dan kyai atau tokoh agama sangat dihormati oleh masyarakat di Desa Lerep. Ucapan
seorang kyai/pemuka agama bahkan dinyatakan lebih cenderung sulit dilanggar oleh
masyarakat daripada ucapan perangkat desa. Tokoh agama ataupun sesepuh dihormati
karena dianggap
ö ÷ùûúõatau memiliki pengetahuan yang lebih, selain itu sikapnya juga
baik, menjaga lisan, dan tindakannya tidak bertentangan dengan ajaran agama. Keturunan
dari tokoh agama juga dihormati oleh masyarakat sebatas orang tersebut tidak menyimpang
dari norma yang seharusnya.
Pe
üdidi
ýa
üPendidikan merupakan faktor penting di dalam peningkatan kualitas sumberdaya
manusia. Desa Lerep memiliki infrastruktur pendidikan yang cukup memadai. Desa Lerep
memiliki infrastruktur pendidikan berupa enam buah PAUD, lima buah TPA, tiga buah
TK, enam buah SD, satu buah MI, satu buah SMP (SMP Satu Atap), dan satu buah
Madrasah Diniyah (Madin). Akan tetapi, sarana dan prasarana pendidikan berupa SMA dan
pesantren masih belum terdapat di Desa Lerep. Data jumlah unit infrastruktur menurut
jenis pendidikan di Desa Lerep Tahun 2012 terdapat pada Tabel 3.
Rasio guru dan murid pada TK menurut data BAPPEDA Kabupaten Semarang dan
BPS (2008) adalah 1:13 di mana terdapat 12 guru dan 164 murid. Rasio tersebut
menunjukkan bahwa satu pengajar mengajar 13 siswa. Rasio guru dan murid pada MI
adalah 1:22 di mana terdapat enam guru dan 134 siswa. Rasio tersebut menunjukkan bahwa
1 pengajar mengajar 22 siswa.
Tingkat pendidikan di Desa Lerep sudah cukup baik, terutama untuk pendidikan
dasar. Menurut data BAPPEDA Kabupaten Semarang dan BPS (2010), tingkat pendidikan
warga desa Lerep adalah 45.56 persen tamat SD, 11.88 persen tamat SMP, 11.84 persen
Tabel 3 Jumlah unit infrastruktur menurut jenis pendidikan di Desa Lerep Tahun 2012
N
þ.
U
üi
ÿi
üf a
✁ÿ ✂ýÿ ✂J
✂ ✄☎ ✆✝(
✂üi
ÿ)
1.
PAUD
6
2.
TK
3
3.
SD
6
4.
SMP
1
5.
SMA
0
6.
MI
1
7.
Mts
0
9.
Madrasah Diniyah (Madin)
1
10.
TPA
5
11.
Pondok Pesantren (Ponpes)
0
T
þÿa
☎ ✞ ✟tamat SMA/SMK, 5.53 persen perguruan tinggi, dan 25.19 persen sisanya termasuk warga
yang tidak sekolah, tidak tamat SD, dan belum tamat SD.
✡ ☛☞✌☞ ✍
i
Ekonomi merupakan bidang yang paling mendasar di dalam mempertahankan hidup
dan kehidupan masyarakat, begitu pula terhadap pembangunan daerah. Bidang ekonomi
memiliki kaitan erat dengan bidang atau sektor pembangunan yang lain, seperti pendidikan,
keamanan, infrastrukutur, keagamaan, dan sosial budaya.
Matapencaharian
penduduk
Desa
Lerep
cukup
beragam,
985
orang
bermatapencaharian sebagai petani, 1041 orang bermatapencaharian sebagai buruh tani,
839 orang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri, 57 orang sebagai TNI, 34 orang
sebagai anggota POLRI, 975 orang bermatapencaharian sebagai pegawai swasta, 985 orang
bermata pencaharian sebagai buruh bangunan, 546 orang bermatapencaharian di bidang
jasa, 1137 orang bermatapencaharian di bidang wiraswasta, dan 1262 orang bekerja di
bidang lainnya. Jumlah dan presentase penduduk Desa Lerep menurut jenis pekerjaan pada
Tahun 2002, 2004, dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.
