• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENYATAAN FISIK KENYATAAN PSIKOLOGIS B Interpretasi A Interpretasi B Persepsi B Persepsi A Informasi Tindakan A Tindakan B Tindakan kolektif Pemahaman A Nilai percaya A terhadap B Nilai percaya B terhadap A Pemahaman B Konsensus

Pengertian (ber) sama

Realitas di masyarakat (social reality) hasil konsensus

realitas fisik. Sebuah interaksi individu dengan lingkungannya dimediasi oleh informasi, banyak yang tidak merujuk pada kenyataan fisik tetapi kepada satuan lain dari informasi. Saling pengertian dan persetujuan tentang informasi simbolik yang diciptakan dan dibagikan adalah sebuah prasyarat untuk aktivitas sosial dan kolektif lainnya (Rogers & Kincaid,1981).

Meskipun pemahaman bersama adalah tujuan atau fungsi utama komunikasi, namun tidak pernah dapat dicapai dalam pengertian absolut manapun dikarenakan tidak dapat terpisahkan dengan ketidakpastian dari pertukaran informasi. Beberapa siklus berbagi informasi (information sharing) tentang sebuah topik mungkin meningkatkan pemahaman bersama, tetapi tidak bisa sempurna. Oleh karena itu, untuk sebagian besar tujuan, pemahaman bersama yang sempurna tidaklah diperlukan. Umumnya, komunikasi berhenti ketika sebuah tingkatan dari pemahaman bersama telah dapat dicapai untuk melaksanakan tugas-tugas yang ada. Sejumlah pemahaman bersama yang dihasilkan dapat dilukiskan sebagai seperangkat dari dua atau lebih overlapping

lingkaran yang merepresentasikan setiap estimasi partisipan terhadap makna lainnnya sebagai overlapping dengan makna aktual lainnya (Gambar 3).

Gambar 3. Model penciptaan dan berbagi informasi dalam proses pemahaman bersama (Kincaid & Schramm 1975 dalam Rogers & Kincaid, 1981)

Konvergensi pemahaman dari tiap partisipan terhadap pemahaman dari partisipan lainnya tidak pernah lengkap, tidak pernah sempurna. Kode-kode dan konsep-konsep yang seseorang akan pahami dipelajari melalui pengalaman, sehingga, sistem konseptual yang partisipan gunakan untuk pemahaman hanya dapat mendekati satu sama lain dalam beberapa keterbatasan terhadap kesalahan atau ketidakpastian (Rogers & Kincaid, 1981). Adapun model dari proses komunikasi konvergen sebagai siklus dari pertukaran informasi menuju proses pemahaman bersama. Pemahaman Partisipan B Pemahaman Partisipan A Pemahaman bersama A & B

Proses komunikasi pada jaringan komunikasi merupakan suatu proses dua arah dan interaktif di antara partisipan-partisipan yang terlibat. Berlo (1960) menganggap partisipan-partisipan ini sebagai transciever, karena keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan. Jadi tidak hanya menjalankan satu fungsi sebagai penerima atau pengirim pesan belaka. Model konvergensi proses komunikasi yang terjadi dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut (Berlo, 1960; Rogers & Kincaid, 1981):

1. Satu informasi bisa mengandung beberapa pengertian bergantung pada konteksnya, dan untuk mengambil pengertian tergantung pada “frame of reference.

2. Terciptanya kesamaan makna akan suatu informasi antar komunikator merupakan tujuan utama berkomunikasi.

3. Hubungan interaktif antar komunikator menggunakan saluran jaringan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain.

4. Proses komunikasi akan terjadi apabila ada kesamaan pengertian terhadap informasi dari pelaku-pelaku yang berkomunikasi dengan menggunakan jaringan komunikasi yang menghubungkan individu dengan individu, atau individu dengan kelompok atau proses komunikasi untuk menciptakan kebersamaan, memunculkan “mutual understanding” dan persetujuan yang sama sehingga terbentuk tindakan dan perilaku yang sama (yang melandasi jaringan komunikasi).

5. Rogers dan Kincaid (1981) menjelaskan bahwa analisis jaringan komunikasi adalah metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis menggunakan beberapa tipe hubungan-hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Tujuan penelitian komunikasi menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem.

6. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam analisis jaringan komunikasi adalah: (a) mengidentifikasi klik dalam suatu sistem, (b) mengidentifikasi peranan khusus seseorang dalam jaringan komunikasi, misalnya sebagai

liaisons, bridges dan isolated, dan (c) mengukur berbagai indikator (indeks) struktur komunikasi, seperti keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik, dan sebagainya.

7. Klik dalam jaringan komunikasi adalah bagian dari sistem (sub sistem) dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi (Rogers & Kincaid, 1981).

8. Dalam proses difusi, untuk mendapatkan informasi bagi anggota kelompok, dalam jaringan komunikasi terdapat peranan-peranan sebagai berikut (Rogers & Kincaid, 1981): (1) Liaison Officer/LO, yaitu orang yang menghubungkan dua atau lebih kelompok/sub kelompok, akan tetapi LO bukan anggota salah satu kelompok/sub kelompok; (2) Gate keeper, yaitu orang melakukan filtering

terhadap informasi yang masuk sebelum dikomunikasikan kepada anggota kelompok/sub kelompok; (3) Bridge, yaitu anggota suatu kelompok/sub kelompok yang berhubungan dengan kelompok/ sub kelompok lainnya; (4)

Isolate, yaitu mereka yang tersisih dalam suatu kelompok/sub kelompok; (5)

Kosmopolit, yaitu seseorang dalam kelompok/sub kelompok yang

menghubungkan kelompok/sub kelompok dengan kelompok/sub kelompok lainnya atau pihak luar; dan (6) Opinion Leader, yaitu orang yang menjadi pemuka pendapat dalam suatu kelompok/sub kelompok.

Pola komunikasi dalam peningkatan kapasitas SDM pertanian dalam konsep sebagai modal manusia dan sosial yang unggul mengacu pada pola komunikasi interaksional konvergen melalui model berbagi pengetahuan (knowledge sharing model).

Lingkungan Fisik dan Sosial Ekonomi

Berlo (1960) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu komunikasi, yang menurut beliau minimal ada empat faktor lingkungan yang turut mempengaruhi komunikasi di antaranya adalah lingkungan fisik (letak geografis dan jarak), lingkungan sosial budaya (adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial), lingkungan psikologis (pertimbangan kejiwaan seseorang ketika menerima pesan) dan lingkungan atau dimensi waktu (musim, suasana pagi, siang dan malam). Lingkungan secara harfiah diartikan

sebagai daerah (kawasan) yang termasuk di dalamnya: golongan, kalangan, kelembagaan, masyarakat sebagai sesuatu yang berkaitan dengan seseorang atau individu berada. Lingkungan berkaitan dengan karakteristik eksternal responden sebagai obyek penelitian. Dalam hal ini, adalah daerah atau kawasan dimana kondisi petani binaan misi teknik Taiwan tinggal dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Faktor lingkungan luar petani ini, selain menyangkut lingkungan sosial ekonomi, juga berkaitan dengan lingkungan fisik (Slamet, 2003).

Lingkungan fisik.-- Menurut Rogers (2003) dalam bukunya Diffusion of Innovations lingkungan fisik terdiri dari infrastruktur/sarana komunikasi dan ciri karakteristik inovasi. Pembangunan pertanian saat ini menghadapi persaingan bebas dalam era globalisasi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk penyediaan input, pemasaran, dan komunikasi inovasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pertanian individual. Kecenderungan adanya persaingan yang semakin ketat di pasar dunia menyebabkan hanya petani- petani yang lebih efisien saja yang mampu bertahan. Hal ini menjadi dasar pentingnya sumberdaya pertanian yang berkualitas, khususnya petani sebagai pelaku utama untuk mewujudkan pertanian yang maju dan tangguh. Petani yang berkualitas adalah petani yang memiliki tingkat keberdayaan atau kemandirian yang tinggi.

