• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemungkinan Pendidikan

Dalam dokumen LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN (Halaman 142-150)

FILSAFAT FENOMENOLOGI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN

A. 1 Kajian Fenomenologi; Manusia sebagai Animal Educandum

4) Kemungkinan Pendidikan

a) Anak Manusia Tak Berdaya Tapi Potensial

Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan adalah perlu, baik ditinjau dari fakta bahwa anak manusia dilahirkan tak berdaya dan peradaban umat manusia tidak dengan sendirinya dapat memasuki kehidupan anak. Sekarang pertanyaannya, apakah pendidikan itu di samping perlu juga mungkin?. Mengapa pertanyaan ini timbul, karena kenyataan menunjukkan bahwa sesuatu yang harus atau perlu itu tidak dengan sendirinya dapat atau mungkin dapat dicapai.

Pendidikan sebagai bantuan mungkin dapat diterima oleh anak manusia yang dilahirkan sebagai makhluk biologis dengan membawa potensi untuk dapat melakukan perubahan dalam dirinya. Anak manusia dilahirkan melalui persalinan sebagai mahluk biologis yang tak berdaya, dan liat atau mempunyai plastisitas yang besar untuk mengalami perubahan dalam dirinya. Pertanyaannya, mengapa anak manusia mempunyai plastisitas yang lebih besar dari orang utan, apa lagi kalau dibandingkan dengan anak monyet, anak ikan, anak anjing, anak kelinci, terlebih-lebih dengan tunas pohon kelapa.

Pertama-tama, plastisitas anak manusia disebabkan karena anak manusia modern (homo sapiens) memiliki otak besar (celebrum) yang lebih besar dari jenis mamalia lainnya, dan juga manusia pertama seperti ‘Phitecantropus

Erectus”. Manusia modern mempunyai celebrum yang mencapai tingkat paling

besar dalam jumlah zat jaringan otaknya, dan juga lebar lapisan otaknya.

Faktor biologis tersebut mempunyai arti penting bagi pendidikan. Makin bertambah besar isi otak besar, makin bertambah pula kemampuan otak untuk mengendalikan tubuh. Pusat syaraf hewan purba meskipun kecil sudah cukup mampu mengendalikan badannya yang besar. Kekurang mampuan mengendalikan tubuh terutama tidak terletak pada menggerakkan tubuh sesuai

dengan dorongan, tetapi terletak pada kemampuan menyusun konsep tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Tikus yang hidup sekarang mempunyai otak yang lebih besar dari pada seekor cecak, meskipun demikian, tikus hampir tidak dapat mengendalikan dirinya lebih baik dari pada cecak. Rata-rata berat otak laki-laki adalah 49 ons, sedangkan wanita rata-rata 44 ons. Meskipun demikian, laki-laki tidak dapat mengontrol tubuhnya secantik yang dapat dilakukan oleh wanita. Jadi, apakah signifikansi atau pengaruh besarnya celebrum pada tingkah laku?.

Semua percobaan tentang otak besar dewasa ini menunjukkankan bahwa fungsi belahan otak besar (hemiphraera) berhubungan dengan perbuatan sadar atau perbuatan yang bertujuan, dan tidak berkenaan dengan perbuatan yang bersifat spontan (refleks). Pusat syaraf hewan yang lebih tinggi bekerja dengan kesadaran, mempergunakan cara-cara baru dan memberikan jawaban terhadap perangsang yang terpisah dan yang akan datang. Pusat syaraf hewan yang lebih rendah menerima warisan berupa refleks dan insting. Sedangkan pusat syaraf hewan yang lebih tinggi mewarisi interaksi antara insting yang berusaha muncul dengan usaha menyesuaian diri kepada situasi-situasi baru. Pertambahan isi otak besar bagi pusat syaraf hewan yang lebih tinggi berarti mengubah hidup berdasarkan insting menjadi hidup yang lebih rasional. Otak besar adalah gudang penyimpanan pengalaman individu. Berdasarkan pengalaman tersebut muncullah pertimbangan, dan karena itu, reaksi-reaksi terhadap rangsangan tersirat adanya tujuan. Hal ini memungkinkan individu belajar, sebagai suatu penambahan kemampuan dari insting yang bersifat pembawaan. Manusia adalah mamalia tertinggi, tidak mempunyai insting yang lebih besar, karena mempunyai jaringan otak besar yang lebih besar, sehingga dapat menunda atau mengendalikan spontanitas reaksi terhadap perangsang, dapat belajar dari pengalaman masa lampaunya, dapat menyesuaikan dirinya pada situasi-situasi baru dan dapat menciptakan reaksi-reaksi baru dan penuh pertimbangan sesuai dengan tingkat pertumbuhan seseorang.

