• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya

BAB 4 ISI DAN PEMBAHASAN

4.2 Kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti mengenai kendala yang dihadapi oleh jaksa dalam pengembalian barang bukti adalah:

“orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan tidak mau mengambil barang bukti tersebut, dan orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan lama dalam pengambilan barang bukti tersebut. Jadi barang bukti yang tidak diambil atau pengambilanya terlalu lama mengakibatkan RUPBASAN menjadi penuh.”

Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 28 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu RUPBASAN mempunyai tugas melakukan penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara. Pasal 29 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu untuk menyelenggarakan tugas tersebut pada Pasal 28, RUPBASAN mempunyai fungsi:

a. Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan negara.

b. Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan negara

c. Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN. d. Melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan.

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti mengenai langkah yang diambil jika ada kendala dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana yaitu “jaksa membuat surat panggilan kepada pihak yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan untuk mengambil barang bukti yang disebutkan dalam isi petikan putusan.”

Benda-benda sitaan yang akan disimpan di RUPBASAN(Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) itu tidak dilengkapi dengan surat penyitaan dan atau tidak cocok dengan jumlah atau jenis benda yang tercantum dalam berita acara penyitaan, maka petugas RUPBASAN dilarang untuk menerima benda sitaan tersebut. Untuk lebih jelas siapa yang menyerahkan dan menyimpan benda sitaan tersebut, maka selain pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis, tugas RUPBASAN yang menerima benda sitaan pun harus menandatangani surat penyerahan benda sitaan tersebut. Dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas benda sitaan tersebut.

Menurut jaksa Hardi SH, sebagai jaksa bagian barang bukti tenggang waktu yang diperlukan penyimpanan barang bukti di RUPBASAN yaitu “berdasarkan putusan dari pengadilan semakin lama perkara mendapatkan putusan inkracht ( putusan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap) maka semakin lama juga tenggang waktu yang diperlukan dalam penyimpanan barang bukti di RUPBASAN. Dalam penyimpanan barang bukti disimpan di RUPBASAN (rumah penyimpanan benda sitaan negara) yang sudah

sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 44 ayat (1) KUHAP yaitu Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.”

Berdasarkan putusan pengadilan serta surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri, jaksa yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada RUPBASAN agar mengeluarkan benda sitaan/ barang bukti yang dimaksud. Selanjutnya menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.05.UM.01.06 Tahun 1983, pihak RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut:

a.Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan.

b.Membuat berita acara serah terima yang tembusannya harus dismpaikan kepada instansi yang menyita.

c.Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia.

Apabila RUPBASAN belum terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang bersangkutan melaksanakan pengembalian benda tersebut dengan membuat berita acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan, yang menerima barang bukti dan para saksi yang menyaksikan acara pelaksanaan pengembalian barang bukti.

Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung mengembalikan bukti tersebut kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusan pengadilan tersebut, jika ia hadir dalam persidangan itu, pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita acara.

Tenggang waktu yang diperlukan oleh jaksa dalam penyimpanan barang bukti yaitu “berdasarkan putusan pengadilan. Setelah adanya putusan

inkracht ( keputusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap) jaksa langsung menjalankan tugas untuk mengembalikan barang bukti ke orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan. Jaksa akan diberikan petikan putusan lalu membuat berita acara pelaksanaan penetapan hakim (BA - 6) dan membuat berita acara pengambilan barang bukti (BA - 20).”

Menurut keterangan yang diperoleh dari bapak Hardi, SH, selaku jaksa bagian barang bukti:

1. “Cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya yaitu pihak kejaksaan dan pihak RUPBASAN tidak melakukan pemeliharaan yang lebih. Pihak kejaksaan dan pihak RUPBASAN cuma menjaga menyimpannya saja sampai dikembalikan kepada pihak yang disebutkan dalam isi petikan putusan, karena tidak ada biaya dan tenaga untuk perawatan barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya.”

Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang menerangkan tentang cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya, sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 44 ayat (2) yaitu: penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggungjawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Dan Pasal 45 ayat (1) KUHAP yaitu : dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:

a. Apabila tersangka masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.

b. Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.

2. “Orang yang berhak menerima barang bukti tersebut menolak menerima barang bukti maka jaksa akan membuat surat panggilan terhadap orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan untuk mengambil barang bukti yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan. Jangka waktu pengambilan barang bukti kurang lebih 2 (dua) tahun kalau tetap tidak diambil barang bukti tersebut maka jaksa akan membuat surat keterangan kalau barang bukti tidak diambil akan dibuang atau dimusnahkan dan orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan harus menandatangani, sebagai bukti kalau barang bukti itu akan dibuang atau dimusnahkan.”

Proses pemeriksaan barang bukti pada kejaksaan dilakukan sebagai berikut: Jaksa Penuntut Umum mencocokan barang-barang tersebut dengan yang tercantum dalam daftar barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara dengan disaksikan oleh penyidik dan tersangka. Menurut Instruksi Jaksa Agung RI. Nomor: INS-006/J.A/7/1986 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Teknik Yudisial Perkara Pidana Umum, penelitian mengenai barang bukti tersebut meliputi:

a. Jenis/macamnya, contoh: jenis/macam dari barang bukti yang disita oleh jaksa dari terdakwa atau pemiliknya, seperti: motor (mereknya), rumah, mobil (mereknya), surat/dokumen, alat-alat yang dipergunakan dalam melakukan tindak pidana.

b. Jumlah/kesatuannya, yaitu jumlah/banyaknya dari barang bukti yang yang disita dari terdakwa atau pemilik barang bukti.

c. Mutu/kadarnya, yaitu mutu /kadar dari barang bukti tersebut seperti ganja yang disita dari terdakwa sebanyak 3kg.

Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku bagian barang bukti mengenai penjelasan tentang jangka waktu pengambilan barang bukti tidak sesuai

dengan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS 006/JA/7/86 Tanggal 15 Juli 1986, apabila pemilik atau orang yang berhak atas barang bukti tidak datang walaupun telah dipanggil secara sah menurut hukum, dalam waktu 6 (enam) bulan, baik melalui surat panggilan dalam mass media, maka barang bukti tersebut dapat dijual lelang melalui Kantor Lelang Negara (Instruksi presiden Nomor : 9 Tahun 1970 Tanggal 21 Mei 1970).

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti menangani barang bukti yang berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit adalah:

1. “Jaksa akan membuat surat berita acara penitipan kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan karena jaksa tidak bisa untuk memelihara hewan yang jumlahnya banyak, jadi jaksa membuat surat berita acara penitipan barang kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan. Karena takut kalau hewan tersebut sakit atau meninggal.”

2. “Jaksa sebelum menitipkan barang bukti kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan, jaksa mengambil foto dari barang bukti tersebut terlebih dahulu. Untuk menggantikan barang bukti yang berbentuk hewan yang jumlahnya tidak sedikit karena tidak semua hewan tersebut bisa dihadapkan di persidangan.” 3. “Jaksa juga mengambil sempel seperti bulu dari hewan tersebut yang

menjadi barang bukti.”

Keterangan yang dijelaskan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang butkti sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 42 ayat (1) yaitu: penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.

Barang bukti itu sangat penting arti dan peranannya dalam mendukung upaya bukti dalam persidangan, sekaligus memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum

terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, serta dapat membentuk dan menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Itulah sebabnya Jaksa Penuntut Umum semaksimal mungkin harus mengupayakan atau menghadapkan barang bukti selengkap-lengkapnya di sidang pengadilan.

Dalam Pasal 181 KUHAP mengatur mengenai pemeriksaan barang bukti dipersidangan yaitu Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 45 KUHAP yaitu:

(1) dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:

a. Apabila tersangka masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.

b. Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.