.-- Menurut Soekanto (2004), lingkungan sosial terdiri dari orang-orang baik individu maupun kelompok yang berada di sekitar manusia, yang saling berinteraksi. Tidak saja interaksi dalam tatanan hubungan sosial antar manusia, melainkan juga aspek kelembagaan dan sistem sosial turut mempengaruhi dan mewarnai kehidupan antara manusia tersebut. Pendapat lain menyebutkan bahwa lingkungan sosial tersebut sering dikaitkan dengan lingkungan sosial budaya, maupun sosial ekonomi. Slamet (2003) mendefinisikannya sebagai segala kondisi sosial (ekonomi) budaya yang berada di sekitar lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi sebagai hasil interaksi antara organisasi dengan lingkungan sosialnya. Hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorang, antara kelompok- kelompok manusia, maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia.

Kelompok tani merupakan sistem sosial, yang terdiri dari kumpulan petani yang secara kelembagaan bergabung untuk berusaha bersama atau bekerjasama, karena memiliki pandangan dan kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama di mana hubungan satu sama lain bersifat luwes, wajar dan kekeluargaan. Kelompok tani sebagai sistem sosial tentu dapat dianalisis seberapa tinggi tingkat kedimanisan. Misalnya, bagaimana aktivitas kelompok tani tersebut mampu menanggapi tugas yang timbul karena adanya tantangan lingkungan dan tantangan kebutuhan, termasuk tuntutan meningkatkan produktivitas usahatani, dan cara berusaha atau bermitra usaha, maupun penerapan berwirausaha syariah.

Penyuluh/Pendamping/fasilitator pemberdayaan, advokasi atau apapun bentuknya, disarankan mengenali potensi energi sosial ini, dan mengembangkannya. Dengan demikian suatu program pembangunan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, didukung secara moral oleh masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat, serta memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Program-program pembangunan seperti itulah yang cenderung mendapat partisipasi masyarakat yang tinggi dan berdampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat (Sumardjo, 2010).

Persoalannya adalah bagaimana gagasan mengenai kesejahteraan bersama itu masih melembaga dalam masyarakat. Dalam beberapa kasus sering ditemukan kesenjangan antara gagasan dengan realitas. Dengan semakin terbukanya desa, kadar solidaritas sosial lokal juga semakin menipis. Namun, di antara kondisi seperti itu, perlu digali adanya solidaritas sosial yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kesenjangan antara gagasan dengan realitas, sehingga dapat terjembatani ide-ide (ideas) kemakmuran bersama di antara warga masyarakat, sehingga menjadi persepsi bersama dan menjadi suatu idealisme bersama (ideals). Apabila di dalam masyarakat telah ada sesuatu kondisi yang diidealkan, maka besar peluang untuk mengembangkan solidaritas sosial dan kerjasama di antara masyarakat (friendships), untuk mewujudkan suatu kondisi idaman bersama tadi.

Dalam menyongsong era globalisasi dan era lepas landas, setiap bangsa memerlukan SDM yang memiliki keunggulan prima: manusia yang memiliki kualitas tinggi yaitu di samping menguasai iptek juga harus memiliki sikap mental dan soft skill sesuai dengan kompetensinya. Modal sosial yang besar harus dapat

diubah menjadi suatu aset yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Ramli (2010) dalam disertasinya melihat model sosial dari aspek solidaritas keluarga miskin di desa penelitian di Kecamatan Mulak Ulu dan Kecamatan Merapi Timur Kabupaten Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan, yang menunjukkan rasa kebersamaan tinggi. Kebersamaan dalam membangun solidaritas, mampu mempererat rasa kekeluargaan mereka. Aspek lain yang diamati sebagai ukuran indikator modal sosial adalah kepercayaan, nilai luhur, dan aspek hubungan timbal-balik.

Modal sosial, berupa pengetahuan lokal, nilai-nilai lokal dan keterampilan lokal merupakan aspek kunci dalam pengembangan masyarakat dan dalam pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan. Penyuluh atau fasilitator pemberdaya masyarakat adalah salah satu aktor kunci komunikasi pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan masyarakat secara partisipatif dan berkelanjutan tersebut. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pengembangan kemandirian dan proses pemberdayaan. Partisipasi masyarakat merupakan jaminan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pemberdayaan menyebabkannya lebih mampu secara proporsional memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Semakin tinggi wawasan, keterampilan seseorang, maka semakin termotivasi untuk semakin berpartisipasi dalam pembangunan (Sumardjo, 2010).

