• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chart Title

Jati 3 Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

4) Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

Pengamatan terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dari pra siklus ke siklus 1 dan siklus 2 disajikan pada tabel 4.29 di bawah ini :

Tabel 4.29

Perbandingan Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Dari Pra Siklus, Siklus I Dan Siklus II Kelas V SD Negeri Jati 3 Semester 2 Tahun

Pelajaran 2012/2013

No Kegiatan

Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2

Hasil (%) Kategori Hasil (%) Kategori Hasil (%) Kategori

1 Awal 73% Cukup 73% Cukup 87% Sangat Baik

2 Inti 70% cukup 80% Baik 94% Sangat Baik

3 Akhir 65% cukup 80% Baik 80% Baik

Rata-rata 69,3% cukup 78% Baik 87% Sangat Baik

Berdasarkan analisis data Tabel 4.29 di atas, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan pembelajaraN PBL dapat dikategorikan baik dan sangat baik, walaupun diantara aspek-aspek yang diamati masih ada kategori yang mendapat nilai cukup. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini merupakan hal baru bagi guru dan ini terlihat pada siklus I, dan siklus II menunjukkan skor sangat baik. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa mengikuti dengan antusias, senang, dan aktif, yang ditunjukkan analisis data hasil belajar siswa dan pengamatan secara klasikal.

4.6 Pembahasan

Berdasarkan paparan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa kelas V SD Negeri Jati 3 pada mata pelajaran MATEMATIKA, maka dapat diketahui adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Problem Based Learning. Hal ini juga diungkapkan oleh Arnyana (2006:14) ” PBL merupakan salah satu model yang dapat digunakan meningkatkan hasil belajar ( kognitif, afektif, dan psikomotor ) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang menyajikan masalah sebagai rangsangan ( stimulus ) untuk belajar. Penyajian situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan

penyelidikan dan inkuiri. Selain itu menurut Sanjaya (2006:214) PBL diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses permasalahan yang dihadapi secara ilmiah.

Setelah dilakukan tindakan terkait penerapan metode Problem Based Learning keaktifan belajar terlihat ada peningkatan. Pada pra siklus sampai dengan siklus II keaktifan belajar mengalami peningkatan dilihat dari persentase keaktifan siswa pada kategori aktif, inisiatif, percaya diri, motivasi, dan tanggung jawab. Pada pra siklus keaktifan siswa kategori aktif mencapai 33,3% ini ditandai dengan tingkat keaktifan siswa yang masih rendah yaitu kebanyakan siswa masih sibuk dengan kegiatannya sendiri dan siswa sangat pasif saat proses pembelajaran, siswa kategori inisiatif persentase 6,7% ini terlihat saat proses belajar mengajar masih terfokus kepada guru, siswa pada kategori percaya diri 50% ini terlihat saat pembelajaran siswa masih banyak yang malu – malu saat diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan guru ataupun mengemukakan pendapatnya, siswa pada kategori motivasi presentase 36,7% ini terlihat disaat siswa menerima penjelasan dari guru, siswa masih banyak yang tidak memperhatikan, melamun, dan asik sendiri, siswa pada kategori tanggung jawab 63,3% ini terlihat disaat siswa diberikan suatu tugas atau soal, siswa masih ada yang semaunya sendiri dalam mengerjakan tugas dari guru tanpa memperhatikan batasan waktu yang telah ditentukan guru untuk menyekesaikan tugas tersebut. Keaktifan siswa kategori aktif pra siklus mencapai 33,3% kemudian mengalami peningkatan ke siklus I menjadi 50% ini terlihat dari kesiapan siswa saat menerima pembelajaran, sebagian siswa mulai terlibat aktif dalam pembelajaran dan aktif mencatat berbagai penjelasan yang diberikan. Siswa kategori inisiatif pra siklus mencapai 6,7% meningkat pada siklus I menjadi 40% inisiatif siswa meningkat ditandai dengan kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran yaitu sebelum pembelajaran dimulai siswa sudah menyiapkan semua alat dan media yang dibutuhkan guna menunjang pembelajaran tersebut. Siswa pada kategori percaya diri pra siklus 50% kemudian meningkat pada siklus I menjadi

83,3% ini terlihat disaat siswa sudah mau / berani mengemukakan pendapatnya dan siswa mau bertanya disaat pembelajaran berlangsung. Siswa pada kategori motivasi pra siklus mencapai 36,7% meningkat pada siklus I menjadi 46,7% pada kategori motivasi siswa sudah mulai memperhatikan dengan serius ketika guru menjelaskan materi pelajaran, dan siswa pada kategori tanggung jawab pra siklus mencapai 63,3% dan meningkat pada siklus I menjadi 83,3 ini terlihat disaat siswa mengerjakan tugas, baik itu tugas kelompok ataupun individu. Setiap siswa sudah bisa menyelesaikan tugas ataupun soal yang diberikan oleh guru dengan batasan waktu yang telah ditentukan. Jadi pada siklus I keaktifan belajar belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, berdasarkan hasil refleksi pada saat pembelajaran siklus I hal ini dapat disebabkan karena kurangnya penguatan guru sehingga siswa masih malu-malu atau kurang percaya diri ketika mengungkapkan gagasan/soal masalah yang sedang diskusikan. Kurangnya respon dari siswa, terlihat pada saat pembelajaran guru belum sepenuhnya memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi jawaban yang disampaikan, pada saat berdiskusi siswa masih ada yang mendominasi dalam kelompok.

