• Tidak ada hasil yang ditemukan

H.usnuz.z.an kepada Allah Swt.

Sikap h.usnuz.z.an kepada Allah Swt. merupakan sikap h.usnuz.z.an terpenting yang harus tertanam di hati seorang muslim. H.usnuz.z.an kepada Allah Swt. adalah berbaik sangka kepada Allah Swt. atas apa pun yang kita hadapi dan alami dalam kehidupan kita. Saat Allah Swt. menetapkan sesuatu untuk kita, adakalanya kita merasa tidak cocok dengan ketetapan Allah Swt. tersebut. Meskipun demikian, kita harus senantiasa mengedepankan prasangka baik kepada Allah Swt. Hal ini karena kita sering tidak mengetahui hikmah yang mengiringi suatu kejadian.

H.usnuz.z.an kepada Allah Swt. terbagi menjadi beberapa bentuk. Di antaranya h.usnuz.z.an dalam ketaatan kepada Allah Swt., h.usnuz.z.an dalam nikmat Allah Swt., dan h.usnuz.z.an dalam menghadapi ujian dari Allah Swt. serta terakhir h.usnuz.z.an dalam melihat ciptaan Allah Swt.

1. H.usnuz.z.an dalam Ketaatan kepada Allah Swt.

Sebagai tuntunan untuk umat Islam, Allah Swt. menurunkan syariat- Nya. Dengan syariat Allah Swt. itulah kaum muslimin di seluruh dunia menjalani kehidupannya. Pada saat yang sama, sebagai manusia kita dibekali Allah Swt. dengan hawa nafsu, akal, dan rasa. Dengan perangkat tersebut kita melakukan analisis dan merasakan semua yang kita alami. Tidak jarang dengan keterbatasan nafsu, akal, dan rasa kita menemukan kejanggalan atau ketidaknyamanan dalam menjalankan syariat.

Sebagai contoh saat terdengar panggilan salat Subuh. Suasana masih sangatlah pagi, dingin, mengantuk, dan belum cukup tidur. Dalam keadaan semacam itu, kita bangun dan mengambil air wudu kemudian mendirikan salat. Kadang dalam hati kita bertanya, ”Apa yang diinginkan Allah Swt. dari kita dengan salat sepagi ini?”

Dalam menjalankan hukum waris mungkin kita juga merasakan ”kejanggalan”. Pada saat emansipasi wanita telah berkembang seperti sekarang ini, hukum waris Islam menuntunkan bahwa bagian seorang anak laki-laki dua kali bagian dari anak perempuan. Di mana letak keadilan Tuhan? Bukankah lebih adil jika warisan untuk anak laki-laki sama dengan bagian untuk anak perempuan?

Bidang lain yang tidak kalah sering menjadi sasaran pertanyaan dalam hati kita adalah hukum pidana Islam. Dalam pidana Islam atau yang dikenal dengan istilah jinayat, Allah Swt. mensyariatkan hukum qis.a-s., hukum potong tangan, hukum cambuk, dan sebagainya. Pada era modern ini hukuman seperti itu tampak sebagai hukuman orang-orang Barbar yang tidak mengenal hak asasi manusia. Masih banyak lagi pertanyaan yang mungkin terlintas dalam hati kita.

H.usnuz.z.an dalam ketaatan kepada Allah Swt. merupakan sikap baik sangka kepada Allah Swt. terhadap apa pun yang Dia tetapkan untuk kita. Kita mungkin merasa sesuatu yang ditetapkan Allah Swt. sebagai tidak tepat, tidak baik menurut ukuran pikiran dan perasaan kita. Akan tetapi, kita harus yakin bahwa Allah Swt. lebih mengetahui karakter manusia ciptaan-Nya bahkan daripada kita sendiri. Pandangan dan aturan Allah Swt. dibuat dengan kebenaran hakiki dengan

Sumber: www.smtpjb.com

▼ Gambar 4.2

H.usnuz.z.an kepada Allah ditunjukkan dengan taat kepada-Nya.

