• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemilikan Saham oleh Pemegang Saham Minoritas

BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN

A. Kepemilikan Saham oleh Pemegang Saham Minoritas

lebih dari 10% (sepuluh persen), dan itu merupakan komposisi saham yang sangat

sedikit dan kurang berpengaruh suaranya dalam RUPS.

Sebagaimana diketahui bahwa UUPT memberlakukan prinsip 1 (satu)

saham 1 (satu) suara (one man one vote) bagi suatu perseroan terbatas. Dalam Pasal 84 ayat (1) UUPT mengatur bahwa, setiap saham yang dikeluarkan

mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Hal ini

berarti bahwa pemilik saham mempunyai hak suara dalam RUPS sesuai dengan

jumlah lembar saham yang dimilikinya.Dengan demikian keberadaan pemegang

saham mayoritas yang memiliki komposisi saham lebih banyak memiliki hak

bersuara yang lebih besar dibanding dengan pemegang saham minoritas dan

terkadang membuat pihak pemegang saham minoritas tidak berdaya menghadapi

kekuasaan dan kewenangan dari pemegang saham mayoritas.

79

Ruth Paolin Marbun, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan Yang Melakukan Akusisi (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2014), hlm. 72-73.

sering menang dalam mengambil keputusan sering kali bertolak belakang dengan

kehendak dan kepentingan pemegang saham minoritas.Padahal bagaimanapun

juga pemegang saham minoritas tetaplah pihak yang mempunyai bagian dalam

perusahaan meskipun dalam jumlah kecil yang juga berhak mendapat

perlindungan, meskipun tidak harus sampai menjadi pihak yang mengatur

perusahaan.Pemegang saham minoritas memang merupakan pihak yang rawan

eksploitasi.80

B. Hak dan Kewajiban Pemegang Saham Minoritas dalam BUMN

Persero

Sesuai dengan defenisi BUMN yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan, baik BUMN dalam bentuk perum dan juga persero, dimana merupakan

badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah.Dari

pengertian mengenai BUMN yang terdapat didalam peraturan

perundang-undangan, dapat disimpulkan bahwa pemegang saham mayoritas dalam BUMN

adalah pemerintah dikarenakan pemerintah memiliki komposisi minimal 51%

saham.Dan yang berarti pemegang saham minoritas adalah pihak yang bukan

pemerintah.Dalam hal ini juga berarti bahwa pemerintah adalah pihak yang

mengendalikan perjalanan BUMN atau controlling shareholder, dan pemegang saham minoritas haruslah menghadapi pemerintah dalam BUMN.

Antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas

tidaklah terdapat perbedaan hak dalam pelaksanaannya. Karena baik pemegang

80

Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas (Selanjutnya disebut Munir Fuady II)(Jakarta : CV. Utomo, 2005), hlm.1.

saham mayoritas dan pemegang saham minoritas tergabung dalam RUPS dan

memiliki hak suara dalam RUPS, itu berarti keduanya memiliki kewenangan dan

kedudukan yang sama dalam BUMN. Hanya saja yang membuat berbeda antara

pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas adalah dengan

berbedanya komposisi saham yang dimiliki pemegang saham, maka suara mereka

terkadang cenderung kurang berpengaruh dalam pemberian suara dalam RUPS.

Apabila dilihat dalam pelaksanaan suatu perseroan terbatas, maka terdapat

pemisahan antara pemilikan (saham) dan pengurusan perseroan terbatas.Hal ini

yang kemudian menjadi dasar bagi pengembangan Good Corporate Governance.Makin tidak terlibat pemegang saham dalam kegiatan operasional perseroan maka makin tinggi nilai Good Corporate Governance bagi suatu perseroan, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa pemegang saham tetap

menginginkan control atau pengawasan terhadap jalannya perseroan.Dalam hal ini

jelaslah bahwa para pendiri atau pemegang saham memerlukan jaminan dan

kepastian bahwa harta kekayaan pribadi mereka tidak diganggu gugat sehubungan

dengan kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh perseroan tersebut. Dalam

konteks yang demikian berarti pertanggung jawaban pendiri atau pemegang

saham menjadi penting karena pendiri atau pemegang saham hanya akan

menanggung kerugian yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah

disetujuinya untuk diambil bagian.81

81

Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 65.