Pembelajaran siklus I belum mencapai indikator keberhasilan sehingga diberikan tindakan pada siklus II yang menunjukkan hasil peningkatan keaktifan belajar kategori aktif dari siklus I sebesar 50% meningkat 50% ke siklus II menjadi 100% ini terbukti disaat pembelajaran seluruh siswa telah terlibat aktif dalam pembelajaran seperti adanya interaksi antara guru dan siswa begitu juga sebaliknya, siswa mampu menerima apa yang diberikan oleh guru . Keaktifan belajar kategori inisiatif dari siklus I sebesar 40% meningkat 46,7% ke siklus II menjadi 86,7%. Keaktifan belajar kategori percaya diri dari siklus I sebesar 83,3% meningkat 13,4% ke siklus II menjadi 96,7%. Keaktifan belajar kategori motivasi dari siklus I sebesar 46,7% meningkat 33,3% ke siklus II menjadi 80% dan Keaktifan belajar kategori tanggung jawab dari siklus I sebesar 83,3% meningkat 13,4% ke siklus II menjadi 96,7%. Pada siklus II rata – rata keaktifan siswa adalah 92% lebih

tinggi dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 75% siswa kategori keaktifan baik. Jadi pada siklus II keaktifan belajar telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan yang berarti melalui penerapan metode Problem Based Learning dapat meningkatkan keaktifan belajar.

Berdasarkan analisis data hasil belajar terhadap siswa kelas V SD Negeri Jati 03 pada mata pelajaran Matematika, dapat diketahui juga adanya peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan Problem Based Leraning. Peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil nilai siklus I dan siklus II. Pada pra siklus diketahui siswa yang mendapat nilai di atas Kategori Ketuntasan Minimal (KKM 70) atau dikatakan tuntas adalah 11 siswa (36,7%) kemudian meningkat pada siklus I sebesar 9 siswa (30%) sehingga menjadi 20 siswa (66,7%). Pada pra siklus diketahui siswa yang mendapat nilai di bawah Kategori Ketuntasan Minimal (KKM 70) atau dikatakan tidak tuntas adalah 19 siswa (63,3%) kemudian menurun pada siklus I sebesar 9 sehingga menjadi 10 siswa (26,7%). Pada siklus I siswa tuntas belajar adalah 22 siswa (73,3%) lebih rendah dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 80% siswa tuntas belajar. Jadi pada siklus I hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, berdasarkan hasil refleksi pada saat pembelajaran siklus I hal ini dapat disebabkan karena guru belum mengelola waktu pembelajaran dengan baik terutama pada kegiatan diskusi kelompok. Pada siklus I saat diskusi kelompok, kerjasama dalam kelompok kurang terjalin dengan baik karena masih terdapat anggota kelompok yang pasif dan ada pula anak yang cenderung bekerja sendiri.

Pembelajaran siklus I belum mencapai indikator keberhasilan sehingga diberikan tindakan pada siklus II yang menunjukkan peningkatan hasil belajar pada siklus I siswa yang mendapat nilai di atas Kategori Ketuntasan Minimal (KKM 65) atau dikatakan tuntas adalah 22 siswa (73,3%) kemudian meningkat pada siklus II sebesar 5 siswa (16,7%) sehingga menjadi 27 siswa (90%). Pada siklus I diketahui siswa yang mendapat nilai di bawah Kategori Ketuntasan Minimal (KKM 70) atau dikatakan tidak tuntas adalah 10 siswa (33,3%) kemudian menurun pada siklus II sebesar 10 siswa sehingga dapat

