• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kemandirian Belajar

Kemandirian merupakan salah satu unsur kepribadian yang dianggap penting dalam kehidupan manusia. Dengan kemandirian, maka manusia dapat mengembangkan sendiri kemampuan yang dimilikinya, serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Sebagai unsur yang dianggap penting, maka kemandirian perlu dikembangkan karena perkembangan kualitas manusia sangat erat kaitannya dengan kemandirian dan faktor- fakor yang mempengaruhinya. Karena manusia yang ingin berkembang adalah manusia yang mampu berusaha untuk mandiri. Selain itu, kemandirian juga tidak mempunyai batasan usia. Kemandirian ada di semua rentang usia, hanya

tingkatannya berbeda karena masing-masing tahapan perkembangan memiliki ciri tersendiri. Dengan demikian kemandirian anak balita, anak usia pra sekolah, anak usia sekolah, serta remaja sangatlah berbeda (Sumarsih, 2006)

Menurut Lindzey dan Aronson (dalam Pelawi, 2004) mengemukakan bahwa orang yang mandiri menunjukkan inisiatif dan berusaha untuk mengejar prestasi, menunjukkan rasa percaya diri yang besar, serta secara relatif jarang mencari perlindungan kepada orang lain dan mempunyai rasa ingin menonjol. Lie dan Prasasti (dalam Sumarsih, 2006) mengatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Kemandirian adalah sikap yang harus dikembangkan seorang anak untuk bisa menjalani keidupan tanpa ketergantungan kepada orang lain. Kemandirian pada anak sangat penting karena merupakan salah satu life skill yang perlu dimiliki (Astuti dalam Sumarsih, 2006).

Masa kritis bagi perkembangan kemandirian anak berlangsung pada usia 2-3 tahun. Karena pada usia ini, tugas utama perkembangan anak adalah untuk mengembangkan kemandirian (Erikson, 1950). Kebutuhan untuk mengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia sekitar 2-3 tahun akan menimbulkan terhambatnya kemandirian yang maksimal. Kemandirian baru akan tercapai secara penuh pada akhir masa remaja, namun kemandirian tidak akan pernah tercapai atau hanya akan tercapai

sebagian jika perkembangan pada masa awal anak-anak tidak memberi dasar yang baik (Wall, 1975). Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul tiba-tiba tetapi perlu diajarkan pada anak. Tanpa diajarkan, anak-anak tidak tahu bagaimana harus membantu dirinya sendiri. Kemampuan bantu diri inilah yang dimaksud dengan mandiri (Nakita, 2005).

Anak-anak yang tidak dilatih mandiri sejak usia dini, akan menjadi individu yang tergantung sampai remaja bahkan sampai dewasa nanti. Bila kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai anak pada usia tertentu dan anak belum mau melakukan, maka si anak bisa dikategorikan sebagai anak yang tidak mandiri. Kemandirian anak ditandai dengan adanya kemauan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya: makan tanpa harus disuapi, mampu memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri, dan kegiatan-kegiatan lain tanpa tergantung pada orang lain. Kemandirian akan dicapai oleh anak melalui proses belajar atau pendidikan (Nakita, 2005). Faktor yang mendasari perkembangan kemandirian anak adalah faktor pendidikan orang tua serta hubungan orang tua-anak.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya, sehingga mampu menjalani kehidupan tanpa ketergantungan pada orang lain

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang, antara lain yaitu:

a. Faktor-faktor Kodrati 1) Usia

Keinginan yang kuat untuk mandiri berkembang pada awal masa remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode berahir (Hurlock, 1979). Menurut Sumarsih (2006), bahwa kemandirian ada di semua rentang usia, hanya tingkatannya berbeda karena masing-masing tahapan perkembangan memiliki ciri tersendiri. Dengan demikian, kemandirian anak balita, anak usia pra sekolah, anak sekolah, serta remaja sangatlah berbeda.

Sutton menjelaskan bahwa ada peningkatan perilaku mandiri sesuai dengan usia artinya semakin bertambah usia seseorang, perilaku mandri akan semakin berkembang dan perilaku tergantung akan semakin berkurang (dalam Masrun dkk, 1986).

2) Jenis Kelamin

Perbedaan sifat-sifat yang dimilki oleh pria dan wanita bisa disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang diberikan pada pengalaman sewaktu kecil. Hurlock (1974) menyatakan bahwa ada perbedaan sifat kemandirian pada laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak diberi kesempatan untuk berdiri sendiri dan

menangung resiko serta banyak dituntut untuk menunjukkan inisiatif dan originalitas daripada perempuan.