Petani binaan yang terhimpun sebagai anggota kelompok tani, selalu mempunyai external structure atau sociogroup, di samping faktor internal structure atau psyco-group (Rakhmat, 2007). Faktor eksternal yang menjadi fokus amatan pada penelitian ini, berupa faktor lingkungan fisik: infrastruktur/sarana komunikasi dan ciri karakteristik teknologi; dan faktor lingkungan sosial-ekonomi dengan indikator keluarga, kelembagaan, sistem sosial, mitra usaha, berwirausaha syariah, dan indikator kearifan lokal (termasuk di dalamnya unsur-unsur pengetahuan, nilai, belief dan keterampilan lokal).

Dinamika Sosial

Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara dua orang atau lebih orang-orang lain dalam kelompok, berhadapan satu sama lain sehingga memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi setiap orang dalam kelompok untuk memberikan tanggapan secara verbal (Saleh, 2010). Robert F. Bales (Saleh, 2010) melihatnya sebagai sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, dimana setiap anggota kelompok mendapat kesan atau peningkatan antara satu sama lainnya yang cukup jelas sehingga anggota-anggota kelompok, baik pada saat timbulnya pertanyaan maupun sesudahnya, dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan. Definisi komunikasi kelompok ini sejalan dengan Muhammad (2009) yang mengatakan bahwa komunikasi kelompok adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama yang lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Lebih jauh diungkapkan oleh Saleh (2010) beberapa karakteristik dari komunikasi kelompok kecil yang disarankan diteliti lebih lanjut, antara lain sarana-prasana yang mempermudah pertemuan, suasana ramah tamah, personaliti kelompok, kekompakkan yaitu daya tarik anggota kelompok satu sama lain dan keinginan mereka untuk bersatu, komitmen terhadap tugas, besaran kelompok, norma kelompok, kekohesivan. Kesemua peubah ini memiliki saling ketergantungan satu sama lain.

Beebe dan Masterson (1994) melihat proses komunikasi kelompok sebagai komunikasi tatap muka di antara orang-orang yang memiliki tujuan bersama, orang-orang yang merasa menjadi bagian kelompok, dan orang-orang yang ada di dalamnya saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Secara rinci diuraikan Beebe dan Masterson (1994) bahwa:

1. Komunikasi tatap muka sebagai konsekuensi kelompok kecil, maka komunikasi verbal dan non verbal sebagai bagian emosional untuk saling memahami.

2. Pertemuan dengan sebuah tujuan yang dikehendaki/ditetapkan karena adanya tujuan kolektif yang terus dijaga sampai terwujud.

3. Perasaan memiliki (bagian) dari kelompok tersebut berimplikasi pada munculnya kepemilikan identitas pada kelompok.

4. Saling mempengaruhi/saling terkait pada tanggungjawab masing-masing anggota sehingga anggota merasa bertanggung jawab atas perencanaan yang disepakati untuk mencapai tujuan.

Dalam situasi kelompok terdapat hubungan psikologis, orang-orang yang terikat dalam hubungan psikologis itu tidak selalu berada secara bersama-sama di suatu tempat; mereka dapat saja berpisah, tetapi tetap terikat oleh hubungan psikologis yang menyebabkan mereka berkumpul bersama-sama secara berulang- ulang. Bentuk-bentuk komunikasi kelompok antara lain : ceramah, diskusi panel, symposium, diskusi forum, seminar, curah pendapat, sumbang saran dan lain-lain (Effendy, 1999). Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi kelompok tersebut di atas jenis komunikasi kelompok yang biasa dilaksanakan dan diikuti oleh kelompok tani adalah rapat, pelatihan, pertemuan anggota, kunjungan pembinaan oleh penyuluh atau change agent dan lainnya.

Rakhmat (2007) berpendapat bahwa karakteristik komunikasi kelompok meliputi ukuran kelompok, jaringan kelompok, kohesi kelompok dan kepemimpinan. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok ialah tujuan kelompok. Rakhmat (2007) juga mengutip pendapat McDavid dan Harari, yang mengatakan, bahwa apabila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen (mencapai satu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya sangat produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan dan kemampuan yang terbatas. Apabila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar, lebih banyak kepala lebih baik. Kohesi kelompok dapat diukur dari ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok dan sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya.