Persentase penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani dan buruhtani tampak
semakin menurun. Persentase petani menurun dari 10.8 persen pada Tahun 2004 menjadi
10.7 persen pada Tahun 2010. Persentase buruhtani juga menurun dari 9.1 persen pada
Tahun 2002 menjadi 6.5 persen pada Tahun 2004 dan semakin menurun lagi menjadi 4.1
persen pada Tahun 2010. Tabel tersebut menunjukkan bahwa penurunan jumlah petani
juga disertai dengan penurunan jumlah buruhtani secara drastis, terlebih dalam kurun waktu
2004 sampai 2010.
Tabel 4 Jumlah (jiwa) dan persentase penduduk Desa Lerep menurut jenis
matapencaharian pada Tahun 2002, 2004, dan 2010
N
☞Ma
✎a
✏e
✌caha
✑ia
✌ ✒ ✓ ✓✒ ✒ ✓ ✓✔ ✒ ✓ ✕✓∑
%
∑
%
∑
%
1. Petani
694
10.5
694
10.8
672
10.7
2. Buruhtani
602
9.1
417
6.5
254
4.1
3. Nelayan
0
0.0
0
0.0
0
0.0
4. Pengusaha
252
3.8
252
3.9
177
2.8
5. Buruh Industri
922
13.9
922
14.3
839
13.4
6. Buruh Bangunan
957
14.4
957
14.8
882
14.1
7. Pedagang
487
7.3
487
7.6
450
7.2
8. Angkutan
316
4.8
316
4.9
328
5.2
9. TNI/Polri
1 515
22.9
1515
23.5
1515
24.2
10. Pensiunan
317
4.8
317
4.9
377
6.0
11. Lain-lain
568
8.6
568
8.8
773
12.3
T
☞✎a
✖ ✗✗ ✘ ✓ ✕✓ ✓.
✓ ✗ ✔ ✔✙ ✕✓ ✓.
✓ ✗✒ ✗ ✚ ✕✓ ✓.
✓Sumber: (BAPPEDA Kabupaten Semarang dan BPS 2002, 2004, 2011)
Data tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Mariyadi selaku Kepala Desa Lerep
bahwa dulu masyarakat Desa Lerep banyak bekerja sebagai petani dan buruhtani tetapi
untuk saat ini masyarakat Desa Lerep lebih banyak yang bekerja sebagai buruh pabrik (ibu-
ibu dan remaja putri) atau buruh bangunan dan jasa angkutan (laki-laki).
Bapak Riyadi selaku Kepala Urusan Pembangunan Desa Lerep menambahkan bahwa
pemanasan global dan cuaca menyebabkan ketidakpastian pertanian. Kesulitan air menjadi
kendala dalam pertanian, terlebih di musim kemarau. Terkait dengan pengaruh cuaca pada
pertanian, Kepala Desa Lerep juga menambahkan bahwa saat ini dari hampir setengah dari
mata air yang ada di Desa Lerep sudah mengalami penurunan debit air, terlebih pada
musim kemarau. Petani pun banyak yang beralih ke sistem sawah tadah hujan. Beliau juga
menyatakan bahwa dulu petani mudah untuk meramalkan musim, musim penghujan
berlangsung pada bulan Oktober sampai April dan musim kemarau berlangsung pada bulan
April sampai Oktober. Namun, saat ini petani kesulitan meramalkan cuaca dan tidak jarang
mengalami
✢✣ ✤✥atau gagal panen karena ketidakpastian cuaca tersebut.
Kepala Desa Lerep menyatakan bahwa selain permasalahan cuaca, nilai ekonomi
pertanian padi saat ini kurang menjanjikan. Harga dasar gabah kurang menguntungkan bagi
petani, terlebih petani di Desa Lerep kebanyakan adalah petani gurem dan buruhtani
dengan luas lahan kurang dari 0.5 hektar (walaupun memang ada beberapa yang memiliki
luas lahan hingga 2 hektar). Nilai ekonomi pertanian padi yang semakin tidak menjanjikan
tersebut menyebabkan pertanian padi saat ini mulai bergeser ke perkebunan dengan
komoditi sengon, kopi, pisang, cengkeh, dan durian.
