• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepercayaan adalah seberapa besar kepercayaan yang terbangun antar sesama migran Madura dan juga masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggal d

Modal sosial

2. Kepercayaan adalah seberapa besar kepercayaan yang terbangun antar sesama migran Madura dan juga masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggal d

Bogor. Kepercayaan dalam penelitian ini diukur berdasarkan dua jenis kepercayaan, yaitu: kepercayaan dengan sesama migran Madura dan kepercayaan terhadap masyarakat sekitar.

Kepercayaan dengan sesama migran Madura. Jumlah pertanyaan mengenai tingkat kepercayaan dengan sesama migran Madura sejumlah 3 pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner bagian IV (pada nomor 21, 22, dan 23) dan diukur dengan skala ordinal melalui pernyataan Ya (skor 2), Tidak (skor 1). Skor maksimum bagi setiap responden adalah 2+2+2=6 dan skor minimum adalah 1+1+1=3. Jarak interval yang diperoleh adalah (6-3)/2=1,5. Oleh karena itu dapat diketahui, skor tingkat kepercayaan dengan sesama Madura tergolong rendah jika memiliki skor 3-4,5 dan tingkat kepercayaan tinggi jika memiliki skor >4,5-6.

Kepercayaan terhadap masyarakat sekitar. Jumlah pertanyaan mengenai tingkat kepercayaan terhadap masyarakat sekitar sejumlah 6 pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner bagian IV (pada nomor 24, 25, 26, 27, 28, dan 29) dan diukur dengan skala ordinal melalui pernyataan Ya (skor 2), Tidak (skor 1). Skor maksimum bagi setiap responden adalah 2+2+2+2+2+2=12 dan skor minimum adalah 1+1+1+1+1+1=6. Jarak interval yang diperoleh adalah (12- 6)/2=3. Oleh karena itu dapat diketahui, skor tingkat kepercayaan terhadap masyarakat sekitar tergolong rendah jika memiliki skor 6-9 dan tingkat kepercayaan tinggi jika memiliki skor 10-12.

Jumlah seluruh pertanyaan variabel kepercayaan adalah 9, adapun skor maksimum bagi setiap responden adalah 2+2+2+2+2+2+2+2+2=18 dan skor minimum adalah 1+1+1+1+1+1+1+1+1=9. Jarak interval yang diperoleh adalah (18-9)/2=4,5. Oleh karena itu dapat diketahui skor tingkat kepercayaannya secara keseluruhan adalah:

Skor 9-13,5 : tingkat kepercayaan rendah; dan Skor >13,5-18 : tingkat kepercayaan tinggi

PENDEKATAN LAPANGAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena di kecamatan ini terdapat sejumlah migran Madura yang mengembangkan usaha di sektor informal. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Studi lapangan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2012.

Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif untuk memperkaya data dan memahami fenomena sosial.

Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah migran Madura yang ada di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, sedangkan populasi sasaran penelitian ini adalah migran Madura yang mengembangkan usaha di sektor informal di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Seseorang diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian (Holmes et al. 2005). Dalam penelitian ini karakteristik pelaku usaha di sektor informal yang diteliti adalah: migran yang berasal dari Madura yang mengembangkan usaha di sektor informal di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Penelitian ini tercakup di tiga kelurahan yaitu Kelurahan Kayu Manis, Kelurahan Cibadak dan Kelurahan Kedung Badak. Untuk memperoleh responden migran Madura yang bekerja di sektor informal, peneliti memulai dari Kelurahan Kayu Manis dengan cara bertanya kepada pemilik warung makan di sekitar Jalan Raya Kayu Manis mengenai lokasi lapak usaha orang Madura. Dalam proses identifikasi tersebut peneliti ditunjukkan pada sebuah lapak usaha migran Madura yang

berada di samping Hotel Bambu. Dari responden pertama tersebut peneliti diarahkan untuk menyusuri sepanjang Jalan Raya Kayu Manis dan Jalan Baru. Dari hasil penyusuran di sepanjang jalan tersebut dan petunjuk yang diperoleh dari responden pertama, peneliti memperoleh 30 responden yang tersebar di tiga kelurahan.