dikatakan bahwa semua siswa telah tuntas mendapat nilai diatas KKM. Pada siklus II siswa tuntas belajar adalah 30 siswa (100%) lebih tinggi dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 90% siswa tuntas belajar. Jadi pada siklus II hasil belajar siswa telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan yang berarti melalui penerapan metode Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Setelah melakukan wawancara dengan guru kelas dan pengamatan ketika pembelajaran maka dapat diketahui bahwa ketiga siswa tersebut dalam pembelajaran sehari-hari memang memiliki kemampuan yang rendah dalam menyerap materi dibandingkan dengan teman-temannya, Fajar Setyawan dan Lisa adalah siswa yang pendiam dan pasif di kelas 5 sedangkan Arofah adalah siswa yang belum lancar dalam membaca. Mengetahui dengan adanya ketiga siswa yang membutuhkan bimbingan atau masih memiliki kendala dalam proses pembelajaran, maka peneliti bersama dengan guru melakukan upaya untuk meningkatkan tingkat kemampuan mereka yaitu dilakukan bimbingan khusus dan penambahan jam belajar pada ketiga siswa tersebut agar siswa tersebut lebih termotivasi, dan lebih giat lagi disaat proses belajar mengajar berlangsung, kegiatan tersebut dilakukan ketika setelah selesai sekolah. Setelah diadakan tindak lanjut terhadap ketiga siswa tersebut kaektifan dan hasil belajar pada ketiga siswa tersebut terbukti mengalami peningkatan dari yang pada mulanya pendiam dan pasif pada Siklus I siswa tersebut sudah mulai berani mengemukakan pendapatnya dan berani menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru saat pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) , selain itu peningkatan juga terlihat kepada Arofah, Arofah yang pada mulanya kurang lancar membaca setelah diadakanya bimbingan dan tambahan belajar tingkat kemampuan arofah pun meningkat pada Siklus I saat pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Karena pada Siklus I peneliti dan guru merasa ketiga siswa tersebut belum bisa mencapai target yang telah ditentukan maka peneliti dan guru bersama – sama melakukan tindak lanjut terhadap permasalahn tersebut yaitu dengan cara disaat proses pembelajaran siswa – siswi yang tergolong

dalam kategori rendah tersebut diberikan umpan balik yang bersangkutan dangan materi pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru, selain itu pemanfaatan alat peraga dioptimalkan semaksimal mungkin guna merangsang keaktifan siswa, respon siswa dan juga siswa bisa lebih termotivasi lagi dalam pembelajaran. Kegiatan ini terbukti berhasil dikarenakan pada Siklus II saat pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) ketiga siswa tersebut sudah bisa mengikuti pembelajaran dengan baik, mereka sudah aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru, kerjasama dalam kelompok dapat terjalin dengan baik tanpa ada siswa yang mendominasi dalam kelompok tersebut. Hasil belajar ketiga siswa tersebut juga meningkat ini dikarenakan strategi yang telah direncanakan oleh peneliti beserta guru pengajar, yaitu untuk ketiga siswa tersebeut biberikan soal yang kebanyakan berbentuk angka dan gambar, sedangkan bagi siswa yang memiliki tingkat normal diberikan soal yang berbentuk soal cerita dan angka, meskipun soal yang diberikan berbeda namun tingkat kesukaran dalam tiap – tiap soal tersebut dibuat sama.

Pada siklus II keaktifan belajar telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, artinya melalui penerapan metode Problem Based Learning dapat meningkatkan keaktifan belajar dengan dicapainya 75,56% keaktifan siswa kategori baik. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Isjoni (2012:16) bahwa dalam proses pembelajaran Problem Based Learning, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran. Sharan (2012:215) juga menyatakan bahwa individu saling berbagi dalam kelompok, ketika siswa sudah merasa jelas bahwa mereka memiliki tanggung jawab dengan adanya pemanggilan nomor secara acak dalam kelompok, hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan bersedia mendengarkan dan berpartisipasi sehingga siswa mau tidak mau harus aktif dalam kelompok. Kelebihan tersebut terealisasi dari antusiame siswa yang besar saat siswa diminta berfikir bersama, menjawab hasil diskusi setelah guru menyebutkan salah satu nomor secara acak dan respon siswa dalam menanggapi jawaban temannya. Selain itu keaktifan siswa tampak pada saat siswa saling

berinteraksi dengan guru ataupun dengan siswa lainnya dalam kegiatan diskusi sebagai upaya agar mereka menjadi siap semua untuk menjawab pertanyaan. Karena kelebihan tersebut terealisasikan dalam kegiatan pembelajaran maka keaktifan siswa meningkat dan ketuntasan keaktifan siswa tercapai.

Hasil keaktifan belajar kategori baik 92% yang dicapai pada siklus II tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Puspitaningrum (2012), yang menyatakan bahwa dalam penelitian yang dilakukan terjadi peningkatan keaktifan belajar Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Pleret Bantul. Hasil penelitian Dewi Puspitaningrum menunjukkan bahwa keaktifan belajar pada siklus I hanya mencapai 79% belum mencapai indikator keberhasilan ≥80%. Namun pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 99%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Puspitaningrum mencapai hasil yang berbeda yaitu dalam penelitian ini keaktifan belajar kategori tinggi mencapai 92% sedangkan pada Yuni Winarti adalah 99%. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena setiap SD mempunyai karakteristik siswa yang berbeda-beda sehingga hasil penelitian ini berberbeda-beda dengan hasil penelitian yang dilakukan Dewi Puspitaningrum, tetapi pada dasarnya hasil penelitian yang diperoleh adalah sama yaitu dengan penerapan Problem Based Learning dapat meningkatkan keaktifan belajar.