Selain itu, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar wilayah Kabupaten Semarang semenjak
kurang lebih Tahun 2000 menyebabkan masyarakat Desa Lerep banyak yang bekerja di
pabrik-pabrik tersebut. Pabrik-pabrik tersebut berada di wilayah Ungaran, Bawen,
Pringapus. Pabrik-pabrik yang terdapat di Kabupaten Semarang tersebut, misalnya Ungaran
Sari Garmen, Batamtex, Sosro, Coca-cola, Nissin, dan
Golden Flower. Kepala Desa Lerep
menyatakan bahwa saat ini telah banyak perubahan pandangan dan pola pikir masyarakat
mengenai pertanian, terlebih pada generasi muda. Masyarakat dan generasi muda saat ini
cenderung jarang yang berminat bekerja di sektor pertanian, mereka cenderung lebih
memilih bekerja sebagai buruh industri atau buruh bangunan daripada petani penggarap
atau buruhtani. Nilai ekonomi yang diperoleh dari bekerja sebagai buruh pabrik atau buruh
bangunan pun dianggap lebih besar daripada sebagai buruhtani atau petani penggarap.
Jumlah pengusaha, buruh bangunan, dan buruh industri pun mengalami penurunan
yang cukup besar mulai Tahun 2004 sedangkan penduduk dengan klasifikasi lainnya
meningkat drastis dalam kurun Tahun 2004 sampai 2010. Hal ini diindikasikan terkait
dengan pengurangan pegawai pada pabrik-pabrik besar di Kabupaten Semarang pada kurun
waktu tersebut. Pabrik-pabrik tersebut juga cenderung menggunakan tenaga kontrak yang
terkadang tidak diperpanjang.
Ke
✦e
✧d
★d
★ ✩a
✧Berdasarkan data akhir Tahun 2010 BAPPEDA Kabupaten Semarang dan BPS,
terdapat 2454 kepala keluarga di Desa Lerep. Sedangkan jumlah penduduk Desa Lerep
Tahun 2010 adalah 9882 jiwa, yang terdiri dari 4951 jiwa laki-laki dan 5031 jiwa perempuan.
Menurut jenis kelamin, jumlah penduduk perempuan lebih besar bila dibandingkan dengan
jumlah penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk Desa Lerep Tahun 2010
adalah 98.41.
Rasio jumlah penduduk dengan jumlah KK adalah 4:1 yang artinya 1 KK
menanggung beban keluarga sebanyak 4 jiwa. Kepala Desa Lerep menyatakan bahwa
kesadaran KB sudah cukup baik di Desa Lerep, masyarakat rata-rata telah membatasi
jumlah anak. Beliau juga menyatakan bahwa kesadaran KB pada masyarakat yang bekerja
sebagai buruh pabrik terkait dengan pertimbangan jam kerja di pabrik hingga larut malam
sehingga masyarakat akan kesulitan bila mempunyai banyak anak. Selain itu, kesadaran KB
juga diindikasikan disebabkan tingkat pendidikan masyarakat dan pola pikir masyarakat
yang semakin baik mengenai pembatasan jumlah anak.
Berdasarkan data pada Tabel 5 , kepadatan agraris Desa Lerep cenderung menurun,
yaitu pada Tahun 2002 adalah 7.4 petani/ha, pada Tahun 2004 adalah 6.1 petani/ha, dan
pada Tahun 2010 adalah 5.3 petani/ha. Berkurangnya kepadatan agraris Desa Lerep pada
Tahun 2002 sampai 2010 tersebut bukan disebabkan ketersediaan lahan pertanian yang
semakin bertambah di Desa Lerep. Kepadatan agraris Desa Lerep tersebut semakin
menurun karena jumlah petani pada Tahun 2002 sampai 2010 terus menurun dan lahan
pertanian tidak bertambah di Desa Lerep.
Kepadatan penduduk Tahun 2010 mencapai 1463 jiwa /km2. Selama kurun waktu
1990 sampai 2002 reit pertumbuhan penduduk di Desa Lerep mencapai 2.7 persen.
