• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 27-33)

2.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntun keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi.Yaitu, kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh wajib pajak, bukan fiskus selaku pemungut pajak. Sehingga kepatuhan diperlukan dalam self assessment system, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal. Kepatuhan memenuhi perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system, di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008:1013), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perajakan.

Safri Nurmantu (2007:148), mendefinisikan kepatuhan perpajakan adalah: “Suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Menurut Norman D. Nowak dikutip oleh Mohammad Zain (2007:31), Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian yaitu suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Menurut Siti Kurnia (2010:140) :

“Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak.”

Definisi kepatuhan wajib pajak menurut Devano dan Rahayu (2006:112) adalah sebagai berikut:

“Kepatuhan wajib pajak adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang belaku dalam suatu negara.”

Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan kepada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh.

2.3.2 Macam-Macam Kepatuhan

Menurut Widi Widodo (2010:68) kepatuhan wajib pajak ada 2 macam yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

Salah satu upaya lain dalam meningkatkan kepatuhan wajib adalah memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. Peningkatan kualitas dan pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada Wajib Pajak sebagai

pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan dalam infrastruktur (Supadmi, 2009:3).

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Devano dan Rahayu (2006:112) kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara. 2. Pelayanan pada wajib pajak.

3. Penegakan hukum perpajakan. 4. Pemeriksaan pajak.

5. Tarif pajak.

Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka faktor-faktor lain akan terpengaruh. Administrasi baik karena intansi pajak, sumber daya aparat pajak, dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka usaha memberikan pelayanan bagi wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat, dan menyenangkan wajib pajak. Dampaknya akan tampak pada kerelaan wajib pajak untuk membayar pajak. Wajib pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan illegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut

terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak yang berkompeten dan memiliki integrasi tinggi, melakukan tindakan tax evasion. Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi wajib pajak membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak.

Tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi beberapa faktor lain, di antaranya adalah: persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan yang tegas bagi para pelanggarnya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006 dalam Muliari dan Setiawan, 2009:4).

Faktor lain penyebab rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya antara lain menyangkut tentang pengetahuan sebagian besar wajib pajak tentang pajak; serta persepsi wajib pajak tentang pajak dan pelayanan petugas pajak masih rendah (Supriyati dan Nurhidayati, 2008:41). Wajib Pajak juga masih mempersepsikan pajak sebagai pungutan wajib bukan sebagai peran serta mereka dalam pembangunan bangsa dan Negara, karena mereka merasa belum melihat manfaat yang nyata bagi negara dan masyarakat. Selama ini banyak wajib pajak yang berpersepsi negatif pada aparat pajak yang terlihat pada rendahnya pelayanan pada wajib pajak dan adanya penyelewengan pajak yang dilakukan oleh oknum aparat pajak.

2.3.4 Pengertian Wajib Pajak

Pengertian wajib pajak menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai berikut: “Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Menurut Undang-Undang PPh Pasal 2 ayat (2) dikuti dalam Gunadi (2001:46), “Wajib pajak adalah orang pribadi dan badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.”

2.3.5 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Devano dan Rahayu (2006:110) sebagai “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Menurut Nasucha (2004) dalam Devano dan Rahayu (2006:111) kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan. 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang. 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 27-33)

Dokumen terkait