• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemungkinan Dampak Positif dan Negatif Proyek terhadap Warga, Aset Budaya, dan Lingkungannya

C. Karakteristik Fisik Lingkungan

2. Penggunaan dan Kondisi Bangunan

3.3. Kemungkinan Dampak Positif dan Negatif Proyek terhadap Warga, Aset Budaya, dan Lingkungannya

Setiap kegiatan pembangunan akan berdampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pengaruh dampak proyek terhadap suatu masyarakat (warga yang terkena proyek) ditentukan dari jenis dan besaran aset warga yang terkena proyek, di antaranya yang paling menonjol adalah nilai dan besaran fisik yang antara lain menyangkut nilai tanah, tanaman, dan bangunan yang akan ditetapkan oleh Penaksir Harga bersama warga berdasarkan besaran yang akan disepakati bersama melalui musyawarah, sedangkan lainnya berupa aset non-fisik yang secara langsung dapat dikonversi menjadi aset yang jelas mempunyai besaran yaitu penghidupan dan mata pencaharian yang hilang disebabkan oleh proyek.

Secara lebih terperinci, berikut ini akan diuraikan mengenai jenis dan besaran dampak yang diperkirakan timbul akibat kegiatan pengadaan lahan bagi proyek ini:

Pertama, hilangnya hak kepemilikan/penguasaan warga atas aset produktif. Pembangunan jalan ini membutuhkan lahan yang sebagian besar merupakan lahan milik warga, bukan milik negara/pemerintah Kabupaten Klungkung. Dengan adanya pengambil-alihan lahan tersebut untuk kepentingan proyek melalui proses pengadaan tanah, maka secara otomatis hak kepemilikan/penguasaan warga atas seluruh lahan tersebut menjadi hilang, termasuk, hak untuk memanfaatkan aset lainnya yang melekat/terkait dengan tanah tersebut.

Lahan yang telah diambil alih oleh proyek tersebut, selanjutnya fungsi peruntukannya/penggunaannya akan dikonversi menjadi lahan DAMIJA (daerah milik jalan) untuk kegiatan lalu lintas angkutan jalan. Bagi warga yang tanahnya terkena seluruhnya atau sebagian tetapi sisa lahannya tidak dapat dimanfaatkan lagi (tidak layak huni), maka warga cenderung tidak dapat memanfaatkannya lagi secara optimal. Hal ini disebabkan karena adanya peraturan sempadan jalan dan kemungkinan ditetapkannya jalur

hijau. Kondisi ini tentunya merugikan masyarakat dan hendaknya menjadi perhatian Pemerintah, sehingga tidak memicu turunnya kesempatan masyarakat dalam berusaha.

Kedua, gangguan terhadap mata pencaharian dan pendapatan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kegiatan pengadaan tanah untuk keperluan pembangunan jalan ini akan mengkonversi lahan tegalan yang dimiliki/diusahakan oleh sekitar 446 pemilik tanah Dengan terkonversinya lahan tegalan tersebut menjadi badan jalan, maka hal tersebut akan mengganggu, bahkan menghilangkan, mata pencaharian PTP, yang pada gilirannya dapat menurunkan pendapatan keluarga mereka, karena lahan tersebut merupakan sumber penghidupan bagi PTP.

Ketiga, kondisi sosial ekonomi penduduk dapat dilihat dari perubahan pekerjaan yang akan dilakukan setelah lahannya terkena proyek jalan. Pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa sebanyak 12,07% memiliki rencana untuk menggunakan sebagai tempat usaha setelah pengadaan lahan. Secara grafik dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Tabel 3.5. Rencana Penggunaan Tanah Setelah Terkena Jalan Rencana Penggunaan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Tempat tinggal 5 2,87 Ladang 3 1,72 Tegalan 145 83,33 Tempat Usaha 21 12,07 Jumlah 174 100

Gambar 3.4 status Penggunaan Tanah

Keempat, jika dilihat dari betuk ganti rugi yang diinginkan, maka 88,51% PTP menginginkan dalam bentuk uang tunai. Selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 3.6, dan dalam bentuk grafik pada Gambar 3.5. Keinginan ganti kerugian dalam bentuk uang tunai mengindikasikan akan digunakan untuk membuka usaha baik berdagang ataupun jasa lainnya.

