Odiseus segera melepas baju lusuhnya dan melompat ke atas ambang pintu aula yang terbuat dari batu. Ia menatap para peminang.
"Pertandingan sudah berakhir," katanya. "Tapi sekarang ada sasaran baru untuk panahku. Bantulah aku, wahai Apolo, Dewa Pemanah-" Sambil berkata demikian, Odiseus mengarahkan bidikannya pada Antinous, pemimpin para peminang, dan menembakkan sebatang anak panah yang langsung menembus tenggorokan penjahat itu.
Begitu Antinous jatuh terempas ke lantai, para peminang lain melompat dari kursi mereka. "Kau akan mendapatkan ganjaran atas perbuatanmu ini!" teriak salah seorang peminang. "Burung-burung pemakan bangkai akan segera menyantapmu!" Lalu mereka berlari tergopoh-gopoh dalam kebingungan sambil mencari senjata mereka. Tapi tak satu pun tombak maupun tameng berhasil mereka temukan.
"Hai anjing-anjing!" Odiseus meneriaki mereka. "Aku-Odiseus-telah kembali! Kalian tidak pernah menyangka akan
33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
melihatku lagi, bukan? Sekarang akhir hayat kalian telah tiba!"
"Gunakan meja-meja sebagai tameng untuk menahan anak-anak panahnya!" jerit salah seorang peminang. "Serang dia dengan pedang kalian!" Pria itu menghambur ke arah Odiseus dengan pedang terhunus tapi Odiseus serta-merta menyambutnya dengan anak panah dari busurnya.
Seorang peminang lain berlari menghampiri Odiseus, tapi Telemakus melemparkan tombaknya dan membunuhnya. Kemudian, Telemakus bergegas meninggalkan ruangan dan mengambil senjata untuk si penggembala babi dan penggembala sapi.
Odiseus menahan para peminang dengan anak panahnya sampai Telemakus kembali dengan perisai dan tombak yang kemudian dibagikan pada kedua sekutu mereka. Lalu keempat pria itu berdiri bersama-sama menghadapi kerumunan itu. Salah seorang musuh Odiseus lari ke lantai atas menuju gudang dan mendapati pintunya tak terkunci. Kemudian, ia mengambil dua belas tombak dan membagikannya pada yang lain. Dengan musuh yang sekarang bersenjata, kelihatannya tidak masuk akal bagi Odiseus dan ketiga sekutunya untuk
34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
melumpuhkan pria sebanyak itu. Tetapi tiba-tiba Dewi Athena muncul.
"Bergabunglah dengan kami dalam pertempuran ini!" seru Odiseus pada sang dewi.
Mata Athena berkilat-kilat. "Kau harus berusaha sendiri dulu semampumu!" ujarnya. Lalu ia berubah menjadi seekor burung walet dan terbang ke arah penyangga atap untuk menonton.
Odiseus menembakkan anak panah satu demi satu dan membunuh sejumlah peminang. Lalu ia bersama ketiga sekutunya melemparkan keempat tombak mereka ke arah musuh. Setelah empat orang peminang tewas, Odiseus dan pasukannya mencabuti tombak-tombak dari tubuh-tubuh yang terkapar itu dan melemparkannya lagi ke sasaran lain. Para peminang pun melemparkan tombak mereka. Namun, Dewi Athena selalu meluputkan bidikan mereka.
Akhirnya, sang dewi mengirim penampakan mengerikan bagi para pelamar. Awan hitam muncul di atas aula utama. Awan itu berbentuk seperti tameng sakti Athena. Para peminang tahu bahwa penampakan tameng Athena merupakan tanda kematian yang pasti. Tanpa ampun, Odiseus, Telemakus, dan
35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kedua sekutunya menghabisi musuh satu demi satu. Odiseus membiarkan seorang pemusik keliling tetap hidup karena ia dapat menyanyikan lagu-lagu yang dikirim oleh para dewa. Ia juga membiarkan seorang pembawa pesan tetap hidup karena ia ingin orang itu menyebarkan pesan bahwa umat manusia di dunia seharusnya berbuat baik dan tidak berlaku keji. Tapi kepada para peminang yang lain, Odiseus tidak memberi ampun.
Di akhir pertempuran, semua peminang terbunuh. Mayat mereka bergelimpangan, bertumpuk-tumpuk di lantai seperti ikan mati yang ditumpahkan dari dalam jala ke atas pasir. Kemudian, Dewa Hermes menampakkan diri di aula utama. Dengan tongkat emas di tangan, ia menggiring arwah para peminang meninggalkan istana.