Hikmah dalam Ujian

Manusia acap kali merasakan kepedihan ujian hidup. Saat menghadapi ujian hidup itu, hati terkadang tidak bersabar. Kemudian muncullah keluhan, umpatan, rasa marah, bahkan menyalahkan Tuhan atas ujian yang dirasakan.

Dalam batas wajar, keluh kesah diperbolehkan dalam Islam. Hal itu merupakan bagian dari dinamika hidup. Akan tetapi, manakala keluh kesah itu melampaui batas hingga menyalahkan, hal itu masuk dalam larangan Allah. Allah melarang seseorang berkeluh kesah berlebihan bukanlah untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan orang

kacamata ketuhanan. Pandangan dan perasaan kita sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar kita. Pikiran kita sangatlah mudah dimanipulasi oleh informasi yang kita terima dan hanya dapat menjangkau sebatas yang kita ketahui.

H.usnuz.z.an dalam ketaatan kepada Allah Swt. harus berada di depan perasaan dan pikiran kita. Artinya, meskipun hati kita belum bisa merasakan kebenaran aturan Allah Swt. dan pikiran kita melihat ada hal lain yang lebih baik menurut pendapat kita, sebagai muslim tidak ada sikap yang akan kita ambil selain sami’na- wa at.a’na-, kami dengar perintah- Mu ya Allah dan kami taat. Apa pun yang diturunkan Allah Swt. kepada kita pasti aturan terbaik untuk kita. Pasti ada hikmah besar di balik semua aturan yang Dia turunkan untuk kita meskipun keterbatasan pikiran dan perasaan kita belum bisa melihatnya.

2. H.usnuz.z.an dalam Nikmat Allah Swt.

Allah Swt. memberikan nikmat-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Nikmat harta, kesehatan, kesempatan, dan masih banyak lagi nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Allah Swt. memberikan nikmat kepada kita tentu dengan maksud dan tujuan tertentu. H.usnuz.z.an kepada Allah Swt. atas nikmat yang telah Dia berikan dapat kita lakukan dengan memperbanyak syukur dan merenungkan untuk apa Allah Swt. memberikan nikmat itu kepada kita. Dengan demikian, kita mengetahui cara memperlakukan nikmat tersebut.

3. H.usnuz.z.an dalam Menghadapi Ujian dari Allah Swt.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita dihadapkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan. Misalnya, kemiskinan, kesulitan hidup, kegagalan, atau kehilangan. Saat merasakan ujian kehidupan tersebut jiwa kita tergoda untuk bereaksi negatif dengan kemarahan, kegalauan, dan kesedihan. Semua reaksi negatif tersebut sebagian merupakan reaksi alami sebagai manusia. Akan tetapi, apabila berlarut- larut, kesedihan atau kemarahan terhadap keadaan menyebabkan kita menghujat Allah Swt. Kita mempersalahkan Allah Swt. atas keadaan yang terjadi pada diri kita.

Dalam keadaan tidak menyenangkan kita harus semakin mempertebal rasa h.usnuz.z.an kepada Allah Swt. Apa pun yang kita terima dan alami dalam hidup pasti memiliki hikmah yang besar untuk masa depan kita. Adakalanya kita merasa tidak nyaman dengan suatu keadaan padahal menurut ilmu Allah Swt. sebenarnya baik untuk kita. Oleh karena itu, saat suatu ujian datang dalam hidup kita, bersabarlah dan berbaik sangkalah kepada Allah Swt. Dalam hal ini Nabi Ayyub a.s. telah memberikan contoh terbaiknya. Dengan bersabar dan berbaik sangka Allah Swt. akan memberikan kebaikan kepada kita di masa depan. Hal ini dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Allah berfirman sebagai berikut.

Artinya: ”Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Adapun bila ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dia akan mendapatkan keburukan.” (H.R. T.abra-ni- dan Ibnu H.ibba-n)

4. H.usnuz.z.an dalam Melihat Ciptaan Allah Swt.

Allah Swt. menciptakan alam seisinya. Bumi beserta seluruh jenis makhluk yang mengisinya adalah ciptaan Allah Swt. Di alam ini kita dapat menemukan bermiliar-miliar jenis benda hingga makhluk hidup dengan segala bentuk dan rupanya.