Dengan demikian tanggung jawab dari

Adanya tanggung jawab terbatas bagi harta kekayaan pribadi pendiri atau

pemegang saham, memberikan manfaat kepada pemegang saham, memberikan

manfaat kepada saham bahwa tidak setiap kegiatan dari pengurus perseroan

terbatas memerlukan pengetahuan bahkan persetujuan dari pendiri atau pemegang

saham.Pada akhirnya konteks ini mengurangi peran pemegang saham dan

keterlibatannya terhadap kegiatan operasional perseroan, termasuk juga untuk

melakukan pengawasan secara terus menerus dan dari waktu ke waktu terhadap

jalannya kegiatan pengelolaan perseroan secara langsung.Peran pemegang saham

ini pada akhirnya disederhanakan menjadi peran yang diletakkan dalam suatu

Rapat Umum Pemegang Saham.82

Namun pada akhirnya hal itu memberi kebebasan para pengurus untuk

mengelola perusahaan dan tak jarang mencari keuntungan bagi perseroan, dengan

tetap bertujuan kepada maksud dan tujuan serta kepentingan perseroan. Dan hal

itu jugalah yang akhirnya mendasari kebijakan bagi lahirnya “business judgement rule principle”83

82

Ibid, hlm. 65-66.

83

Doktrin business judgement rule berkembang dalam sistem hukum common law, dimana doktrin ini merupakan perlindungan bagi direksi. Business Judgement Rule menurut Roger LeRoy dan Gaylod A Jentz adalah “A rule that immunizes corporate management from liability for action that result in corporate losses or damages if the action are undertaken in good faith and are within both the power of corporation and the authority of management to make”. Dari pengertian ini dapat dilihat, bahwabusiness judgement rule melindungi direksi dari keputusan bisnis yang merupakan transaksi korporasi, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan yang dimilikinya dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik. Dalam Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 58-59.

yang memberikan perlindungan bagi setiap keputusan usaha atau

bisnis yang diambil oleh direksi yang telah dilakukan dengan penuh kehati-hatian,

dengan itikad baik sesuai dengan maksud dan tujuan serta untuk kepentingan

pemegang saham tetap dapat melakukan pemantauan dan pengawasan maka

diberikanlah saham-saham yang merefleksikan seberapa jauh pemegang saham

dapat melakukan pemantauan dan pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan

pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan melalui Rapat

Umum Pemegang Saham.84Dengan keberadaan saham tersebut berarti pemegang

saham bertanggung jawab sebatas sahamnya dan dibebaskan dari tanggung jawab

secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak memiliki

tanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimilikinya.

Namun hal itu tidak berlaku bagi pemegang saham yang beritikad buruk, yang

memanfaatkan harta perseroan secara melawan hukum, hal itu menyebabkan

pemegang saham harus bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan dan

kerugian perseroan terbatas.85

Hak-hak pemegang saham dalam BUMN persero tidak secara jelas diatur

dalam peraturan mengenai BUMN persero, namun pengaturan mengenai hak-hak

pemegang saham dalam BUMN terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Badan

Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata

Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha

Milik Negara. Hak-hak Pemegang Saham yang terdapat dalam Peraturan Menteri

Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang

84

Gunawan Widjaja, Op.Cit.,hlm. 66.

85

Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada

Badan Usaha Milik Negara, antara lain:86

1. Mendapatkan perlakuan yang sama (setara) antar Pemegang Saham. 2. Menghadiri dan mempunyai hak mengemukakan pendapat dalam

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

3. Mendapatkan informasi-informasi yang penting berkaitan dengan BUMN secara tepat waktu, terukur dan teratur. Informasi tersebut antara lain :

a. Panggilan untuk RUPS.

b. Informasi laporan metode perhitungan, penentuan serta rincian atas gaji, honorarium, fasilitas, tunjangan.

c. Informasi mengenai Rencana Kerja Perusahaan dan Anggaran Perusahaan.

d. Informasi keuangan perusahaan.

e. Informasi yang berkaitan dengan agenda RUPS yang diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung.

4. Menerima deviden sesuai dengan komposisi modal yang ditanamkan. 5. Menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.