Sedangkan dalam kurun waktu 2002 sampai 2004 reit pertumbuhan penduduk di Desa
Lerep mencapai 1.2 persen. Pada kurun waktu 2004 sampai 2010 reit pertumbuhan
penduduk meningkat hingga mencapai 2.3 persen. Selain itu, reit pertumbuhan penduduk
dari Tahun 2002 sampai 2010 sebesar 3.5 persen. Dengan demikian, penduduk di Desa
Tabel 5 Jumlah penduduk ( jiwa ), kepadatan penduduk, dan reit pertumbuhan
penduduk Desa Lerep pada Tahun 2002-2010
N
✬. Ka
✭eg
✬✮i
Tah
✯ ✰ ✱✲ ✲ ✳ ✴ ✳✳✴ ✴ ✳ ✳✵ ✴ ✳ ✱✳1. Laki-laki (jiwa)
3760
4239
4494
4951
2. Perempuan (jiwa)
3628
4146
4423
5031
3. Total
Penduduk
(jiwa)
7338
8387
8917
9982
4. Kepadatan
penduduk
(jiwa/km2)
1076
1230
1307
1463
5. Kepadatan agraris
(jumlah petani/luas
lahan
pertanian
(Ha) )
-
7.4
6.1
5.3
6. Reit Pertumbuhan
Penduduk Laki-laki
(%)
-
2.4
1.2
2.0
7. Reit Pertumbuhan
Penduduk
Perempuan (%)
-
2.7
1.3
2.6
8. Reit Pertumbuhan
Penduduk (%)
-
2.7
1.2
2.3
Lerep cenderung meningkat pertumbuhannya sehingga kepadatan penduduk Desa Lerep
pun selalu meningkat dari kurun waktu 1990 sampai 2010. Data jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, dan reit pertumbuhan penduduk secara ringkas disajikan pada Tabel
5.
Berdasarkan data pada Tabel 5, pertumbuhan penduduk laki- laki lebih kecil jika
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk perempuan sehingga jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Pertambahan jumlah penduduk
wanita tampak jauh lebih besar daripada pertambahan jumlah penduduk laki-laki pada
Tahun 2010. Pada Tahun 2010, reit pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 2.0 sedangkan
reit pertumbuhan penduduk perempuan sebesar 2.6. Dari 9882 jiwa penduduk di Desa
Lerep pada Tahun 2010, 7380 orang beragama Islam, 1335 orang beragama Kristen, dan
1167 beragama Katolik.
M
✷bi
✸ ✹✺a
✻Pe
✼d
✽d
✽✾Data Sensus Desa Lerep Tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat penduduk lahir
sebanyak 61 jiwa dan penduduk meninggal sebanyak 58 jiwa di Desa Lerep. Tingkat
kelahiran penduduk Desa Lerep sebesar 6.2 persen. Tingkat kelahiran tersebut lebih besar
jika dibandingkan dengan tingkat kematian penduduk yang hanya sebesar 5.8 persen.
Jumlah penduduk yang melakukan migrasi masuk ke Desa Lerep sebesar 254 jiwa, migrasi
keluar sebesar 145 jiwa, serta mutasi satu tahun sebanyak 61 jiwa. Dengan demikian, dapat
dilihat bahwa penduduk Desa Lerep jarang melakukan migrasi ke luar.
Rendahnya tingkat migrasi keluar di Desa Lerep diasumsikan disebabkan tidak ada
faktor pendorong ataupun faktor penarik migrasi yang mampu memacu masyarakat Desa
Lerep untuk melakukan migrasi keluar. Kepala Desa Lerep menambahkan bahwa
penduduk tidak banyak yang merantau ke luar kota karena di Kabupaten Semarang banyak
terdapat industri besar sehingga para wanita dan remaja banyak yang terserap sebagai buruh
pabrik. Pabrik-pabrik yang terdapat di Kabupaten Semarang tersebut, misalnya Ungaran
Sari Garmen, Batamtex, Sosro, Coca-cola, Nissin, dan
Golden Flower. Selain itu, industri
rumahtangga juga banyak terdapat di Desa Lerep, contohnya sentra industri keripik di
Dusun Karangbolo, sentra gula aren di Dusun Indrakulo, dan produksi sabun susu di
Dusun Lerep.
Namun, di sisi lain migrasi masuk ke Desa Lerep pada data Sensus Penduduk Tahun
2010 lebih besar daripada migrasi keluar dari Desa Lerep. Hal tersebut antara lain
disebabkan dengan semakin banyaknya pemukiman yang dibangun di Desa Lerep.
Sebagaimana yang diuraikan oleh Kepala Desa Lerep bahwa sejak Tahun 2004 sampai 2010
terdapat banyak pemukiman yang dibangun di Desa Lerep, antara lain Perumahan Bukit
Asri (2005), Perumahan
The Fountain
(2006), Perumahan Harmoni (2007), dan Perumahan
Bukit Asri II (2009).