3) Urutan Kelahiran

Adler (dalam pelawi, 2004) mencoba menjelaskan adanya perbedaan kepribadian pada anak dari urutan kelahiran yang berbeda. Anak dihadapkan pada masalah bagaimana bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.

Masrun dkk (1986), mengatakan bahwa peranan faktor urutan kelahiran dalam mepengaruhi kemandirian, bekerja secara tidak langsung yaitu melalui kebutuhan seeorang akan perhatian dari lingkungannya. Pada masa anak-anak perhatian dari lingkungan khusunya orang tua sangat berarti bagi anak.

b. Faktor Lingkungan

1) Lingkungan Permanen

Lingkungan permanen meliputi pendidikan dan pekerjaan. Pendidikan seseorang tidak hanya berasal dari sekolah tetapi juga dari masyarakat. Pendidikan formal yang didapat oleh seeorang dapat meningkatkan kemandirian dan perkembangan kesadaran diri. Pendidikan dari masyarakat atau lebih dikenal dengan pendidikan informal dialami oleh anak dalam ligkungan sosialnya. Pendidikan ini diperoleh secara langung ketika mereka berusaha melepaskan diri dari lingkungan keluarganya dan mengelompok dengan teman sebayanya dalam usaha untuk mendapatkan dirinya. Perkembangan

ke arah individualitas yang mantap merupakan aspek penting dalam perkembangan seseorang untuk mandiri.

Menurut Masrun dkk (1986), pekerjaan bagi seseorang bukan semata-mata sebagai mata pencaharian, tetapi juga sebagai pengisi waktu dan merupakan status bagi seseorang. Oleh karena pekerjaan menuntut pemanfaatan waktu yang khuus dan relatif lama, maka interaksi yang terjadi dalam lingkungan kerja ikut mempengaruhi diri seseorang

2) Lingkungan Tidak Permanen

Robinson dan Shaver (dalam Pelawi, 2004) mengatakan bahwa faktor lingkungan yang tidak permanen, yaitu peristiwa-peristiwa penting dalam hidup yang mengakibatkan terganggunya integritas kepribadian seseorang untuk sementara waktu, contoh; kematian orang yang dicintai, bencana alam dan lain-lain.

Menurut Kartawijaya dan Kuswanto (2004), kunci kemandirian anak sebenarnya ada di tangan orang tua. Beberapa hal yang dapat membentuk kemandirian anak antara lain:

a. Rasa percaya diri

Rasa percaya diri terbentuk ketika anak memperoleh kepercayaan untuk melakukan suatu hal yang mampu dikerjakan sendiri oleh anak. Rasa percaya diri dapat dibentuk sejak anak masih bayi.

b. Kebiasaan

Salah satu peranan orang tua dalam kehidupan sehari-hari adalah membentuk kebiasaan. Jikalau anak sudah terbiasa dimanja dan selalu dilayani, anak akan menjadi individu yang selalu tergantung pada orang lain.

c. Disiplin

Kemandirian berkaitan erat dengan disiplin. Sebelum seorang anak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, terlebih dahulu harus didisiplinkan oleh orang tuanya. Syarat utama dalam hal ini adalah pengawasan dan bimbingan yang konsisten dan konsekuen dari orang tua.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian. Faktor-faktor terebut terdiri dari faktor kodrati dan faktor lingkungan. Faktor kodrati yang mempengaruhi kemandirian meliputi usia, jenis kelamin dan urutan kelahiran sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan permanen yang terdiri dari pendidikan dan pekerjaan serta lingkungan tidak permanen misalnya bencana alam, kematian orang yang dicintai, dan lain-lain. Selain itu, peranan orang tua dalam hal ini pola auh orang tua juga dapat mempengaruhi kemandirian anak.

3. Aspek-aspek Kemandirian

Menurut Havighurst (dalam Sumarsih, 2006), kemandirian memiliki empat aspek, yakni:

a. Aspek intelektual, yaitu kemampuan untuk berpikir dan menyelesaikan masalah sendiri.

b. Aspek sosial, yaitu kemampuan untuk membina relasi secara aktif. c. Aspek emosi, yaitu kemampuan untuk mengelola emosinya sendiri. d. Aspek ekonomi, yaitu kemampuan untuk mengatur ekonomi sendiri.