Adapun hak-hak pemegang saham yang terdapat dalam Peraturan Menteri

tersebut tidaklah jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Undang-Undang

Perseroan terbatas, hal itu dikarenakan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 11

UU BUMN bahwa, terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip

yang berlaku bagi perseroan terbatas. Oleh karena itu maka untuk melihat hak-hak

pemegang saham dalam BUMN persero berlakulah hak-hak pemegang saham

yang terdapat dalam UUPT.

Pasal 52 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa, saham memberikan hak

kepada pemiliknya untuk:

1. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

2. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;

86

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Pasal 5.

3. menjalankan hak lainnya berdasarkan undang- undang ini.

Pelaksanaan hak-hak tersebut hanya dapat dilakukan setelah nama

pemegang saham dicatat dalam daftar pemegang saham. Jadi dengan demikian

berarti hanya pemegang saham yang namanya tercantum dalam Daftar Pemegang

Saham perseroan yang berhak melaksanakan haknya berdasarkan

Undang-Undang Perseroan Terbatas.87

Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan kedalam:88

1. Hak individual yang melekat pada diri pemegang saham pribadi. Hak individual pemegang saham dalam perseroan terbatas adalah hak yang melekat pada diri pemegang saham, atas tiap lembar saham yang dimilikinya.

2. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivative (derivative suit atau derivative action).

Pengaturan dan yang termasuk dalam hak-hak individual pemegang saham

dapat ditemukan dalam UUPT, yaitu :

1. Hak untuk memperoleh saham dari penerbitan saham selanjutnya (first right of refusal);

Pasal 43 ayat (1)UUPT :seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan

modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham

seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.

Pasal 43 ayat (2) UUPT, dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk

penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah

dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang

saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.

87

Gunawan Widjaja, Op.Cit.,hlm. 69.

88

2. Hak untuk memiliki bukti kepemilikan saham;

Pasal 51 jo. 48 ayat (1) UUPT

Pasal 51 UUPT, menyatkan bahwa pemegang saham diberi bukti pemilikan

saham untuk saham yang dimilikinya.

Pasal 48 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa saham Perseroan dikeluarkan atas

nama pemiliknya.

3. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang

dimilkinya.

Pasal 56 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa pemindahan hak atas saham

dilakukan dengan akta pemindahan hak.

4. Hak untuk exit atau keluar (menjual atau mengalihkan sahamnya kepada pihak

lain) dari perseroan terbatas dan hak mendahulu untuk ditawarkan dan untuk

membeli saham dari pemegang saham lain yang hendak menjual sahamnya

(apabila diatur dalam anggaran dasar perseroan).

Pasal 57 ayat (1a) UUPT menyatakan bahwa, dalam anggaran dasar dapat

diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu keharusan

menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi

tertentu atau pemegang saham lainnya.

5. Hak untuk menjaminkan saham-saham tersebut sebagai jaminan utang.

Berdasarkan Pasal 60 ayat (2) UUPT, saham dapat diagunkan dengan gadai

atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.

6. Hak untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan kepada pengadilan negeri

Pasal 61 ayat (1) UUPT mengatur bahwa setiap pemegang saham berhak

mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila

dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan

wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi, dan/atau dewan komisaris.

7. Hak untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga

wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan;

Pasal 62 ayat (1) UUPT, menyatakan setiap pemegang saham berhak meminta

kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang

bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang

saham atau Perseroan, berupa:

a. perubahan anggaran dasar;

b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai

lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau

c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.

8. Hak untuk memperoleh dividen;

Menurut Pasal 70 UUPT, Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari

laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.

Menurut Pasal 71 UUPT, penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah

penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)

UUPT diputuskan oleh RUPS.

Pasal 72 UUPT, Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun

9. Hak untuk memanggil RUPS;

Pasal 79 ayat (2a) UUPT, menyatakan bahwa penyelenggaraan RUPS

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu)

orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu

persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali

anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil;

Pasal 80 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa dalam hal Direksi atau Dewan

Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7) UUPT, pemegang

saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan

kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon

melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

10.Hak untuk mendapat keterangan;

Menurut Pasal 82 ayat (4) UUPT, Perseroan wajib memberikan salinan bahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara

cuma-cuma jika diminta.