Dalam penelitian ini tercakup responden laki-laki dan responden perempuan. Responden laki-laki merupakan pelaku utama usaha di sektor informal yang dikembangkan oleh migran Madura. Pelaku utama yang dimaksud adalah orang yang menggagas kegiatan usaha di sektor informal. Responden perempuan bukan penggagas utama kegiatan usaha di sektor informal (kecuali yang berstatus janda), namun dalam kegiatan usaha tersebut responden perempuan berperan dalam usaha yang dijalankan oleh suaminya. Dalam hal ini peran tersebut didukung oleh pengetahuan responden perempuan mengenai hal-hal terkait usaha di sektor informal, di antaranya adalah: (1) Proses perolehan bahan baku yang sebagian besar diperoleh dari proyek bongkaran, (2) Informan yang memberi tahu kegiatan proyek bongkaran, dan (3) Periode berlangsungnya kegiatan bongkaran yang diikuti oleh suami. Dengan pengetahuan tersebut, responden perempuan dianggap memiliki peran yang cukup penting sehingga dapat memberikan informasi mengenai usaha sektor informal yang menjadi pekerjaan migran Madura di Kota Bogor.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan komputer. Selain pertanyaan yang bersifat kuantitatif, pada kuesioner juga terdapat pertanyaan kualitatif, oleh karena itu di dalamnya disajikan dalam bentuk pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka ditujukan untuk memperoleh data kualitatif.

Data yang diolah merupakan data yang diturunkan dari kuesioner. Variabel yang diolah adalah variabel jaringan sosial dan variabel tingkat kepercayaan. Variabel jaringan sosial mengandung data mengenai jumlah orang yang dikenal dan jumlah simpul yang dimiliki oleh migran Madura di sektor informal. Jumlah orang yang dikenal oleh migran Madura bervariasi, oleh karena itu penulis mengklasifikasikan data tersebut berdasarkan ukuran jaringan (luas dan sempit), sedangkan data simpul jaringan diidentifikasi menurut perananannya. Pada variabel tingkat kepercayaan mengandung data tingkat kepercayaan terhadap sesama migran Madura dan tingkat kepercayaan

terhadap masyarakat sekitar. Jumlah pertanyaan mengenai kepercayaan terhadap sesama migran Madura sebanyak tiga pertanyaan dan kepercayaan terhadap masyarakat setempat sebanyak enam pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi skor dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Data tersebut kemudian diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada, sedangkan data kualitatif disajikan dalam bentuk naratif dalam teks dan kutipan-kutipan langsung dari beberapa pernyataan responden. Selain mengenai jaringan sosial dan tingkat kepercayaan, di dalam kuesioner juga terdapat sejumlah pertanyaan yang tujuannya untuk mengidentifikasi informasi penting lainnya seperti riwayat migrasi, karakteristik responden serta mengidentifikasi kegiatan usaha di sektor informal.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK MIGRAN MADURA

 

Lokasi Migran Madura di Kota Bogor  

Kota Bogor merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak 54 kilometer sebelah selatan Jakarta. Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS, dengan Luas Wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Dengan kedudukan geografis berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata (Pemerintah Kota Bogor 2011).

Berdasarkan renstra Pemerintah Kota Kota Bogor (2011), dalam Perda No 1 Tahun 2000 tercantum tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009) yang menjelaskan bahwa fungsi Kota Bogor adalah: (1) Sebagai kota perdagangan, (2) Sebagai kota industri, (3) Sebagai kota permukiman, (4) Wisata ilmiah, dan (5) Kota pendidikan. Hal ini menarik orang untuk datang ke Kota Bogor dengan berbagai alasan, salah satunya adalah untuk memperoleh kesempatan kerja. Keadaan ini mengindikasikan sejumlah migran dari berbagai daerah berdatangan ke Kota Bogor untuk memanfaatkan peluang ekonomi Kota Bogor yang semakin berkembang.  

