• Tidak ada hasil yang ditemukan

40 kemungkinan BPA terpapar juga tetap ada, meski hanya dalam jumlah kecil Hal ini disebabkan

perlakuan sterilisasi dan penyiapan serta penyimpanan ASI yang mengharuskan ASI mengalami kontak dengan botol susu polikarbonat untuk waktu yang lama dan suhu yang ekstrim. Suhu sterilisasi yang ekstrim dan lama kontak yang lama dapat memicu BPA terpapar.

Beberapa studi menunjukkan keterkaitan antara BPA dengan beberapa penyakit berbahaya yang dapat merusak fungsi normal sel, gangguan otak, kardiovaskuler, abnormalitas jantung, dan lainnya. Walaupun jumlah resiko paparannya masih diperdebatkan, akan tetapi beberapa negara telah melakukan pengurangan penggunaan BPA dalam industri plastik. Terdapat banyak negara yang telah dengan tegas melakukan pelarangan produksi plastik polikarbonat dari BPA, antara lain Amerika Serikat, Minnesota, dan Chicago. Kanada adalah negara yang pertama kali melarang penjualan botol plastik yang mengandung BPA. Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) merekomendasikan untuk tidak menggunakan botol plastik polikarbonat yang mengandung BPA untuk menampung susu atau pangan lain untuk bayi. Beberapa negara lainnya masih mentoleransi penggunaan botol polikarbonat selama jumlah paparannya di bawah batas Tolerable Daily Intake (TDI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Toxicology Program European Commission (1997), BPA juga ditemukan pada susu formula bayi. Diperkirakan sumbernya berasal dari migrasi botol susu polikarbonat. Akan tetapi jumlahnya masih dianggap dalam kategori aman, karena berada di bawah nilai Tolerable Daily Intake (TDI), yang nilainya sebesar 0,05 mg/kg berat badan. Menurut Wheteril et al., (2007), paparan BPA bahkan dengan kadar rendah sekalipun tetap berpotensi mengubah fungsi sel tubuh. BPA juga terbukti dapat mengendap di dalam hati, usus, dan ginjal untuk jangka waktu beberapa hari.

Untuk meminimalisir pelepasan BPA pada botol susu polikarbonat, sebaiknya perlu dilakukan penyuluhan agar masyarakat tidak memanaskan air di dalam botol polikarbonat saat menyiapkan ASI perah atau susu formula dan menghindari mengisi air panas langsung ke dalam botol. Dalam proses pencucian botol, sebaiknya menggunakan cairan sabun yang memang khusus diperuntukkan untuk peralatan bayi karena sabun khusus tersebut telah dibuat dengan pH yang disesuaikan terhadap produk bayi. Penggunaan sabun cuci yang sembarangan sangat berbahaya, karena cairan sabun yang keras akan memicu lepasnya BPA dari botol. Penyikatan botol saat pencucian juga perlu diperhatikan. Sebaiknya menggunakan sikat yang halus agar gesekan yang terjadi antara sikat dengan botol tidak sampai menyebabkan lepasnya BPA. Sebaiknya, perlu dilakukan juga penyuluhan agar masyarakat lebih memilih menggunakan botol susu BPA free.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil survei konsumsi pangan yang dilakukan di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan gambaran responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat yang paling banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan S1. Berdasarkan pekerjaan responden, ibu rumah tangga paling banyak menggunakan botol untuk menyimpan air, sedangkan responden yang paling banyak menggunakan botol untuk menyimpan ASI adalah karyawan swasta. Berdasarkan brand, botol susu yang digunakan paling banyak adalah brand A. Berdasarkan cara sterilisasi botol, populasi responden yang menggunakan botol susu polikarbonat untuk air dan ASI mensterilisasi botol dengan cara direbus selama 5 sampai 10 menit setelah air mendidih. Berdasarkan tempat penyimpanan botol, responden paling banyak menyimpan botol di tempat tertutup. Untuk ASI perah, sebagian besar responden menyimpannya di lemari pendingin. Berdasarkan cara penyiapan ASI, hampir seluruh responden menyiapkan ASI dengan cara merendamnya di air panas. Berdasarkan jenis kelamin anak, sebaran anak yang menggunakan botol susu polikarbonat kebanyakan berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia, sebagian besar anak yang minum air menggunakan botol adalah anak usia 7 sampai 12 bulan, dan anak yang minum ASI berusia dibawah 6 bulan. Berdasarkan berat badan, sebagian besar anak yang minum air menggunakan botol adalah anak dengan berat 10 sampai 12 kg, dan anak yang minum ASI memiliki berat 7 sampai 9 kg. Berdasarkan frekuensi minum, anak paling sering minum air dan ASI menggunakan botol sebanyak 5 kali dalam sehari. Berdasarkan volume botol yang digunakan, responden paling banyak menggunakan volume botol 60 ml untuk menyimpan ASI dan volume 120 ml untuk menyimpan air. Berdasarkan lama minum, sebagian besar anak menghabiskan ASI selama 5 menit dan air selama 6 sampai 15 menit. Sebagian besar responden menyiapkan ASI selama 6 sampai 15 menit. Berdasarkan waktu penyimpanan, sebagian besar responden menyimpan ASI perah selama satu hari.