P
✷✸ ✿-P
✷✸ ✿❀eb
✽da
❁aa
✼Masyarakat Desa Lerep merupakan masyarakat yang ramah dan sopan. Masyarakat
saling menghormati berdasarkan tingkatan usia, masyarakat yang muda menghormati
masyarakat yang lebih tua. Pola perilaku tersebut salah satunya tampak dalam bahasa Jawa
dengan tingkatan bahasa yang berbeda antara orang lebih muda dengan orang yang lebih
tua. Pada umumnya, bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa tetapi hampir semua
masyarakat Desa Lerep sudah mampu berbahasa Indonesia. Namun, orangtua dengan
umur di atas 70 tahun di Desa Lerep biasanya masih kesulitan berbahasa Indonesia.
Pola perilaku masyarakat Desa Lerep cenderung menghargai alam dalam melakukan
aktivitas pemanfaatan alam. Tidak terdapat eksploitasi yang berlebih terhadap alam.
Masyarakat memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhannya tetapi juga melakukan
tindakan-tindakan untuk menjaga kondisi alam, misalnya saja terdapat kegiatan rutin untuk
membersihkan mata air di Desa Lerep.
Masyarakat Desa Lerep masih memegang teguh peran perempuan sebagai pengurus
rumahtangga, pengurus anak, dan pengurus kegiatan domestik rumahtangga walaupun
memang terdapat rumahtangga yang memperbolehkan wanita untuk mencari nafkah di luar
rumah. Peranan laki-laki sebagai kepala keluarga juga merupakan hal yang dianggap penting
di Desa Lerep. Laki-laki dianggap tetap harus berupaya bekerja meskipun istrinya sudah
bekerja dan berpenghasilan lebih, sebagaimana yang dinyatakan oleh Kepala Desa Lerep:
Kalau yang ibu-ibu biasanya kerja pabrik, kalau yang bapak-bapak ya sing penting
metu omah mbak, mboh kuwi entuk duit sithik, ono hasile po rak pokokmen sing
penting metu omah (kalau yang ibu-ibu biasanya kerja pabrik, kalau yang bapak-bapak
yang penting ya keluar rumah, entah itu dapat uang sedikit, ada hasilnya atau tidak,
pokoknya yang penting keluar rumah).
Masyarakat Desa Lerep cenderung menghabiskan waktu di dalam desa. Hal tersebut
dapat dilihat dari tingkat migrasi keluar yang rendah pada Tahun 2010 yang telah dibahas
pada sub bahasan sebelumnya. Selain itu, Desa Lerep merupakan salah satu contoh dari
desa yang masyarakatnya sudah cukup mengalami kemajuan dalam pola pikir tetapi masih
tetap memegang teguh tradisi dan agama.
Keteguhan dalam memegang tradisi leluhur dan keagamaan dapat dilihat dari kegiatan
kemasyarakatan yang masih cukup aktif dilakukan di Desa Lerep. Kegiatan kemasyarakatan
yang biasa dilakukan di Desa Lerep adalan pengajian dan yasinan baik itu di tingkat RT
maupun dusun. Pengajian tersebut dipisahkan untuk ibu-ibu, remaja, dan bapak-bapak.
Pengajian untuk anak-anak biasa dilakukan di TPQ.
Selain itu, terdapat kebiasaan
❄ ❅❆❇ ❈ ❉ ❅❊❋atau sedekah desa yang masih aktif
dilakukan hingga saat ini. Sedekah desa tersebut diadakan untuk mengenang leluhur (
● ❋❍ ❋■ ❏❋❍ ❋■) sambil bersih-bersih dusun atau syukuran, biasanya juga disertai dengan acara
wayangan sampai pagi. Acara sedekah dusun diadakan setahun sekali setelah panen raya.
Namun, kegiatan sedekah desa ini hanya biasa dilakukan di beberapa dusun bagian atas
Desa Lerep, seperti di Dusun Indrokilo. Dusun bagian bawah Desa Lerep seperti Dusun
Lerep, Dusun Soka, Dusun Tegalrejo, dan Dusun Karangbolo, tidak menyelenggarakan
kebiasaan sedekah desa.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat juga kebiasaan bersih-bersih kali
irigasi (
❈ ❆❈ ❏❋❑) di Desa Lerep.
Iriban
merupakan kebiasaan membersihkan mata air yang
diadakan dua kali per tahunnya. Sebagian masyarakat membersihkan mata air dan sebagian
menyembelih ayam untuk dibakar sebagai syukuran bagi masyarakat yang turut serta dalam
acara tersebut. Selain itu, terdapat pula tradisi
nyadran
.