Pada siklus II hasil belajar siswa telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan dengan tercapainya 30 siswa tuntas (1000%), artinya melalui penerapan metode Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Arends (2008:6) bahwa pembelajaran kooperatif mendukung perkembangan intelegensi interpersonal, interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Kelebihan tersebut terealisasi dari siswa yang berinteraksi dengan guru ataupun dengan siswa lainnya dalam kegiatan diskusi, pada saat pelaksanaan tindakan semakin terlihat siswa saling mengajari satu sama lain karena setiap

siswa merasa harus siap menguasai materi dengan adanya pemanggilan nomor secara acak.

Hasil belajar siklus II siswa yang tuntas adalah 27 siswa (90%), hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Theresia T. W (2011) yang menyatakan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learnign dapat meningkatkan hasil belajar Matematika kelas VI SD N Tuguran Gamping Semester 2 Tahun Ajaran 2010/2011. Dalam penelitian yang dilakukan Theresia T. W diperoleh hasil bahwa ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 65,6% sebelum siklus, meningkat menjadi 75 % pada siklus I dan 100% pada siklus II. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Theresia T. W mencapai hasil yang sama yaitu dalam penelitian ini siswa yang tuntas adalah 100% dan pada dasarnya hasil penelitian yang diperoleh sama yaitu dengan penerapan Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar Matematika.

4.7Pembahasan Proses Pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL)

pada saat proses pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learnig (PBL) pada siklus I pertemuan pertama guru masih belum bisa mengaplikasikan kegiatn belajar mengajar seperti yang ada di dalam metode Problem Based Learning (PBL), guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran. selain itu pada saat diskusi kelompok guru kurang memberikan ruang bagi siswa untuk menanggapi atau mengungkapkan gagasanya terhadap hasil dari presentasi dari kelompok lain. Untuk mengatasi hal itu maka peneliti melakukan tindak lanjut sebagai upaya untuk mengantisipasi hal yang sama terjadi pada pertemuan berikutnya yaitu dengan ikut terjun langsung saat proses pembelajaran berlangsung bukan sebagai pengajar namun sebagai fasilitator atau pembantu guru agar apa yang diharapkan bisa tercapai dengan maksimal. Selain dari guru metode ini juga belum bisa berjalan sesuai dengan apa yang ada didalam problem based learning (PBL), yaitu siswa yang tergolong dalam kategori kelompok tinggi masih mendominasi jalanya pembelajaran, untuk mengatasi hal tersebut peneliti melakukan tindak lanjut

bersama – sama dengan guru yaitu dengan cara membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari kelompok normal, sedang, dan tinggi. Permasalahan belum selesai sampai disitu, setelah diadakan pembentukan kelompok terbukti siswa dengan kategori tinggi masih mendominasi dalam kelompok tersebut sehingga siswa yang termasuk dalam kategori normal dan sedang menjadi pasif dan hanya mengikuti apa yang telah dilakukan oleh siswa dengan kategori tinggi. untuk menanggulangi permasalah tersebut peneliti mengambil tindakan agar setiap siswa dalam kelompok bisa terlibat aktif saat proses pembelajaran yaitu dengan cara memberikan pembagian – pembagian tugas dalam setiap kelompok tersebut, sehingga setiap siswa memiliki tugas masing - masing di dalam kelompoknya dan memiliki tanggung jawab dengan adanya pemanggilan nomor secara acak dalam kelompok ini terbukti berhasil, karena pada siklus 1 pertemuan ke 3 dan seterusnya sampai siklus ke 2 pertemuan ke 3 semua siswa terlihat aktif dan tidak ada lagi siswa yang mendominasi dalam setiap kelompoknya, kerjasama dalam kelompokpun terjalin dengan baik. siswa dalam setiap kelompok mulai saling bertukar pikiran dan pendapatnya mengenai materi yang diajarkan guru. Selain itu keaktifan siswa tampak pada saat siswa saling berinteraksi dengan guru ataupun dengan siswa lainnya dalam kegiatan diskusi sebagai upaya agar mereka menjadi siap semua untuk menjawab pertanyaan. Apabila ada anggota yang mengalami kesulitan, siswa yang pandai mengajari siswa yang kurang pandai sehingga setiap siswa dapat lebih memahami materi. Kelebihan tersebut terealisasikan dalam kegiatan pembelajaran yang menyebabkan siswa dapat lebih memahami materi sehingga hasil belajar siswa meningkat dan ketuntasan belajar siswa tercapai

Dokumen terkait