Sambil mencicit laksana kelelawar, para arwah mengikuti Hermes melintasi ombak di lautan. Mereka mengikutinya melalui bebatuan bersalju. Mereka mengikutinya melewati gerbang matahari dan negeri impian, hingga akhirnya tiba di Negeri Orang Mati yang berkabut.
36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
DELAPAN
REUNI
Sambil berdiri di antara genangan darah dan mayat para peminang, Odiseus memanggil Euriklea. Ketika menyaksikan pembantaian itu, dia menjerit penuh kegembiraan dan kelegaan, karena ia tahu bahwa istana itu akhirnya terbebas dari para penjahat yang telah menyiksa keluarga Odiseus selama bertahun-tahun.
"Jangan ribut," perintah Odiseus. "Tak baik bergembira atas kematian orang lain."
"Paling tidak biarkan aku menceritakan hal ini pada Penelope," kata sang pelayan. "Dia tertidur selama per-tempuran berlangsung."
"Tidak, jangan bangunkan dia sekarang," kata Odiseus. "Kumpulkan semua dayang-dayang yang pernah menari bersama para peminang. Perintahkan mereka untuk mengangkut mayat-mayat ini dan membersihkan lantai maupun dinding dari genangan serta noda darah."
Euriklea melakukan apa yang diperintahkan Odiseus. Setelah istana kembali bersih seperti sediakala, Odiseus
menyuruh-37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
nya menyucikan rumah itu dengan api. Akhirnya, setelah api mengepulkan asap ke seluruh aula serta halaman, Euriklea bergegas ke lantai atas dan menghampiri Penelope.
"Bangunlah!" serunya sambil mengguncang tubuh sang ratu yang terlelap. "Suamimu yang tercinta sudah kembali! Dia sedang menunggumu sekarang! Bangunlah!"
Ketika Penelope membuka kedua matanya, Euriklea menceritakan tentang pertempuran hebat itu dan bagaimana ia mendapati Odiseus serta Telemakus berdiri di atas tumpukan mayat para peminang.
"Jangan beri aku harapan kosong tentang Odiseus," kata Penelope. "Aku yakin itu hanya salah seorang dewa yang sedang menyamar. Suamiku yang tercinta sedang berada di pulau yang jauh, atau barangkali sudah mati."
"Pergi dan lihatlah sendiri!" desak Euriklea. "Aku melihat bekas luka di kakinya, yang disebabkan oleh babi hutan. Ikutlah denganku sekarang juga! Dia sedang menunggumu di sisi perapian!"
"Wahai pelayan tua, kau sungguh tidak mengerti jalan pikiran para dewa... atau bagaimana mereka bisa dengan mudah
38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mempermainkan kita," kata Penelope. "Tapi aku ingin melihat keadaan anakku." Penelope turun ke lantai bawah.
Ia mendapati Odiseus sedang duduk di sisi perapian. Jubah rombengnya berlumuran darah. Keringat dan darah membasahi wajah serta rambutnya yang kotor. Karena terkejut oleh penampilan Odiseus yang mengerikan itu, Penelope berpaling.
Telemakus menegurnya. "Ibu, tidak dapatkah kau pandang wajahnya? Apakah hatimu sudah begitu beku?"
Tapi Odiseus tetap sabar. Ia tersenyum dan berpaling pada Telemakus. "Mari kita mandi dulu dan mengenakan tunik yang bersih," usulnya. "Lalu perintahkan si pemusik untuk memain-kan lagu dansa yang riang sebagaimana ia memainmemain-kan sebuah kidung pernikahan. Kita harus mengelabui para tetangga untuk menunda tibanya berita tentang pembantaian ini ke telinga keluarga para pelamar yang sudah tewas. Bila mereka mendengar tentang hal ini, tentu mereka akan menuntut balas."
Odiseus meninggalkan aula utama. Para pelayan memandikan dan menggosok tubuhnya dengan minyak dan memakaikan tunik bersih.
39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Lalu Dewi Athena secara ajaib mengubah wujud pengemisnya menjadi sosok yang lebih muda dan tinggi.
Dengan ketampanan bagaikan dewa, ia kembali ke dekat perapian. Ia duduk di hadapan Penelope. Namun, wanita itu tetap membisu. Perubahan rupa Odiseus justru membuat perempuan itu semakin tidak percaya. Benarkah ia manusia? Ataukah ia seorang dewa yang sedang berusaha mem-perdayainya?
"Kau betul-betul perempuan aneh," kata Odiseus. "Sesudah dua puluh tahun, kau bahkan tak mengizinkan suamimu memelukmu."
Ketika Penelope masih tetap membisu, Odiseus melanjutkan bicaranya. "Baiklah, kalau begitu ku rasa aku harus tidur sendiri."