Menurut Cartwright dan Zander (1968) dalam bukunya “Group Dynamic”

terdapat 6 (enam) ciri komunikasi kelompok yang mempengaruhi bentuk komunikasi, yaitu: (1) Banyaknya anggota kelompok; (2) Ekologi kelompok; (3)

Status dan kekuasaan dalam kelompok; (4) Kepemimpinan kelompok; (5) Suasana/Iklim kelompok; dan (6) Jaringan komunikasi tradisional.

Mangkuprawira (2008) menyatakan bahwa salah satu soft skill penting adalah dalam melakukan komunikasi antar personal. SDM yang piawai dalam melakukan komunikasi antar personal dicirikan oleh kemampuannya dalam mengarahkan, memotivasi, dan bekerjasama secara efektif dengan orang lain.

Selain itu mampu memahami pemikiran orang lain dengan jelas. Semuanya berbasis pada kesadaran diri. Jadi orang seperti itu, sebelum mampu memahami orang lain, seharusnya mampu memahami dirinya, perasaannya, keyakinannya, nilai pribadinya, sikap, persepsi tentang lingkungan, dan motivasi untuk memperoleh sesuatu yang patut dikerjakannya. Hal demikian membantunya untuk menerima kenyataan bahwa tiap orang adalah berbeda dalam hal keterampilan dan kemampuan, keyakinan, nilai, dan keinginannya. Dalam hal ini Kris Cole (2005)

dalam Mangkuprawira (2008) merinci inti dari keterampilan komunikasi antar personal meliputi:

(1) Komunikasi yang jelas. Gagasan cemerlang dan instruksi-instruksi penting dari seorang manajer menjadi percuma kalau tidak dipahami orang lain. Sementara itu lebih dari 75 persen waktu para manajer dialokasikan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

(2) Asertif dan empati. Manajer bekerja dengan dan atau melalui orang lain. Jadi setiap pernyataannya harus mudah dipahami dan dimengerti orang lain seperti juga dia mampu melihat sesuatu dari pikiran atau pandangan orang lain tersebut.

(3) Integritas. Ciri-ciri orang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi antar personal biasanya bekerja dengan jujur dan menghargai orang lain, yang berpegang pada etika, dan sistem nilai. Para manajer dengan integritas tinggi melakukan sesuatu sejalan dengan yang mereka katakan. Satunya kata dengan perbuatan, menghindari kecurangan, dan membangun kejujuran. ”Say what they mean and mean what they say.” Para subordinasi umumnya percaya dengan sifat manajer yang mampu bekerja dengan benar dan akan mengikuti apa yang diarahkan oleh manajer tersebut.

(4) Mendorong dan memotivasi. Kemampuan manajer dalam mendorong dan memotivasi serta meningkatkan spirit orang lain dalam mencapai hasil terbaik. Sesuatu yang terbaik adalah aset yang tinggi nilainya.

(5) Respek pada orang lain. Manajer yang efektif adalah seseorang yang tidak lalai menghormati orang lain dalam hal perasaan, gagasan, aspirasi, dan kontribusi untuk organisasi dan luar organisasi.

(6) Mampu sebagai pemain tim dan bekerjasama secara efektif. Manajer efektif adalah seseorang yang mampu bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif di dalam organisasi (manajer lainnya, tim kerja, dan departemen lainnya) dan luar organisasi (publik, pemasok, kontraktor, pekerja musiman, dan pelanggan).

Manajer di setiap lini pembangunan pertanian perlu memahami mengapa lembaganya harus siap terhadap perubahan: apakah yang bersifat inovatif maupun strategis. Perubahan inovatif adalah perbaikan secara kontinyu di dalam kerangka sumberdaya yang ada. Sementara perubahan strategis adalah perubahan melakukan sesuatu yang baru. Tiap perubahan tersebut tentunya akan menggunakan pendekatan berbeda. Manajer selayaknya proaktif menjelaskan kepada aparatur pertanian tentang strategi perubahan yang akan dijalankan oleh lembaga di setiap lini pembangunan pertanian.