(2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.

(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagaian kecil dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,

tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi. Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau

memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.

“Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti mengenai barang buktinya berbentuk makhluk hidup yang jumlahnya banyak dan tidak bisa dihadapkan kedepan sidang pengadilan, jadi jaksa hanya mengambil sampel seperti foto, bulu dari makhluk hidup tersebut. Barang bukti yang berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit tersebut dititipkan kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan, dan jaksa langsung membuat surat berita acara penititan barang bukti. Pihak kejaksaan tidak bisa menyimpan barang bukti yg berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit di RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) karena takut terjadi jika ada yang mati atau sakit, jadi lebih baik dititipkan kepada orang yang sudah terdapat dalam isi petikan putusan.”

Dari keterangan yang diterangkan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 42 ayat (1) yaitu: penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 27 ayat (4) yaitu Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut.

Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, berdasarkan Pasal 194 ayat (3) KUHAP, perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai dengan syarat apapun. Jaksa penuntut umum yang ditunjuk berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan segera melaksanakan pengembalian barang bukti.

Berdasarkan putusan pengadilan serta surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri, jaksa yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada RUPBASAN agar mengeluarkan benda sitaan/ barang bukti yang dimaksud. Selanjutnya menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.05-UM.01.06 Tahun 1983, pihak RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut:

a.Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan.

b. Membuat berita acara serah terima yang tembusannya harus disampaikan kepada instansi yang menyita.

c.Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia.

Apabila RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) belum terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang bersangkutan melaksanakan pengembalian benda tersebut dengan membuat berita acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan, yang menerima barang bukti dan para saksi yang menyaksikan acara pelaksanaan pengembalian barang bukti. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung mengembalikan bukti tersebut kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusn pengadilan tersebut, jika orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusan pengadilan hadir dalam persidangan itu maka pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita acara.

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti:

“Pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk dimusnahkan yaitu jaksa membuat surat berita acara pemusnahan harus ada instansi yang terkait seperti polisi, dinas kesehatan, jaksa, wartawan dan lain-lain. Dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara, tidak ada kendala dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara.”

Putusan hakim yang berbunyi bahwa barang bukti dirampas untuk kepentingan negara biasanya ditemui dalam perkara tindak pidana ekonomi, penyelundupan senjata api, bahan peledak, narkotika. Barang tersebut dijual lelang kemudian hasil lelang menjadi milik negara. Akan tetapi ada pula barang rampasan negara yang tidak dapat dijual lelang yaitu barang yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, karena benda tersebut tidak boleh dimiliki oleh umum.

Menurut Pasal 45 ayat (4) KUHAP dan penjelasannya, “benda tersebut harus diserahkan kepada departemen yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. Misalnya bahan peledak amunisi atau senjata api diserahkan kepada Departemen Pertahanan dan Keamanan. Barang yang dapat dirampas untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi biasanya benda tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan misalnya golok untuk menganiaya korban atau linggis yang dipakai untuk membongkar rumah orang lain.

Penjelasan mengenai Pasal 45 ayat (4) KUHAP diatas sudah sesuai dengan isi Pasal 45 ayat (4) KUHAP yaitu: benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti mengenai jangka waktu yang diberikan untuk barang bukti yang harus berdasarkan putusan hakim yang sifatnya inkracht dimusnahkan yaitu “tidak bisa langsung dilaksanakan pemusnahan setiap perkara, karena Kejaksaan Negeri Semarang melaksanakan pemusnahan barang bukti dilaksanakan 2 - 4 (dua sampai empat) kali dalam satu tahun. Orang yang berhak menerima barang bukti adalah orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan.”