Perilaku anak terhadap penggunaan botol susu seperti jumlah porsi konsumsi, frekuensi, dan lama waktu minum anak mempengaruhi nilai kadar migrasi bisphenol-A dalam ASI dan air. Porsi konsumsi dan frekuensi anak minum menggunakan botol sebanding dengan nilai paparan BPA. Semakin besar porsi konsumsi dan semakin sering frekuensi anak minum akan mengakibatkan nilai paparan BPA yang semakin tinggi pula. Semakin lama waktu minum anak, juga menyebabkan semakin lama kontak antara pangan dengan botol. Semakin lama kontak yang terjadi, akan semakin banyak BPA yang terpapar ke dalam pangan. Berdasarkan perhitungan estimasi nilai paparan, nilai paparan BPA yang terkandung dalam air sebesar 0,000002 mg BPA/kg berat badan/hari dan dalam ASI sebesar 0,00005 mg BPA/kg berat badan/hari.

Perlakuan pada botol susu seperti cara sterilisasi, kondisi tempat penyimpanan dan lamanya penyimpanan botol, serta cara penyiapan pangan mempengaruhi kadar migrasi bisphenol-A dalam ASI dan air. Perlakuan seperti cara sterilisasi yang lama dan dalam suhu yang tinggi akan menyebabkan lepasnya monomer BPA dari botol. Kondisi tempat penyimpanan yang terbuka dan mudah terpapar matahari juga memberi kemungkinan monomer BPA akan terlepas. Perlakuan penyiapan ASI setelah disimpan di kulkas dengan cara merendam botol di air panas juga dapat menyebabkan terlepasnya paparan BPA dari botol susu.

42

5.2. Saran

Penelitian ini hanya memberikan estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat berdasarkan nilai residu BPA yang didapat dari beberapa literatur. Pada penelitian ini juga diasumsikan semua brand botol memiliki nilai paparan yang sama. Oleh karena itu, untuk mengetahui nilai paparan yang mendekati nilai sebenarnya, maka perlu dilakukan pengujian nilai residu BPA pada setiap brand botol susu polikarbonat yang beredar di Indonesia. Dalam perhitungan estimasi nilai paparan yang dilakukan, baik untuk data secara individu, maupun data keseluruhan, tidak ditemukan nilai paparan yang melebihi nilai Tolerable Daily Intake yang ditetapkan. Namun hal ini belum bisa dikatakan mewakili keadaan sebenarnya, karena kadar residu BPA yang digunakan juga tidak mewakili botol yang benar-benar digunakan oleh responden.