11.Hak untuk hadir dan bersuara dalam RUPS;

Menurut Pasal 85 ayat (1) UUPT, pemegang saham, baik sendiri maupun

diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan

hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.

Pasal 144 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa direksi, dewan komisaris atau 1

persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat

mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.89

Selain hak yang sudah disebutkan diatas, hak pemegang saham juga

dikategorikan ke dalam:90

1. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap PT;

2. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap perseroan terbatas.

Hak pengendalian tersebut berlaku bagi pemegang saham pengendali

(yang pada umumnya merupakan pemegang saham mayoritas) dan hak yang

disebut terakhir pada umumnya dinikmati oleh pemegang saham minoritas

(non-pengendali).91Karena komposisi saham yang sedikit oleh pemegang saham

minoritas, maka hak suara dalam RUPS pun kurang mempengaruhi keputusan

yang akan diambil dalam PT, sehingga pemegang saham minoritas pun terlihat

seperti pengawas yang melihat pelaksanaan dalam PT. Dimana apabila terdapat

pelanggaran maka dengan itu pemegang saham minoritas dapat mengajukan

gugatan yang dikenal dengan hak derivatif atau derivative action92

Ada 2 (dua) hak derivatif pemegang saham yang dikenal dalam UUPT.

Kedua hak derivatif tersebut adalah:

. 93 89 Ibid, hlm. 70-77. 90 Ibid, hlm. 77. 91 Ibid. 92

Derivative Action merupakan pengakuan atas perlindungan pemegang saham dari kesalahan manajemen korporasi.Derivative Action adalah gugatan yang dibawa oleh pemegang saham korporasi keapda direksi korporasi dengan menggunakan nama dan untuk kepentingan korporasi tersebut. Kata derivative menunjukkan bahwa hak untuk menggugat tidak dimiliki sebagai pihak dalam perkara, melainkan sebagai turunan korporasi.Hak ini dikatakan sebagai turunan (derivasi) korporasi karena yang digugat tidak saja melakukan kesalahan yang merugikan pemegang saham secara pribadi, tetapi juga merugikan korporasi. Dalam Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op.Cit.,hlm. 69-70.

93

1. Pasal 97 ayat (6) UUPT, atas nama Perseroan, pemegang saham yang

mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri

terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya

menimbulkan kerugian pada Perseroan.

2. Pasal 114 ayat (6) UUPT, atas nama Perseroan, pemegang saham yang

mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang

karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke

BAB IV

AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS

A. Kepemilikan Saham Oleh Pemegang Saham Minoritas Setelah

Dilaksanakannya Konsolidasi BUMN

Sebagaimana pengertian dari peleburan yang terdapat dalam PP No. 43

Tahun 2005 bahwa, peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar. Dari pengertian ini dapat kita lihat bahwa setiap BUMN yang meleburkan diri selanjutnya akan bubar setelah terjadinya peleburan. Dan jelasnya dengan berakhirnya BUMN yang meleburkan diri akan memberikan dampak dan akibat bagi setiap pihak terkait dalam BUMN.94

Namun tidak ada pengaturan mengenai akibat dari peleburan BUMN dalam peraturan perundang-undangan, tapi kembali lagi mengacu kepada Pasal 8 PP No. 43 Tahun 2005, bahwa pelaksanaan peleburan BUMN Persero berlakulah asas-asas dan prinsip-prinsip yang berlaku kepada perseroan terbatas, sehingga setiap hal dalam pelaksanaan peleburan BUMN dapat mengacu dan melihat dari Dan pada pengertian yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah tersebut cukup jelas bahwa akibat hukum yang terutama dapat dilihat dari pelaksanaan peleburan itu adalah munculnya suatu BUMN yang baru dan BUMN yang meleburkan diri bubar.

94

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara, Bab I, Pasal 1 angka 5.

pengaturan mengenai perseroan terbatas.Dalam UUPT hanya terdapat satu pengaturan mengenai akibat hukum dari pelaksanaan penggabungan, peleburan.Pada Pasal 122 ayat (1) UUPT diatur bahwa, penggabungan dan peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri

berakhir karena hukum.95

a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;

Dalam hal ini berlaku sama bagi BUMN, apabila

BUMN melakukan peleburan maka akibat hukum dari pelaksanaan peleburan

BUMN tersebut adalah BUMN yang meleburkan diri tersebut berakhir karena

hukum.

