• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.11 Angka Kematian Bayi

Masa kehamilan adalah masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun kesehatan janin yang berada dalam kandungan, sehingga pada masa itu pemeriksaan secara teratur sangat penting. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengindari gangguan sedini mungkin bagi ibu dan juga janin yang dikandungnya. Diperkirakan, setiap tahunnya kira-kira 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan, seperti asfiksia, sepsis, dan komplikasi berat lahir rendah (Depkes RI, 2008).

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Secara garis besar, penyebab kematian bayi dibagi menjadi dua, yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut kematian neonatal. Kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya saat konsepsi atau yang didapatkan selama kehamilan.

Sedangkan kematian bayi eksogen atau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah berusia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor luar. Angka kematian bayi dapat didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai satu

tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.(Profil Kesehatan, 2015)

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi angka kematian bayi: a. Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe

Saat ibu sedang hamil, metabolisme tubuhnya semakin meningkan. Sehingga ibu hamil tersebut membutuhkan asupan energi dan zat gizi yang tinggi. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut bertujuan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Zat gizi yang sering kurangpada ibu hamil adalah energi protein dan mineral, seperti zat besi. Akibat jika kekurangan zat besi selama kehamilan diantaranya terjadinya abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, dan mudah terjadi infeksi.(Nurhayati, dkk, 2014)

b. Rumah Tangga yang Berperilaku Hidup Sehat

Menurut Dinas Kesehatan RI (2009) mengatakan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Tujuan PHBS dalam rumah yaitu untuk membentuk rumah tangga ber-PHBS. Terdapat 10 indikator bahwa rumah tangga telah menerapkan PHBS, yaitu

 Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

 Memberi bayi ASI eksklusif

 Menimbang balita setiap bulan

 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

 Menggunakan jamban sehat

 Memberantas jentik di rumah seminggu sekali

 Makan buah dan sayur setiap hari

 Melakukan aktivitas fisik setiap hari

 Tidak merokok di dalam rumah c. Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO (World Health Organitation) antara lain:

1. Harus dapat berlindung dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istrahat.

2. Mempunyai tenpat-tempat untuk tidur, memasak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.

3. Dapat melindungi bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.

Salah satu Instrumen Penilaian Rumah Sehat mengacu pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Departemen Kesehatan RI Tahun 2007, dengan pembagian bobot penilaian meliputi bobot komponen rumah, bobot sarana sanitasi, serta bobot pada perilaku penghuni. Sesuai dengan pedoman ini, secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi masing-masing penghuni.

b. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

c. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah (Kemenkes RI, 2017).

d. Posyandu Aktif

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masayarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh untuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.

Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat, termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (Kemenkes RI, 2012).

e. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan merupakan ukuran antrometri yang sangat penting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena premature (umur kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk umurnya (Depkes RI, 2003).

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu satu jam setelah lahir. Penyebab BBLR sangt kompleks. Penyebab BBLR diantaranya umur kehamilan yang kurang, bayi kecil untuk masa kehamilan atau kombinasi keduanya. Bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir sebelum umur kehamilan 37 minggu. Sebagian bayi kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan mendapatkan kesulitan untuk mulai bernapas, menghisap, melawan infeksi, dan menjaga tubuhnya agar tetap hangat (Dinkes, 2009).

f. Bayi yang Diberi ASI (Air Susu Ibu) Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 adalah ASi yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi. Sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari

pertama sampai hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immuglobin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandng kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan mengganggu enzim di usus. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga penyerapan makanan tergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi. Persentase bayi 0-5 bulan yang masih mendapat ASI eksklusif sebesar 54,0%, sedangkan bayi yang telah mendapat ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar 29,5% (Kemenkes RI, 2017).

g. Pemberian Vitamin A pada Bayi

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak, disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari luar tubuh. Akibat jika Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah menurunnya sistem kekebalan tubuh balita serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Kekurangan Vitamin A juga merupakan penyebab utama kebutaan pada anak yang dapat dicegah.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015, menyatakan bahwa untuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian pada balita dengan kekurangan Vitamin A, pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemberian Vitamin A dalam bentuk kapsul vitamin A biru 100.000 IU bagi bayi usia enam sampai dengan sebelas bulan. Sedangkan pemberian kapsul vitamin A merah 200.000 IU untuk anak balita usia dua belas sampai dengan lima puluh sembilan bulan, dan ibu nifas.

Menurut Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A, pemberian suplementasi Vitamin A diberikan kepada seluruh balita umur 6-59 bulan secara serentak melalui posyandu. Pemberian suplemasi Vitamin A biasanya dilakukan

pada bulan Februari atau Agustus pada bayi umur 6-11 bulan serta bulan Februari dan Agustus pada anak balita 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2017).

Dokumen terkait