debu tertinggi terdapat pada jarak ± 20 meter dari pabrik semen (102 μg/m3

) dan kadar debu yang paling rendah terdapat pada jarak ± 600 meter dari pabrik semen (59 μg/m3

). Dan jika jarak rumah dikaitkan dengan keluhan kesehatan, maka dapat diketahui bahwa responden yang jarak rumahnya terhadap pabrik semen ≤ 200 meter, sebagian besar mengalami keluhan kesehatan (63,6%). Hal ini terjadi karena semakin dekat jarak rumah responden terhadap pabrik semen, maka tingkat keterpaparannya juga akan semakin besar. Dimana, jarak ≤ 200 meter ini merupakan jarak yang tidak aman untuk pemukiman, pada jarak tersebut terlihat bahwa debu menyelimuti pepohonan dan atap rumah warga, sehingga kemungkinan debu yang masuk ke dalam rumah responden akan lebih besar dan paparan debu terhadap responden juga akan lebih besar.

Hasil pengukuran kadar debu di pemukiman warga sekitar pabrik semen ini menunjukkan bahwa kadar debu untuk PM10 masih berada di bawah ambang batas (memenuhi syarat) berdasarkan PP RI nomor 41 tahun 1999, dimana kadar debu maksimalnya yaitu 150 μg/m3

. Meskipun masih berada di bawah ambang batas, debu semen ini cukup membahayakan karena mengandung debu silika yang dapat

mengganggu kesehatan, debu silika bebas (SiO2) ini dapat terhirup masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap yang sering disebut sebagai penyakit silikosis. Nilai ambang batas untuk debu silika berdasarkan SNI Nomor 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja yaitu untuk partikel inhalabel 10 mg/m3 dan partikel respirabel 3 mg/m3. Pada kedua nilai ambang tersebut terdapat simbol (e), dimana (e) tersebut sebagai simbol bahwa nilai untuk partikel inhalabel (total), tidak mengandung asbes dan kandungan kristal silika lebih kecil dari 1%.

Dari hasil pengukuran kadar debu terlihat bahwa semakin jauh jarak rumah terhadap pabrik semen, konsentrasi/kadar debunya semakin kecil. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Soedomo (1999) dalam Suhariyono (2003), yang menunjukkan bahwa konsentrasi debu rata-rata di daerah sekitar pabrik semen Cibinong dan Citeureup mencapai 380 μg/Nm3

pada jarak 1000 sampai 1500 meter dari lokasi pabrik dan menurun pada tingkat konsentrasi 280 μg/Nm3

pada jarak 2000 sampai 3500 meter.

Dokumen terkait