Putusan hakim yang berkenaan dengan barang bukti adalah sebagai berikut: Dikembalikan kepada pihak yang paling berhak. Pada hakekatnya, apabila perkara sudah diputus maka benda yang disita untuk dijadikan barang bukti dalam persidangan dikembalikan kepada orang atau mereka yang berhak sebagai mana dimaksud dalam putusan hakim. Undang-undang tidak menyebutkan siapa yang dimaksud dengan yang berhak tersebut. Dengan demikian kepada siapa barang bukti tersebut dikembalikan diserahkan kepada hakim yang bersangkutan setelah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa, baik mengenai perkaranya maupun yang menyangkut barang bukti dalam pemeriksaan sidang di pengadilan.

Putusan Hakim yang berkenaan dengan barang bukti yang harus dikembalikan kepada pihak yang paling berhak, sudah sesuai dengan Pasal 46 KUHAP yaitu:

(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:

a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau

ternyata tidak merupakan tindak pidana;

c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

Orang yang berhak menerima barang bukti antara lain :

e. Orang atau mereka dari siapa barang tersebut disita, yaitu orang atau mereka yang memegang atau menguasai barang itu pada waktu penyidik melakukan penyitaan dimana barang itu pada waktu penyidik melakukan penyitaan dimana dalam pemeriksaan di persidangan memang dialah yang berhak atas barang tersebut.

f. Pemilik yang sebenarnya, sewaktu disita benda yang dijadikan barang bukti tidak dalam kekuasaan orang tersebut. Namun, dalam pemeriksaan ternyata benda tersebut adalah miliknya yang dalam perkara itu bertindak sebagai saksi korban. Hal ini sering terjadi dalam perkara kejahatan terhadap harta benda.

g. Ahli waris, dalam hal yang berhak atas barang bukti tersebut sudah meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan, maka berkenaan dengan barang bukti tersebut putusan hakim menetapkan bahwa barang bukti dikembalikan kepada ahli waris atau keluarganya.

h. Pemegang hak terakhir, barang bukti dapat pula dikembalikan kepada pemegang hak terakhir atas benda tersebut asalkan dapat dibuktikan bahwa ia secara sah benar-benar mempunyai hak atas benda tersebut.

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti mengenai pelaksanaan penyerahan barang bukti ke RUPBASAN dan pengambilan barang bukti oleh jaksa dari RUPBASAN yaitu syarat - syaratnya adalah :

1. “Syarat penyerahan barang bukti oleh jaksa ke RUPBASAN : a. Harus ada surat perintah kepala kejaksaan.

b. Berita acara penyitaan dari polisi (dikeluarkan oleh penyidik). c. Surat ijin sita (dikeluarkan oleh pengadilan).

d. Berita acara penitipan (BA - 17) (dikeluarkan oleh kejaksaan).” 2. “Syarat pengambilan barang bukti dari RUPBASAN adalah:

b. Surat pengantar pengambilan barang bukti.”

Menurut penjelasan dari bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang telah menjelaskan tentang struktur format dari surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa, sebagai berikut:

a. Format Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim (BA-6) yaitu :

1. Kepala surat.

2. Hari, tanggal, bulan, tahun.

3. Identitas dari Jaksa Penuntut Umum yaitu nama Jaksa Penuntut Umum, pangkat / NIP, jabatan.

4. Nomor Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Semarang. 5. Tanggal Penetapan Hakim dan Nomor Penetapan Hakim. 6. Identitas terdakwa yaitu nama, alamat.

7. Jumlah dan jenis barang bukti.

8. Penutup Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim. 9. Tanda tangan orang yang menerima barang bukti di sebelah kiri

bawah.

10. Tanda tangan Jaksa Penuntut Umum disebelah kanan bawah. b. Format Surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti (BA-20)

yaitu :

1. Kepala surat.

2. Hari, tanggal, tahun, dan tempat kejaksaan yang mengeluarkan surat Berita Acara Pengambilan Barang Bukti.

3. Identitas Jaksa Penuntut Umum yaitu nama, pangkat / NIP, jabatan.

4. Isi Surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti yaitu

Dokumen terkait