Tabel 3.6 Ganti Kerugian yang Diinginkan oleh PTP Bentuk Ganti Kerugian yang

Diinginkan Jumlah (orang) Persentase (%) Uang tunai 154 88,51 Tanah pengganti 18 10,34 Lain-lain 2 1,15 Jumlah 174 100

Gambar 3.5 Ganti kerugian yang diinginkan

Kelima, jika dilihat dari rencana penggunaan atau pemanfaatan biaya pengadaan yang diberikan oleh Pemerintah, 47,13% menyatakan untuk modal usaha (berdagang dan usaha jasa lainnya), dan 28,74% untuk ditabung. Rencana penggunaan biaya pengadaan tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.7, dan grafik pada Gambar 3.6.

Tabel 3.7 Rencana Penggunaan Biaya Pengadaan oleh PTP Pemanfaatan Ganti Kerugian

yang Diinginkan Jumlah (orang) Persentase (%) Ditabung 50 28,74 Modal usaha 82 47,13 Membeli tanah 14 8,05 Membeli rumah 3 1,72 Lain-lain 25 14,37 Jumlah 174 100

Sumber: Hasil Survei Kuesioner PTP Tahun 2015

Gambar 3.6 Bentuk Pemanfatan Ganti Kerugian

Dalam kaitannya dengan penggunaan biaya pengadaan, sebagian besar PTP akan menggunakan sebagai modal usaha atau berwirausaha. Berdasarkan survei kuesioner, uang biaya pengadaan dimanfaatkan dalam berbagai bidang wirausaha. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa, perubahan yang terjadi pada masyarakat cenderung mengarah kepada pola hidup masyarakat perkotaan yang heterogen dan banyak memberikan peluang berbagai macam usaha.

Keenam, tanah sisa tegalan yang masih mereka miliki tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering/tegalan. Dari keadaan yang demikian, nampaknya usaha untuk meningkatkan fungsi lahan tegalan atau aset yang mendukung pertumbuhan ekonomi haruslah dapat ditingkatkan sehingga proyek pembangunan ini tidak menurunkan tingkat kesejahteraan PTP.

Ketujuh, dari hasil survei kuesioner, Keberadaan jalan memberi dampak adanya kenaikan secara tajam harga tanah disekitar lokasi yang membuat para pemilik tertarik untuk menjual tanahnya.

Kedelapan, sisa tanah yang berukuran luas kurang dari satu are (kapling kecil) di sepanjang jalan cenderung tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat mengingat adanya peraturan sempadan jalan dan kemungkinan ditetapkannya jalur hijau.

Kondisi ini tentunya merugikan masyarakat dan hendaknya menjadi perhatian Pemerintah sehingga tidak memicu turunnya kesempatan masyarakat dalam berusaha.

3.4. Persepsi dan Aspirasi PTP terhadap Proyek

Persepsi masyarakat terhadap proyek ini akan menyangkut pengetahuan (tahu/tidaknya) tentang proyek, ada/tidaknya manfaat proyek terhadap masyarakat, preferensi tentang pengambilalihan aset mereka untuk kepentingan proyek dan alternatif kompensasi/ganti rugi, informasi tentang spekulan dan harga tanah, serta aspirasi warga terhadap proses pelaksanaan proyek, khususnya kegiatan pengadaan tanah. Informasi tersebut merupakan salah satu masukan kunci dalam merumuskan kerangka kebijakan pelaksanaan pengadaan tanah yang aspiratif.

3.4.1 Pengetahuan PTP tentang Rencana Proyek

Mayoritas PTP telah mengetahui bahwa di lokasi yang bersangkutan akan dibangun jalan baru Lingkar Nusa Penida, dan akan terjadi pembebasan tanah yang akan melewati lokasi tanah dan aset mereka. Masyarakat mengetahui adanya pembebasan lahan dari aparat desa dan kerabat/saudara. Hal ini mengindikasikan bahwa rencana proyek jalan ini, termasuk kegiatan pengadaan tanahnya, telah tersosialisasi secara meluas.

3.4.2 Preferensi PTP tentang Rencana Proyek

Secara umum, preferensi PTP terhadap rencana proyek nampaknya sangat baik, yang tercermin dari pendapat mereka tentang ada/tidaknya manfaat proyek bagi masyarakat, dimana mayoritas PTP menyatakan sangat bermanfaat, dengan harapan proyek ini segera dilaksanakan.

3.4.3 Pilihan Ganti Rugi

Dalam kaitannya dengan pilihan ganti rugi yang diinginkan, mayoritas PTP memilih ganti rugi dalam bentuk uang sebanyak 88,51%, di samping itu ada juga PTP yang menginginkan lahan/tanah pengganti.

Dokumen terkait