Salah satu etnis yang bermigrasi ke Kota Bogor adalah migran etnis Madura. Dalam penelitian ini penulis mengkaji mengenai migran Madura yang memanfaatkan peluang ekonomi di sektor informal. Untuk memperoleh data dan informasi mengenai keberadaan migran Madura yang bekerja di sektor informal, penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat yaitu di Keluarahan Kayu Manis, Kelurahan Cibadak dan Kelurahan Kedung Badak. Kawasan Jalan Baru yang terletak di Kelurahan Cibadak merupakan salah satu kawasan usaha migran Madura untuk menjalankan usahanya. Lokasi tersebut merupakan lokasi usaha sekaligus tempat tinggal para migran Madura dan letaknya berjajar berdekatan satu sama lain. Jenis usahanya bermacam-macam, mulai dari usaha besi bekas, kayu bekas, gipsum, rak dan juga usaha plastik terpal. Lokasi usaha sekaligus tempat tinggal migran Madura tersebut cukup terpisah dari lokasi pemukiman masyarakat asli Bogor. Masyarakat asli Bogor bermukim di daerah perkampungan yang lokasinya cukup jauh dari jalan raya utama

Jalan Baru, sedangkan migran Madura bermukim di sekitar jalan raya utama Jalan Baru, sehingga interaksi dengan masyarakat sekitar terbatas dan hanya bergaul dalam lingkup migran Madura saja. Demikian juga dengan migran Madura yang mengembangkan usaha di sektor informal di Kelurahan Kayu Manis yang sebagian besar bermukim dan membuka usaha di sepanjang jalan raya Kayu Manis. Letak tempat tinggal yang terpisah dari masyarakat sekitar menyebabkan interaksi pergaulannya hanya dengan sesama migran Madura dan migran lain asal Jawa yang juga bermukim di sepanjang jalan tersebut. Migran Madura yang terletak di Kelurahan Kedungbadak sebagian besar membuka usaha gipsum. Mereka tinggal di kawasan padat usaha dan berdampingan dengan jenis usaha retail dan tidak berkelompok dengan migran Madura lainnya. Jumlah migran Madura yang bekerja di sektor informal di kelurahan ini tidak sebanyak di Kelurahan Cibadak dan Kayu Manis.

Ciri-ciri Migran Madura Dalam Usaha Sektor Informal

Keberadaan migran Madura di kecamatan ini dapat dikenali dari jenis usahanya, yaitu usaha dagang barang bekas dan penyedia bahan bangunan. Jenis usaha yang digeluti mencerminkan bentuk tempat usahanya yang khas. Salah satu ciri khas yang memudahkan dalam menemukan orang Madura yaitu lapak usahanya yang sederhana, dan peletakan barang-barang bekas yang kurang tertata rapi. Berbeda dengan lapak usaha migran yang berasal dari daerah lain yang bentuk bangunannya relatif permanen, lapak yang dimiliki migran Madura dibangun secara sederhana dengan komposisi berupa seng dan kayu yang disusun membentuk seperti gudang. Di lapak tersebut terdapat sejumlah barang bekas yang merupakan komoditas usahanya seperti pagar bekas, teralis, kayu dan berbagai barang lain yang mencirikan sebagai barang yang tidak terpakai. Contoh lapak usaha migran Madura dapat dilihat dalam lampiran.

Karakteristik Migran Madura

Dalam membahas mengenai migrasi tidak terlepas dari karakteristik migran seperti jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendidikan dan asal daerah. Berikut ini analisis karakteristik migran Madura yang bekerja di sektor informal di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

Jenis Kelamin

Ditinjau berdasarkan jenis kelamin, laki-laki cenderung lebih mudah melakukan migrasi. Keterbatasan perempuan dalam melakukan mobilitas disebabkan oleh nilai budaya yang mengharuskan perempuan untuk mengutamakan kewajiban rumah tangga, namun hal ini mulai berubah. Perempuan mulai terdorong untuk melakukan mobilisasi dalam rangka untuk ikut berpartisipasi dalam memperbaiki ekonomi keluarga dan mencapai kehidupan yang lebih baik (Noer 2008). Dalam bermigrasi jumlah laki-laki lebih besar dari pada perempuan. Walaupun dalam perkembangannya kaum perempuan sudah menunjukkan adanya peningkatan mobilitas, secara kuantitas jumlah migran laki- laki lebih tinggi dari pada perempuan. Peluang kerja dalam sektor informal lebih terbuka bagi laki-laki karena dalam pekerjaan tersebut menuntut kekuatan fisik. Perempuan yang tercakup sebagai responden dalam penelitian ini adalah perempuan yang diberikan kewenangan oleh suaminya untuk mengelola usahanya ketika suaminya sedang sakit ataupun ke luar kota. Selain itu terdapat juga perempuan Madura yang menikah dengan masyarakat setempat dan membuka usaha di sektor informal. Data mengenai karakteristik lain seperti usia, pendidikan terakhir, status perkawinan dan daerah asal disajikan dalam Tabel 1.