"Kau betul-betul pria aneh," kata Penelope, "itu jika kau memang benar-benar seorang manusia dan bukan seorang dewa yang sedang mempermainkanku." Lalu Penelope mendapat akal. Dahulu, Odiseus pernah membuatkannya ranjang pengantin dari sebatang pohon zaitun yang tumbuh menembus lantai di kamar tidur mereka. Hanya ia dan Odiseus yang tahu rahasia konstruksi tempat tidur itu.
40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Aku tidak tahu siapa kau sesungguhnya," kata Penelope, "tapi akan ku suruh pelayanku menyiapkan tempat tidurku untukmu. Euriklea!" panggilnya, "suruh para pelayan memindahkan tempat tidurku ke luar dan mengalasinya dengan bulu domba dan seperai linen."
Mata Odiseus bersinar penuh kemarahan. "Apa yang kau lakukan pada ranjang pengantin yang ku buatkan untukmu dulu?" hardiknya. "Tempat tidur itu tidak akan pernah bisa dipindahkan, salah satu kakinya adalah batang pohon zaitun yang berakar di tanah! Apakah seorang pencuri telah memotong kaki itu dan mencuri ranjang kita?"
Penelope menjerit kegirangan dan menghambur ke pelukan Odiseus. "Hanya kau yang tahu rahasia ranjang pengantin kita!" serunya dengan berurai air mata. "Maafkan aku karena telah meragukanmu!"
Ketika kedua lengan Penelope merengkuhnya dengan lembut, sebuah rasa sakit muncul di dada Odiseus, rasa sakit seorang perenang yang sedang mengarungi lautan penuh badai, yang telah sekian lama merindukan daratan dengan kehangatan matahari. Sambil mendekap sang istri di depan
41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
perapian yang menyala, tangis Odiseus pecah dalam kesedihan yang manis.
Saat melihat kedua orangtuanya berpelukan, Telemakus menyuruh para penari dan pelayan menyingkir. Aula utama menjadi gelap dan semua orang pergi tidur.
Odiseus dan Penelope masuk ke kamar mereka dan merebahkan diri di ranjang yang berkaki pohon zaitun. Malam itu mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk saling bertukar cerita mengenai apa saja yang mereka alami ketika Odiseus tidak ada.
Sementara mereka berbincang-bincang, Athena menahan tali kekang kuda-kuda sang fajar, Cahaya Api dan Cahaya Hari.
42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
SEMBILAN
KEDAMAIAN
Ketika fajar akhirnya datang, Odiseus mengatakan pada Penelope bahwa ia harus pergi ke desa untuk menjenguk ayahnya, Laertes. Duka cita yang mendalam telah membuat Laertes berkabung untuk putranya selama dua puluh tahun. Laki-laki tua itu bahkan menolak untuk tinggal di istana dan memilih untuk tidur beralaskan sepotong kain lusuh di kebun anggur Odiseus.
"Selama kepergianku, kuncilah dirimu bersama para pelayan di dalam kamar. Jangan sesekali kau berbicara pada siapa pun," Odiseus memperingatkan Penelope. "Aku harus mengingatkanmu, menjelang sore, berita tentang tewasnya para peminang sudah akan tersebar, dan keluarga para peminang akan datang untuk menuntut balas." Kemudian, Odiseus membangunkan Telemakus, si penggembala babi, dan si penggembala sapi. Ia memerintahkan mereka untuk menyertainya menjenguk sang ayah. Meski hari sudah terang saat mereka berangkat, Athena menyelimuti keempat pria
43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
itu dengan kegelapan sampai mereka tiba di kebun anggur Laertes yang jauh dari kota.
"Masuklah ke rumah dan siapkan hidangan untuk kita semua," perintah Odiseus pada yang lain. "Aku akan pergi ke kebun untuk mencari ayahku."
Di sebidang tanah di perkebunan anggur itu, Odiseus melihat seorang laki-laki tua sedang menggali tanah. Pria yang sedang membungkuk di atas sekop itu mengenakan tunik kotor dan topi kulit kambing yang sudah lusuh serta robek. Hati Odiseus perih bagai tertusuk sembilu saat melihat keadaan ayahnya yang letih dan lusuh.
"Maaf kalau aku mengganggumu," Odiseus memulai percakapan. "Aku sedang mencari seorang teman. Dia pernah singgah di pulauku dan menginap di rumahku. Dia bilang dia berasal dari Ithaca dan ayahnya bernama Laertes."
Laki-laki tua itu menundukkan kepalanya dan mulai menangis. "Itu pasti anakku, putraku yang malang, Odiseus," katanya. "Ia telah lama mati. Dalam pengembaraannya, ia mungkin telah dimakan oleh ikan-ikan di laut, atau mungkin oleh binatang-binatang buas di darat."