Selanjutnya terdapat pengaturan lebih lanjut dalam ayat (2) dari Pasal 122

UUPT bahwa, berakhirnya perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi

tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.Terdapat perubahan jika dibandingkan

dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

perseroan terbatas dimana dalam peraturan tersebut secara tegas menyebutkan

bahwa pelaksanaan peleburan dapat dilakukan dengan atau tanpa likuidasi.

Sedangkan pada UUPT menyatakan bahwa pelaksanaan peleburan yang berakibat

perseroan menjadi bubar dilakukan tanpa likuidasi terlebih dahulu. Dan hal itu

berakibat kepada segenap organ yang terdapat dalam perseroan yang akan

meleburkan diri. Dalam ayat (3) dari Pasal 122 diatur bahwa, dalam hal

berakhirnya Perseroan tanpa likuidasi terlebih dahulu, akan mengakibatkan :

95

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab VIII, Pasal 122.

b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan

c. perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.

Sehingga berdasarkan ketentuan ini, dapat dilihatdengan jelas keberadaan dari

peleburan yang mengakibatkan bubarnya perseroan yang meleburkan

diri.96

1. Akibat hukum terhadap aktiva dan pasiva

Apabila diklasifikasikan, akibat hukum daripada peleburan adalah:

Terhadap aktiva dan pasiva dalam Perseroan yang meleburkan diri, demi

hukum beralih sepenuhnya keapada Perseroan yang baru terbentuk.

2. Akibat hukum kepada pemegang saham

Pemegang saham dari masing-masing Perseroan yang meleburkan diri, karena

hukum atau demi hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang baru

terbentuk.

3. Akibat hukum pada perseroan yang meleburkan diri

Peleburan perseroan akan membawa implikasi terhadap perseroan yang

terlibat dalam proses peleburan, yaitu masing-masing perseroan yang

meleburkan diri berakhir demi hukum sejak tanggal terjadinya peleburan

mulai berakhir.97

Selanjutnya akibat dari bubarnya perseroan yang dilakukan tanpa likuidasi

terlebih dahulu mengakibatkan juga beralihnya aktiva dan pasiva dalam

perseroan, juga beralihnya pemegang saham dari perseroan yang meleburkan diri

96

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 136.

97

ke pada perseroan baru yang dibentuk.Dan dengan jelas juga diatur bahwa

kepemilikan saham oleh pemegang saham beralih, dari saham yang melakukan

peleburan, kepemilikan saham atas pemegang saham menjadi berada pada saham

di perseroan yang baru terbentuk akibat peleburan. Dalam pelaksanaan peleburan

ini, dengan beralihnya saham para pemegang saham, tidak jarang ada pemegang

saham yang akan dirugikan, terlebih pemegang saham minoritas terkadang dapat

dirugikan atas pelaksanaan peleburan perseroan tersebut.

Pelaksanaan peleburan, bisa dilaksanakan apabila sudah terdapat

persetujuan melalui RUPS melalui pemungutan suara.Biasanya dalam konteks

perusahaan yang berbasis perseroan terbatas, pemegang saham minoritas dalam

memberi keputusan dalam RUPS apabila memiliki perbedaan pendapat dengan

pemegang saham mayoritas, suaranya kurang dominan sehingga akhirnya

suaranya tidak berpengaruh dalam RUPS.Terlebih dalam BUMN yang adalah

dikendalikan oleh pemerintah, dan pelaksanaan RUPS adalah usulan menteri yang

adalah pemerintah juga, maka dapat dipastikan keberadaan suara dari pemegang

saham minortas dalam BUMN pun kurang memberi dampak atas keputusan dalam

RUPS.

Pelaksanaan peleburan perseroan tersebut, karena satu dan lain hal

menyebabkan kerugian pada pemegang saham minoritas perseroan, maka

pemegang saham minoritas yang merasa dirugikan tersebut atau yang tidak setuju

dengan rencana peleburan dapat menyatakannya kepada direksi, dan pemegang

Dokumen terkait