• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit

2. Kemitraan Perkebunan

Kemitraan perkebunan merupakan pelaksanaan asas kebersamaan dalam perkebunan.134 Kemitraan ini dilakukan oleh pelaku usaha (perusahaan perkebunan) dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan. Ketentuan kemitraan dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan karyawan, pekebun dan masyarakat sekitar serta untuk menjaga keamanan, kesinambungan dan keutuhan usaha perkebunan. Kemitraan perkebunan pada dasarnya dimaksudkan untuk:

a. menjamin ketersediaan bahan baku

pada Usaha Industri Pengolahan Hasil perkebunan guna mendapatkan izin usaha (IUP-P), perusahaan diwajibkan melakukan Kemitraan

133 Ibid., Pasal 31.

54

untuk memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20 % (dua puluh persen) dalam hal kebun sendiri tidak dapat menyediakan atau terjadi kekukarangan dari kebun masyarakat/perusahaan lain melalui kemitraan.135

b. terbentuknya harga pasar bagi pekebun dengan prioritas dilingkungan usaha industri hasil perkebunan yang bersangkutan pada tingkat harga yang wajar

c. terwujudnya peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan bagi pekebun.

Bentuk kemitraan perkebunan ini, umumnya tergantung dengan jenis usaha yang terdapat dalam perizinan usaha perkebunan yang terdiri atas : a. Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari pejabat yang

berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

b. Izin usaha perkebunan untuk budidaya (IUP-B) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan.

c. Izin usaha perkebunan untuk pengelolaan (IUP-P) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

135

Terkait dengan Kemitraan Pengolahan berkelanjutan terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian Negara Republik Indonesia Nomor 98/ Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan usaha perkebunan, Pasal 11.

55

Kemitraan Perkebunan ini mengikuti ketentuan pada Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Peraturan Menteri Pertanian No. 98/ Permentan/OT.140/9/2013 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006. Mengingat Kemitraan pada Perkebunan dalam perjanjian tertulis maka kemitraan ini harus mengikuti ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata. Kemitraan didalam Perkebunan sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian No.98/Permentan/OT.140/9/2013 merupakan keharusan bagi setiap perusahaan perkebunan. Kemitraan perkebunan dilakukan agar terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antar pelaku usaha perkebunan, yakni pekebun, pemerintah, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan. Kemitraan ini didasari saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan para pihak. Kemitraan usaha perkebunan dilakukan melalui pola kerja sama:136

a. penyediaan sarana produksi b. produksi

c. pengolahan dan pemasaran d. transportasi

e. operasional

f. kepemilikan saham g. jasa pendukung lainnya

136

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 98/ Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan usaha perkebunan, Pasal. 31.

56

Kemitraan perkebunan ini merupakan bagian vital dalam usaha perkebunan mengingat :

a. syarat dari perolehan izin,

1). sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 ayat 1 Peraturan Menteri Pertanian No.98/Permentan/OT.140/9/2013, yang dapat berbunyi “Usaha Industri Pengolahan hasil perkebunan untuk mendapatkan IUP-P harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20% (dua puluh perseratus) berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.” Usaha Industri Pengolahan hasil perkebunan yang dimaksud adalah terkait kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas sama yang diatur dalam Permentan tersebut.

2). Sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 huruf j ke 4 sebagai syarat memperoleh IUP-B, Pasal 22 huruf j sebagai syarat memperoleh IUP-P, Pasal 23 huruf k keempat sebagai syarat untuk memperoleh IUP, yang mana tidak membebaskan kegiatan dalam memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat.

b. kewajiban perusahaan setelah mendapatkan izin, sebagaimana terdapat dalam Pasal 40 ayat 1 huruf g yang bunyinya “…Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, atau IUP sesuai peraturan wajib melakukan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar.” Salah satu bentuk kemitraan sebagai kewajiban perusahaan setelah mendapatkan izin ini adalah melalui revitalisasi

57

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/ Permentan/OT.140/7/2006. Program Revitalisasi Perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra dalam pengembangan perkebunan, pengolahan, dan pemasaran hasil.137 Kemitraan pada program revitalisasi ini dilakukan oleh perusahaan perkebunan sebagai mitra usaha dengan koperasi/kelompok tani dan/atau pekebun. Kerja sama kemitraan tersebut lantas dibuat dalam bentuk tertulis. Sehingga perlu memperhatikan ketentuan perjanjian tertulis kemitraan sebagaimana diatur dalam Permentan Peraturan Menteri Pertanian No 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Adapun bentuk perjanjiannya pada umumnya telah dibakukan oleh pemerintah sebagaimana terdapat dalam lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 Tanggal 30 September 2013, sehingga para pihak dapat mengisi hal-hal yang kosong yang terdapat dalam perjanjian tersebut atau menambahkan hal-hal lain sesuai kebutuhan mengingat, hal tersebut diperkenankan dalam peraturan tersebut.

137

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan, Pasal 1 ayat 1.

58

Adapun hal-hal substanstif yang ada dalam perjanjian pola kemitraan adalah sebagai berikut :

1). Tanggal dan tempat dibuatnya perjanjian kemitraan

2). Subjek hukum, yang meliputi nama, jabatan, dan alamat para pihak baik yang sebagai pihak pertama maupun pihak kedua, atau penamaan lain misalnya “mitra” dan “koperasi’.

3). Hak dan Kewajiban, yang mencakup hak dan kewajiban sebagai pihak pertama yaitu “mitra” maupun pihak kedua yang dibuat pada saat perjanjian dan dipantau setiap waktu untuk dilakukan peninjauan.

4). Sanksi, terkait risiko yang diberlakukan dalam hal para pihak tidak melaksanakan kewajiban, biasanya ditentukan bersama oleh para pihak.

5). Masa berlaku, pada dasarnya kemitraan diberlakukan pada waktu tertentu dan dinjau sesuai kesepakatan paling lama 2 tahun.

6). Hal-hal yang perlu ditambahkan sesuai dengan kebutuhan, misalnya terkait dengan pembayaran serta teknik dari kegiatan dalam perjanjian kemitraan.

7). Penyelesaian Sengketa, di syaratkan apabila masih memungkinkan penyelesaian awal dilakukan dengan musyawarah, bila tidak dapat maka melibatkan pihak pemerintah sebagai mediator, dan apabila tidak dapat dengan cara lain termasuk melalui penyelesaian di pengadilan negeri.

59

8). Ketentuan penutup terkait dengan aturan peralihan apabila perjanjian tidak dapat mengatur secara keseluruhan dan terdapat aturan baru yang perlu ditambahkan serta penjelasan perjanjian dibuat dengan bermaterai dan ditanda tangani para pihak dengan diketahui bupati/walikota.

Dokumen terkait