Nashori (1999) menyebutkan bahwa kemandirian mengandung beberapa aspek. Aspek-aspek yang terdapat dalam kemandirian antara lain: a. Bebas

Bebas dapat terlihat dengan tindakan yang disesuaikan dengan keinginan sendiri tanpa pengaruh dan paksaan dari orang lain.

b. Mempunyai Inisiatif

Inisiatif dapat ditunjukkan dengan munculnya ide atau gagasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang menjadi persoalan dalam hidupnya

c. Gigih dan ulet

Gigih dapat berarti berusaha dengan tekun dan tanpa putus asa mengejar prestasi dan merealisasikan harapan dan keinginan- keinginannya

d. Percaya pada diri sendiri

Percaya diri artinya dengan mantap dan dengan penuh kepercayaan terhadap kemampuan sendiri berusaha untuk mencapai kepuasan diri.

e. Pengendalian diri

Pengendalian diri ditunjukkan dengan adanya kemampuan diri untuk menyesuaikan keinginan sendiri dan mempengaruhi lingkungan atau memperhatikan norma-norma yang berlaku.

Kemandirian secara psikologis dianggap penting karena seseorang berusaha untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum kemandirian memiliki beberapa aspek yaitu: aspek percaya diri, bebas, inisiatif, gigih dan ulet serta pengendalian diri. Percaya diri dapat ditunjukkan dengan adanya kepercayaan pada diri sendiri untuk melakukan tindakan dengan usaha sendiri. Bebas dapat ditunjukkan dengan adanya tindakan yang dilakukan sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Inisiatif dapat ditunjukkan dengan munculnya ide atau gagasan. Gigih dan ulet dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk bertekun dalam suatu tugas. Pengendalian diri ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk memperhatikan lingkungannya.

4. Kemandirian Belajar Anak Usia Pra Sekolah

Masa pra sekolah merupakan periode yang sangat penting dalam perkembangan anak, karena interaksi sosial yang terjadi pada masa tersebut akan menentukan dasar sikap dan tingkah laku yang berhubungan dengan orang lain, kelompok maupun kehidupan sosial secara luas (Kibtiyah, 2003). Menurut peraturan pemerintah no. 27 tahun 1990, yang dimaksud dengan

pendidikan pra sekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Tujuan didirikannya pendidikan pra sekolah adalah untuk membantu meletakan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan pra sekolah. Menurut Bambang (dalam Hartono, 2005) prinsip belajar di TK adalah bermain. Meski hanya bermain, tetapi banyak manfaatnya yaitu anak bisa mengembangkan seluruh potensinya lewat bermain sehingga saat terjun ke sekolah formal sesungguhnya dia bisa memahami keberadaan di lingkungannya bahwa ia punya tanggung jawab, bisa mengikuti peraturan, tata tertib, dan disiplin-disiplin yang diberikan. Siskandar (dalam Damayanti, 2005) mengatakan bahwa program kegiatan belajar di sekolah seharusnya menanamkan dan menumbuhkan pentingnya pembinaan perilaku dan sikap yang dapat dilakukan melalui pembiasaan yang baik sejak dini agar anak tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri serta melatih anak untuk hidup bersih dan sehat serta kebiasaan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.

Kemandirian yang harus dikembangkan oleh setiap anak terutama oleh anak TK banyak jenisnya, salah satunya adalah kemandirian dalam hal belajar. Kemandirian belajar merupakan salah satu hal yang penting bagi

siswa dalam mengembangkan kemampuannya. Dengan belajar secara mandiri, maka diharapkan anak dapat berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Adapun pengertian kemandirian belajar menurut Abu Ahmadi (1990) merupakan belajar secara mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Disini siswa dituntut untuk memiliki inisiatif, keaktifan dan keterlibatan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar. Menurut Tresna sastra Wijaya (dalam Wahyuningtyas, 2004), kemandirian belajar dapat berarti studi bebas mengatur sendiri atau belajar dengan tenaga sendiri, belajar memutuskan sendiri, mengatur sendiri atau belajar dengan kecepatan sendiri. Abas (2007) menjelaskan bahwa kemandirian belajar dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kondisi aktivitas belajar dengan kemampuan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain.

Kemandirian anak usia pra sekolah berada pada tahap pra operasional, yaitu dimana anak sudah mampu melakukan tingkah laku simbolis. Anak tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulus-stimulus melainkan nampak ada suatu aktivitas internal. Karena pada taman kanak-kanak, pembelajaran yang diberikan lebih menekankan pada pengalaman langsung pada benda maupun manusia, maka kemandirian belajar yang dilakukan pun lebih pada aktivitas fisik/ motorik kasar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kemandirian belajar adalah kemampuan anak untuk belajar dengan tenaga dan usaha sendiri tanpa selalu bergantung kepada orang lain. Adapun

ciri-ciri kemandirian belajar pada anak TK adalah sebagai berikut: memiliki sikap bebas, mempunyai inisiatif, gigih dan ulet, memiliki kepercayaan diri, serta memiliki pengendalian diri.

Dokumen terkait