Usia

Usia merupakan salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Dalam keterkaitan antara usia dan mobilitas, Goldscheider (1985) menyampaikan bahwa proporsi kaum muda pada umumnya lebih mobil daripada orang tua. Tingkat mobilitas kaum muda yang lebih tinggi mencerminkan dua skiklus hidup. Proses-proses yang berkaitan dengan umur yakni: (1) perkawinan dan pembentukan keluarga, dan (2) mobilitas karir dan pekerjaan. Dalam penelitian Warsono (1992), masyarakat Madura pada umumnya bermigrasi pada usia muda antara usia 12 tahun sampai 15 tahun. Bagi masyarakat Madura, rentang usia tersebut merupakan masa produktif untuk bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga.

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian Migran Madura di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor 2012

Karakteristik Responden

Saat Meninggalkan Madura Saat Penelitian Dilaksanakan Laki-

laki Perempuan Total Laki-

laki Perempuan Total Usia < 20 tahun 1 3 4 - - - 20 – 29 tahun 9 6 15 - - - ≥ 29 tahun 9 2 11 3 3 6 30 – 40 tahun - - - 9 5 14 > 40 tahun - - - 7 3 10 Total 19 11 30 19 11 30 Pendidikan Pendidikan agama* 7 3 10 7 3 10 SD 3 4 7 3 4 7 SMP 4 2 6 4 2 6 SMA 3 2 5 3 2 5 Perguruan Tinggi 2 0 2 2 0 2 Total 19 11 30 19 11 30 Status Perkawinan Belum Menikah 7 3 10 - - - Menikah 12 7 19 19 10 29 Janda/Duda 0 1 1 0 1 1 Total 19 11 30 19 11 30 Daerah Asal Kab. Sampang 15 8 23 - - - Kab. Pamekasan 4 1 5 - - - Kab. Bangkalan 0 2 2 - - - Total 19 11 30 - - -

Migran Madura yang bekerja di sektor informal sebagian besar bermigrasi ke Bogor pada usia dewasa yakni pada rentang usia 20-29 tahun. Pada rentang usia tersebut terdapat migran yang sudah berpengalaman bermigrasi ke daerah lain dan ada juga yang baru pertama kali bermigrasi. Berdasarkan data usia pada saat penelitian dilaksanakan jumlah tertinggi pada rentang usia 30-40 tahun. Golongan usia ini merupakan usia yang cukup matang untuk mengembangkan usaha sektor informal yang mandiri dan maju, karena telah memiliki pengalaman dan keterampilan yang cukup serta kapasitas fisik yang baik.

Pendidikan

Klasifikasi yang dibentuk dengan istilah Madura Barat dan Madura Timur tidak hanya berdasarkan perbedaan sifat masyarakatnya yang egalitarian dan aristokrasi, tetapi juga berdasarkan tingkat pendidikan, sehingga berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dapat diidentifikasi kabupaten asal migran Madura yang tercakup dalam penelitian ini.

Tingkat pendidikan migran Madura yang bekerja di sektor informal di Kota Bogor pada umumnya rendah. Sebanyak sepuluh orang berpendidikan SD ke bawah, namun ada pula yang berpendidikan tinggi bergelar ahli madya dan sarjana. Jika dibandingkan dengan yang berpendidikan sekolah menengah ke bawah, jumlah yang berpendidikan tinggi relatif kecil yakni hanya dua orang responden. Mereka yang berpendidikan tinggi bukan berasal dari golongan orang bangsawan atau golongan parjaji (priyayi), melainkan dari latar belakang keluarga yang kurang mampu. Kemauan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah karena keinginannya untuk menjadi pembawa perubahan bagi keluarga pada khususnya dan masyarakat Madura pada umumnya.