Dengan demikian, otak besar yang makin bertambah besar pada jenis mamalia mengandung arti adanya kemungkinan pendidikan. Selanjutnya sangat besar kemungkinannya jika manusia dapat menerima pendidikan dari semuanya adalah karena manusia yang makin besar isi otak besarnya. Jadi anak manusia modern mempunyai kemungkinan menerima pendidikan yang jauh lebih besar dari pada anak genus homonoide lainnya, yaitu phitecantropus dan austrapithacienae, apa lagi dengan anak mamalia lainnya. Hal ini mengandung arti bahwa hanya pada manusia sajalah otak besar berkembang mengarah kepada kemungkinan pendidikan yang lebih besar, ketidak-terbatasannya. Dengan demikian, manusia adalah hewan yang sangat besar kemungkinannya untuk dididik.

Pembahasan tentang hubungan antara fakta bilogis pertama dengan fakta pola penyelenggaraan pendidikan menunjukkan, bahwa antara titik pandangan biologis dan kependidikan terdapat hubungan yang lebih bersifat koindesidensi atau kesamaan dari pada antagonisme atau pertentangan. Pendidikan, pertama tama dapat dibataskan secara fungsional dari sudut pandangan biologis. Pikiran berserta tubuh, adalah subyek pendidikan, adalah tambahan yang berguna bagi organisme. Pendidikan memberikan kondisi-kondisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan manusia bereaksi terhadap dunia luar, dengan suatu cara yang berguna. Melaui suatu pengatur perangsang, pendidikan menghasilkan perubahan otak sedemikian rupa, yang menjamin reaksi-reaksi terhadap dunia selanjutnya berjalan lancar. Secara biologis, pendidikan adalah pembentukan kebiasaan-kebiasaan reaksi atau perangsang yang sesuai. Sehubungann dengan hal ini Adam Sedgwick, antara lain menyatakan sebagai berikut: “pendidikan tidak lebih dari pada respons dari organisme yang hampir mencapai kematangan terhadap perangsang luar”.

Faktor biologis kedua, mengapa pendidikan itu mungkin, karena otak adalah organ fikiran yang memberi kemungkinan besar untuk menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Otak sebagai organ fikiran memungkinkan anak manusia tumbuh dan berkembang menjadi mahluk yang

hidup tidak semata-mata diatur oleh insting, tetapi fikiran mengatur insting untuk menjadi kemampuan yang tidak semata-mata dialami tetapi menjadi kesadaran melakukan pertimbangan.

b) Keragaman dan Kelebihan

Setiap anak manusia dilahirkan dengan pembawaan yang berbeda-beda, dan menerima pengaruh lingkungan yang tidak selamanya sama dengan anak lainnya. Hal ini menyebabkan perbedaan orang dalam mencapai kedewasaan. Perbedaan antar orang memungkinkan seseorang dapat belajar dari orang lainnya. Perbedaan antara orang dapat terjadi secara keseluruhan atau hanya pada aspek-aspek tertentu saja. Perbedaan orang dapat terjadi dalam kesempurnaan itu, dan dalam kemampuan mental, yaitu dalam sikap hidup, penguasaan pengetahuan dan keterampilan.

Perbedaan antar orang dapat merupakan kelebihan atau kekurangan. Perbedaan tersebut akan merupakan kelebihan apa bila perbedaan tersebut menampilkan kesempurnaan jasmani, keluasan dan kedalaman kehidupan kejiwaan yang melebihi dari pada apa yang dimiliki orang lain. Sebaliknya, perbedaan itu merupakan kekurangan apabila menampilkan kekurang-sempurnaan jasmani, keluasan dan kedalaman kehidupan kejiwaan yang kurang dari pada yang dimiliki orang lain.

Kelebihan fisik/mental yang dimiliki seseorang memberi kemungkinan pada dirinya untuk mempunyai pengaruh kepada orang lain. Kekurangan fisik atau mental yang dimiliki seseorang memberi kemungkinan pada dirinya kebutuhan untuk mengatasi kekurangannya. Kelebihan fisik atau mental yang dimiliki seseorang memungkinkan orang lain untuk berlajar dari padanya, meskipun dia sendiri tidak secara sadar mempergunakan kelebihannya untuk mempengaruhi orang lain. Hal ini mengandung arti, bahwa secara potensial orang yang memiliki kelebihan fisik atau mental mempunyai kemungkinan untuk secara sadar mempengaruhi orang lain agar belajar sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk dapat lebih sempurna. Dengan kata

lain, orang yang mempunyai kelebihan fisik atau mental mempunyai kemungkinan dapat melakukan pendidikan terhadap orang yang membutuhkannya.

LATIHAN

1. Apa pengertian fenomenologi?

2. Apa maksud dari pengertian manusia sebagai Animal Educandum? 3. Apa maksud dari pengertian manusia sebagai ”Animal Educabile”? 4. Mengapa manusia membutuhkan pendidikan?