Kearifan Lokal dan Kewirausahaan dari Perspektif Ekonomi Syariah Menurut Didin Hafidhuddin dan Tanjung (2003) dalam bukunya ”Manajemen Syariah dalam Praktik“ diperlukan dalam pengembangan usaha menuju perubahan ke arah yang lebih baik, dengan mempraktekkan kaidah- kaidah syariah dalam mengelola usaha.

Berdasarkan hasil penelitian Idrus (2002) mereka yang menguasai Emotional Quotient (EQ) adalah seseorang yang mempunyai 4 (empat) elemen utama yakni kesadaran tentang diri sendiri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan kecakapan sosial atau bermasyarakat (social skill). Demikian juga halnya dengan berwirausaha perlunya kecakapan soft skill tidak saja mengandalkan kecerdasan berbasis

intelligence quotient (IQ) serta menguasai Emotional Quotient (EQ), tetapi perlu juga perjuangan moral dalam berwirausaha menegakkan nilai-nilai etika

berdasarkan syariah dikenal dengan pendekatan spritual quotient (SQ). Dengan kata lain semua dasar-dasar yang digunakan dalam berwirausaha menggunakan tuntunan syariah dengan harapan semua hasil usahanya halalan thoyibah.

Dari konsep SQ ternyata diketahui bahwa konponen yang diindikasikan sebagai penentu SQ terdiri dari: (1) kemampuan bersikap fleksibel; (2) memiliki tingkat kesadaran yang tinggi; (3) kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan; (4) kemampuan kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit; (5) kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai; (6) keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu; (7) kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal; (8) memiliki kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika” dalam rangka mencari jawaban yang benar; (9) memiliki otonomi, berdasarkan pada komponen tersebut. Kesembilan spesifikasi komponen kecerdasan spiritual ini tersajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Spesifikasi skala kecerdasan spiritual

Aspek Indikator

Kemampuan bersikap fleksibel Kemampuan bersilaturahmi Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi Kesadaran adanya Tuhan Kemampuan untuk menghadapi dan

memanfaatkan penderitaan

Cobaan sebagai ujian Kesabaran

Ikhlas/Kerelaan Kemampuan untuk menghadapi dan

melampaui rasa sakit

Tawakal Kualitas hidup yang diilhami oleh visi

dan nilai-nilai

Hari ini lebih baik dari kemarin Tujuan hidup

Keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak diperlukan

Ghibah/membicarakan orang lain Mengakhirkan waktu shalat/ibadah Keengganan Berkorban

Kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal

Keterkaitan antar makhluk atau kejadian tentang nasib manusia

Memiliki kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika” dalam rangka mencari jawaban yang benar

Mencari jawaban atas sesuatu Bertanya pada ulama/buku

Mengikuti pengajian/kajian agama

Memiliki Otonomi Berbuat/beramal tanpa tergantung orang lain

Sumber: Idrus (2002)

Sistem perekonomonian dunia dewasa ini telah dikuasai oleh kapitalisme dengan neo liberalismenya, hal ini ditandai dengan jatuhnya Uni Soviet dan para pengikutnya penganut paham sosialis dikenal dengan kelompok Eropa Timur. Secara historis konsep perekonomian Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945 ”pasal 33 ayat 1” perekonomian disusun berdasarkan azas gotong- royong ”pada ayat 3” bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Namun dalam implementasinya pada masa Orde Baru hingga sekarang ruang gerak perekonomian yang dibangun oleh dulunya oleh Drs. Moh Hatta dengan koperasinya tidak bisa berkembang karena harus bersaing dengan dua sistem usaha yang lain yaitu Swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pada praktek sehari-hari tiga sistem usaha di Indonesia ini Swasta mendapat ruang gerak yang sangat besar disusul BUMN dan terakhir koperasi dan UKM hanya sebagai pelengkap berputarnya sistem perekonomian Indonesia. Hal ini karena tidak terlepas dengan sistem perekonomian dunia yang sudah dikuasai oleh sistem kapitalisme dengan neo liberalismenya. Dari wacana tersebut di atas maka kewirausahaan dari perspektif Ekonomi Syariah /pedekatan Spiritual

Dokumen terkait