Status pendidikan terakhir yang paling besar jumlahnya adalah pendidikan agama. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat Madura yang masih terikat pandangan tradisional, yang lebih mengutamakan anaknya masuk ke pondok dari pada sekolah umum. Berdasarkan informasi tersebut memudahkan untuk memahami bahwa masyarakat Madura merupakan masyarakat yang agamis. Dalam penelitiannya Warsono (1992) menjelaskan, bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan antara migran dari Madura Barat dan Madura Timur, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh budaya. Wilayah timur masih dipengaruhi oleh tradisi keraton yang bersifat feudal. Mereka lebih

berorientasi pada pendidikan sebagai upaya untuk mendapat kedudukan di lembaga- lembaga pemerintah, sedangkan di Madura Barat (Bangkalan dan Sampang) pengaruh kerajaan sudah tidak terasa. Data responden berdasarkan status perkawinan dapat dilihat di Tabel 2.

Status Perkawinan

Status perkawinan dapat menjadi salah satu faktor pendorong maupun penghambat terjadinya gerak penduduk. Dapat dikatakan sebagai pendorong terjadinya gerak penduduk apabila migrasi dianggap sebagai alternatif untuk mememenuhi kebutuhan keluarga yakni dengan bekerja di daerah lain meninggalkan daerah asalnya, dengan asumsi bahwa daerah asal dinilai kurang mendukung untuk meningkatkan perolehan pendapatan. Demikian juga dapat menjadi penghambat terjadinya gerak penduduk, karena dalam status perkawinan pada dasarnya satu pasangan baik suami atau pun istri tidak berkenan untuk hidup terpisah, dengan catatan suami atau pun istri meninggalkan pasangannya ke daerah lain untuk bekerja, karena keadaan demikian dapat memicu terjadinya ketidakharmonisan rumahtangga.

Dalam penelitian ini diketahui terdapat satu orang responden berstatus janda. Status tersebut mempengaruhi keputusannya untuk bermigrasi ke Kota Bogor. Hal ini dilakukan sejak suaminya meninggal dengan tujuan untuk memberikan nafkah bagi anak-anaknya. Responden yang berstatus menikah merupakan pasangan suami istri yang keduanya bermigrasi ke Kota Bogor tanpa meninggalkan salah satu pasangannya di daerah asal. Suami maupun istri memainkan peranannya masing-masing dalam rumahtangga dan dalam pekerjaan. Istri diajak bermigrasi karena dianggap penting untuk ikut membantu pekerjaan di sektor informal yang sedang dikembangkannya di Kota Bogor. Data responden berdasarkan status perkawinan dapat dilihat di Tabel 2. Daerah Asal Migran Madura

 

Berdasarkan data yang telah diperoleh di lapangan, migran Madura yang membuka usaha di sektor informal di Kecamatan Tanah Sareal pada umumnya berasal dari Kabupaten Sampang (tersaji dalam Tabel 2). Migran asal Kabupaten Pamekasan dan Bangkalan ditemukan dalam jumlah yang kecil, sedangkan yang berasal dari Kabupaten Sumenep tidak ada. Adanya dominasi dari Kabupaten Sampang mencirikan bahwa orang Madura yang bermigrasi ke Bogor umumnya bekerja dan membuka usaha

di sektor informal non-pangan yang berbeda dengan migran Madura asal Bangkalan yang umumnya diketahui bekerja di sektor informal pangan (penjual sate, soto, bubur ayam, bubur kacang hijau).

Dari sejumlah kota yang ada di Pulau Jawa yang menjadi daerah tujuan migrasi, Kota Bogor merupakan kota yang tergolong baru sebagai pilihan migrasi. Sebelum bermigrasi ke Bogor, sebagian besar sudah berpengalaman bermigrasi ke daerah lain seperti Surabaya, Pulau Kalimantan, Jakarta dan kota lainnya di Pulau Jawa. Selama tinggal di kota-kota tersebut, pekerjaan yang digeluti berbeda dengan pekerjaan yang digeluti di Bogor. Upaya perpindahan yang dilakukan dari satu kota ke kota lain dan pada akhirnya menetap di Bogor tujuannya adalah untuk mencari kehidupan yang lebih baik, karena pekerjaan yang dilakukan sebelumnya kurang berpengaruh terhadap peningkatan kehidupan mereka.