5. Upaya apa saja yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran yang mendidik?

GLOSARIUM

1. Emansipasi, ingin menjadi seseorang sebagaimana orang lain hidup 2. Pendidikan, sebagai “pembentukan kata hati”, artinya, bahwa

pendidikan ialah pembentukan kesanggupan menentukan diri sendiri di lapangan kesusilaan oleh orang yang belum dewasa. 3. Teori Retardasi, menyatakan bahwa manusia pada saat dilahirkan,

berada dalam tahapan perkembangannya yang bukannya lebih, melainkan kurang dari hewan yang paling dekat dengan jenisnya 4. Animal Educandum, adalah konsep bahwa manusia perlu dididik 5. Animal Educabile, adalah konsep bahwa manusia dapat dididik

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A.R.S.,(1991), Educational Theory, A Quranic Outlook (Alih bahasa: Mutammam), CV Diponegoro, Bandung.

Adler, Mortimer, J., (1982), The Paideia Proposal An Educational Manifesto, Macmillan Publishing Company, New York.

Al-Syaibany, Al-Toumy Omar Mohammad, (1979), Falsafah Pendidikan Islam, (Aliah Bahasa: Hasan Langgulung), Bulan Bintang, Jakarta

Brubacher, John. S., (1969), Modern Philosophies of Education, McGraw-Hill Book Company, New York, St. Louis, San Francisco, London, Mexico, Panama, Sydney, Toronto, Tokyo.

Buber, M., (1959), Between Man and Man, (Translated by Ronald Gregor Smith), Beacon Press, Boston.

Butler, J. D., (1957), Four Philosophies and Their Practice in Education and

Religion, Harper & Brothers Publish­ers, New York.

Cassirer, E., (1987), An Essay On Man. (Terj.: Alois A. Nugro­ho), Gramedia, Jakarta, 1987.

Friedman, S. M., (1954), Martin Buber, The. Life of Dialogue, Routledge and Began Paul Ltd., London.

Frost Jr., S.E., (1957), Basic Teaching of.The. Great Philoso­phers, Barnes & Nobles, New York.

Hasan, F., (1973), Berkenalan dengan Eksistensialisme, Pustaka Jaya, Jakarta. Henderson, S. v. P., (1959), Introduction to Philosophy of Education, The

University of Chicago Press, Chicago.

Huijbers, T., (1987), Manusia Merenungkan Dunianya, Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Kneller, George F., (1984), Movements of Thought in Modern Education, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore

Langeveld, M.J., (1980), Beknopte Theoritische Paedagogiek,

Matsushita, Konosuke, (1982), Thoughts of Man, (terj. HB Yassin), Pustaka Jaya, Jakarta.

Muchtar, O., (1976), Pendidikan Nasional Indonesia, Pengertia dan Sejarah

Perkembangan, Balai penelitian, IKIP Bandung.

Mudyahardjo, R. (1995), Filsafat Pendidikan (Sebuah Studi Akademik) Bagian I

Orientasi Umum: Landasan Filosofis Pendidikan dan Filsafat Pendidikan sebagai Suatu teori Pendidikan, Jurusan Filsafat Dan

sosiologi Pendidikan, FIP, IKIP Bandung.

—————————, (2001), Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar, PT. Remadja Rosdakarya, Bandung.

Othman, A.I., (1987), The Concept of Man in Islam in The Writings of

Al-Ghazali, (Terj.: Johan Smit, Anas Mahyudin, Yusuf), Pustaka,

Bandung.

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia, (2006), Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, Jakarta.

Plato, (1986), Phaidon: Dialog Sokrates tentang Tubuh-Jiwa, Sinar Baru, Bandung.

Poespowardojo, S. dan Bertens, K., (1983), Sekitar Manusia.: Bunga Rampai

tentang Filsafat Manusia, Gramedia, Jakarta.

Soelaeman, M.I., (1988), Suatu, Telaah tentang Manusia-Religi.­Pendidikan, Depdikbud.

Suyitno, Y., (2008), Pemahaman Mahasiswa UPI tentang Hakikat Manusia dan

Pendidikan, dalam Kerangka Kesiapan Menjadi Guru, Sekolah

Pasca Sarjana, Bandung

Syam, M. N., (1984), Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia.

Syaiyidain, K.G., (1954), Iqbal’s Educationals Philosophy, Shaik Muhammad Ashraf, Kasmiri Bazar, Lahore.

Schumacher, E.F., (1980), A Guide for The Perflexed, Sphere Books Ltd., London.

Syaripudin, T., (1994), Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep

Titus, Harold, et all., (1959), Living Issues in Philosophy, American Book Coy., New York

Van Peursen, C.A., (1982). Tubuh-Jiwa-Roh., (Terj.: K. Bertens), BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Van der Weij, P.A., (1988), Filsuf-Filsuf Besar tentang. Manusia (Terj.: K. Bertens), Gramedia, Jakarta.

BAGIAN IX

Dalam dokumen LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN (Halaman 142-150)