44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Benarkah?" tanya Odiseus. "Rasanya belum lama ini aku melihatnya. Aku memberinya banyak hadiah dan menyuruhnya melanjutkan perjalanan. Aku mendapat pertanda yang baik tentang dirinya. Kami bahkan berharap untuk bisa berjumpa lagi."
Laertes menganggukkan kepala dan air mata menggenangi kedua matanya. Lalu tiba-tiba beban duka yang dipikulnya terasa sangat berat. Sambil mengerang dengan hati yang hancur, ia mengambil segenggam tanah dan menumpahkannya di atas kepala.
Odiseus tidak sanggup lebih lama lagi menyaksikan penderitaan ayahnya. Ia menghambur dan membentangkan kedua lengannya untuk memeluk lelaki tua yang sedang berduka itu. "Ayah, akulah anakmu," katanya. "Aku sudah pulang. Sudah ku musnahkan mereka yang telah menyiksamu, istri, dan anakku."
Laertes berbicara dengan gagap karena tidak percaya pada apa yang didengarnya. "Bisakah, bisakah kau menunjukkan bukti padaku bahwa kau benar-benar anakku?" ia bertanya. "Aku bisa menunjukkan luka waktu kita berburu dulu," kata Odiseus seraya menunjukkan parut di atas lututnya. "Dan
45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
aku bisa menceritakan padamu tentang pohon-pohon di hutanmu. Ketika aku masih kecil, kau memberiku tiga belas pohon pir, sepuluh pohon apel, dan empat puluh pohon ara." Saat mendengar hal itu, Laertes pingsan dan jatuh terkulai. Odiseus mendekapnya erat-erat ke dada, sampai sang ayah kembali membuka kedua matanya.
Senyum bahagia menghiasi wajah tua itu, yang kemudian berganti dengan rasa takut.
"Aku khawatir keluarga-keluarga para peminang yang terbunuh itu akan datang untuk menuntut balas," kata Laertes.
"Jangan khawatirkan mereka sekarang," kata Odiseus. "Ayo, mari kita masuk ke dalam rumah dan menikmati hidangan bersama cucumu, Telemakus."
Odiseus menuntun ayahnya menuju ke rumah, di mana aneka hidangan lezat telah menanti mereka. Lelaki tua itu mandi dan mengganti pakaiannya dengan jubah yang indah. Dewi Athena memberinya tenaga, meremajakan tubuhnya yang lemah, dan mengubah sosoknya menjadi lebih tinggi dan lebih kuat.
46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sebuah teriakan keras dari luar memecah keriaan mereka. Segerombolan orang bersenjata telah datang untuk menuntut balas atas kematian para peminang.
Odiseus, ayahnya, dan Telemakus serta-merta mengenakan pakaian baja dan pergi ke luar. Laertes melempar tombaknya dan membunuh salah seorang dari mereka. Odiseus dan Telemakus menghunus pedang mereka ke atas dan bersiaga menghadapi musuh.
Saat itu juga, Athena menampakkan diri. "Jangan bergerak!" serunya. "Berhentilah sebelum lebih banyak darah ter-tumpah lagi!"
Musuh-musuh Odiseus pucat pasi saat melihat dewi yang agung itu. Setelah menjatuhkan senjata, mereka lari ter-birit-birit. Odiseus memekikkan jeritan perang yang mengerikan. Ia melesat mengejar musuh-musuhnya bagaikan seekor elang.
Tapi Dewa Zeus yang sakti melontarkan kilat dan guntur ke bumi. Melihat hal ini, Athena memerintahkan Odiseus untuk menahan diri. "Hentikan pertempuran, Odiseus, sebelum kau membuat murka para dewa!" jeritnya. "Semua pertarungan
47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
harus dihentikan! Biarkanlah sejak saat ini kedamaian datang sebagai gantinya!"
Odiseus lega mendengar kata-kata itu. Dengan senang hati ia menghentikan pengejaran terhadap musuh-musuhnya. Ia sadar bahwa dengan restu para dewa, semua pertempuran berakhir, pertempuran melawan tentara Troya, melawan berbagai monster, melawan badai, dan melawan musuh-musuh di kampung halamannya. Odiseus telah berhasil bertahan hidup melewati semua hal itu dan berkumpul kembali bersama keluarga tercinta.
Sejak hari itu dan bertahun-tahun sesudahnya, kedamaian menyelimuti Pulau Ithaca, dan para dewa memandang dengan puas pada Odiseus, istri, dan putranya.
48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m