Saat menemukan suatu bentuk makhluk yang aneh kita merasa takjub kepadanya. Pada saat yang berbeda kita menemukan suatu binatang yang menjijikkan, mengganggu, berbahaya, atau menakutkan. Misalnya sekumpulan lalat atau ular. Ketika kita melihat makhluk-makhluk yang menurut kita membahayakan, dalam hati mungkin kita bertanya untuk apa Allah Swt. menciptakan makhluk seperti itu. Kita memandang rendah atau bahkan membenci makhluk tersebut. Untuk apa Allah Swt. mencipta- kan seekor lalat? Bukankah lalat hanya akan membawa penyakit?

H.usnuz.z.an kepada Allah Swt. artinya bersikap baik sangka kepada Allah Swt. atas apa pun ciptaan-Nya. Setiap makhluk yang diciptakan Allah Swt. pasti memiliki maksud dan tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan di bumi ini. H.usnuz.z.an kepada Allah Swt. meyakini bahwa tidak ada satu pun yang sia-sia dalam ciptaan Allah Swt. Dengan sikap ini kita akan dapat lebih memerhatikan keadaan lingkungan dengan penuh penghormatan kepada penciptanya.

yang bersangkutan. Sikap sabar akan menuntun manusia pada rasa h.usnuz.z.an kepada Allah. Pada gilirannya, h.usnuz.z.an akan membawa pada pola pikir rasional dalam memandang ujian hidup. Gabungan antara h.usnuz.z.an dan rasional itulah yang membawa manusia pada hikmah besar di balik ujian yang Allah berikan.

Inilah sikap h.usnuz.z.an kepada Allah Swt. Sikap ini harus menjadi tindakan nyata dalam kehidupan seorang muslim. Dengan h.usnuz.z.an kita yakini kebenaran Allah Swt. Dengan h.usnuz.z.an kepada Allah Swt. kita optimis melihat hidup dan menghadapi segala kesulitannya. Dengan h.usnuz.z.an pula kita mengharap kebaikan dari Allah Swt. yang seperti janji-Nya akan menganugerahkan kebaikan bagi siapa pun yang berbaik sangka kepada-Nya.

Salah satu ayat yang menunjukkan dasar sikap h.usnuz.z.an kepada Allah Swt. adalah Surah A-li ‘Imra-n [3] ayat 190–191 artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang berzikir kepada Allah pada saat berdiri, duduk, atau berbaring dan memikirkan apa yang ada dalam penciptaan langit dan bumi itu. (hingga mereka berkata) Ya Rabbku, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau dan jagalah kami dari api neraka.

Pada ayat di atas, Allah menyatakan bahwa penciptaan langit dan bergantinya siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Dengan ayat ini kita diajak oleh Allah Swt. untuk menjadi pribadi yang h.usnuz.z.an kepada Allah dengan mengucapkan subh.a-nalla-h. Kunci dalam memahami ayat ini adalah hubungan antara kehidupan sehari- hari yang disebut Allah Swt. sebagai penciptaan langit dan bumi serta bergantinya siang dan malam dengan kesadaran akan keindahan Allah Swt. di balik penciptaan itu.

Nah, pada tugas kali ini Anda akan diajak untuk menemukan kerangka pikir dan penataan hati yang benar sehingga kita dapat merasakan sikap baik sangka kepada Allah Swt. dengan benar. Anda dapat berkonsultasi dengan pemuka agama untuk menggali informasi lebih lanjut tentang bahasan ini. Tugas ini merupakan tugas pribadi. Anda dapat berdiskusi dengan siapa pun termasuk teman-teman sekelas Anda tetapi tidak boleh menjiplak hasil kerja teman Anda itu.

Setelah Anda temukan, susunlah hasil kerja Anda itu dalam sebuah lembar kerja. Selanjutnya, serahkan kepada Bapak atau Ibu Guru untuk dievaluasi.