Ikhtisar Karakteristik Migran

Migran Madura yang melakukan migrasi ke Bogor dominan migran laki-laki, hal ini terkait dengan pekerjaan dan usaha yang dikembangkan untuk melangsungkan hidup, yakni pada usaha di sektor informal perdagangan. Berdasarkan usia, pada saat meninggalkan Madura jumlah paling tinggi yaitu pada usia 20-29 tahun, sedangkan pada saat penelitian dilaksanakan jumlah responden terbanyak pada usia 30-40 tahun. Dilihat berdasarkan latar belakang pendidikan, jumlah terbanyak berlatar belakang pendidikan agama informal dengan jumlah sepuluh responden, sementara itu berdasarkan status perkawinannya, diketahui migran yang menjadi responden penelitian ini berstatus menikah, hanya satu responden saja yang berstatus janda. Berdasarkan asal daerah asalnya, migran Madura yang berusaha di sektor informal ini sebanyak 23 responden berasal dari Kabupaten Sampang.

PROSES MIGRASI ORANG MADURA

Migrasi Berantai Migran Madura  

Etnis Madura dikenal sebagai salah satu etnis yang memiliki budaya migrasi, selain etnis Bugis, Batak dan Minangkabau (Mantra 1992). Terdapat sejumlah faktor yang mendorong masyarakat Madura untuk berpindah meninggalkan Pulau Madura menuju kota-kota di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Seperti telah dikemukakan pada bagian awal, salah satu faktor kuat yang mendorong masyarakat Madura untuk bermigrasi adalah keadaan Pulau Madura yang kurang mendukung untuk meningkatkan ekonomi akibat sifat geografis Pulau Madura yang kering dan gersang.

Migrasi yang dilakukan oleh etnis Madura identik dengan migrasi berantai dengan pola afiliasi. Pengertian migrasi berantai adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain yang diikuti oleh penduduk daerah asalnya. Migrasi berantai ini terjadi apabila rombongan atau orang yang pertama bermigrasi telah berhasil di daerah tujuan, maka akan menarik saudara, teman atau tetangga dari daerah asalnya untuk turut bermigrasi. Keadaan ini pun ditemukan di lokasi penelitian pada migran Madura yang menjadi responden dalam penelitian ini yang menetap di Kecamatan Tanah Sareal. Gambar 3 merupakan proses migrasi orang Madura ke Kota Bogor.

Keberhasilan orang Madura yang mengawali migrasi ke Bogor menjadi penarik bagi orang Madura lainnya untuk ikut hijrah meninggalkan Pulau Madura. Hubungan kekerabatan yang kuat memungkinkan untuk mengajak saudara, teman dan tetangganya yang ada di kampung halaman untuk ikut pindah ke Bogor. Jaringan sosial merupakan salah satu unsur dari modal sosial yang telah berperan pada proses awal migrasi. Dengan berbasiskan hubungan persaudaraan, pertemanan, dan pertetanggaan, menyebabkan migrasi menuju Kota Bogor semakin mudah.

Ditinjau berdasarkan daerah asal kabupaten, sebanyak 23 responden berasal dari Kabupaten Sampang yang berasal dari Kecamatan Kedundung dan Kecamatan Sampang. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan bahwa Kabupaten Sampang merupakan pensuplai migran ke Kota Bogor yang paling dominan di antara kabupaten lainnya. Menurut Warsono (1992) ini disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi di wilayah Madura timur lebih baik dari pada di wilayah barat. Hal ini berkaitan dengan kondisi tanah, yang secara geologis wilayah timur kondisi tanahnya lebih cocok untuk tanaman tembakau yang merupakan komoditi ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, sedangkan wilayah barat tidak cocok untuk tanaman tembakau.

Peran Jaringan Sosial

Untuk bermigrasi diperlukan biaya yang harus dipersiapkan. Biaya yang dimaksud bukan hanya dalam wujud uang, tetapi juga kapasitas sumberdaya manusia yang diperlukan untuk mampu bekerja sehingga tetap bertahan hidup di daerah tujuan.