Nyadran
merupakan tradisi
berupa kegiatan bersih-bersih makam dan syukuran.
Desa Lerep juga memiliki pengurus kematian di masing masing dusun, terdapat pula
BPD, Kelompok Tani, Kelompok ternak, kelompok usaha, PKK, dan karangtaruna.
Namun, kegiatan karangtaruna di Desa Lerep cenderung kurang aktif, biasanya
karangtaruna hanya berperan dalam menyelenggarakan kegiatan peringatan hari
kemerdekaan RI.
Kebiasaan lain yang ada di Desa Lerep pada umumnya masih mengikuti adat-adat
dalam Budaya Jawa. Pelaksanaan adat Jawa masih dilestarikan, misalnya saja adat dalam
upacara pernikahan, bahkan untuk menentukan tanggal baik bagi pernikahan atau acara-
acara besar lainnya terkadang masih dilakukan sesuai dengan hitungan primbon Jawa. Mbah
Muamin merupakan salah satu tokoh kyai di Desa Lerep yang dianggap memiliki kelebihan
layaknya paranormal dan sering dimintai pertimbangannya untuk hal-hal semacam itu.
Kesadaran pendidikan masyarakat di Desa Lerep pun sudah cukup baik, rata-rata
mengenyam pendidikan hingga tamat SD, dan cukup banyak juga yang melanjutkan ke
tingkat SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Sosialisasi mengenai pendidikan dasar sering
dilakukan dengan memanfaatkan kelembagaan yang terdapat di desa, misalnya melalui
PKK. Selain itu, saat ini sudah tidak terdapat buta aksara di Desa Lerep.
Sejak Tahun 2007, terdapat SMP Satu Atap di Desa Lerep. SMP Satu Atap tersebut
merupakan konsep di mana SD dan SMP disatukan. Masyarakat diarahkan kesadarannya
untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun (WAJAR 9 tahun) dengan cara apabila
siswa tidak melanjutkan hingga kelas 9 maka siswa dianggap belum lulus dari sekolah
tersebut. SMP Satu Atap ini diajukan oleh Bapak Mulyadi selaku Kepala Desa Lerep
dengan harapan agar SMP Satu Atap tersebut dapat menjadi pilihan bagi masyarakat yang
tidak mampu di Desa Lerep pada umumnya dan desa-desa lain pada khususnya. SMP Satu
Atap juga diharapkan dapat memacu warga untuk menyekolahkan anaknya setidaknya
hingga batas WAJAR 9 tahun. Desa Lerep termasuk pelopor dalam pendirian SMP Satu
Atap, hingga saat ini di Kabupaten Semarang SMP tersebut hanya terdapat di Desa Lerep,
Ambarawa, dan Susukan.
Kesadaran untuk menunda pernikahan juga cukup baik, dulunya banyak warga yang
menikah muda tetapi sekarang warga biasanya menikah di atas 20 tahun. Terlebih
semenjak adanya kasus Syekh Puji peraturan pernikahan semakin di perketat. Akan tetapi,
untuk kasus-kasus tertentu seperti kecelakaan
pada warga di bawah umur biasanya
menikah dan disidang dulu di pengadilan agama. Pernikahan juga masih banyak yang
dilakukan antara saudara sehingga tidak jarang masyarakat dalam satu dusun masih
bersaudara satu sama lain.
Batasan kemiskinan pada Desa Lerep dilihat berdasarkan kepemilikan tanah/ternak
dan keadaan rumah. Masyarakat yang rumahnya sudah tidak bertipe
▼ ◆❖ P ◗▼ ❘▼(lantai
sudah tidak dari tanah dan dinding sudah terbuat dari bata) biasanya diasosiasikan sebagai
orang kaya, meskipun masyarakat juga mengakui bahwa orang yang bangunan rumahnya
masih bertipe
▼ ◆❖ P ◗▼ ❘▼mungkin dapat merupakan orang kaya yang diam-diam memiliki
simpanan/aset tetapi lebih memilih hidup sederhana. Oleh karena itu, biasanya, orang yang
Dalam dokumen
Industrialisasi Pedesaan dan Struktur Nafkah Rumahtangga Pedesaan di Desa Lerep Kabupaten Semarang Jawa Tengah
(Halaman 193-199)