• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan Kerja

Dalam dokumen KEPEMIMPINAN ISLAM DAN PERILAKU ORGANISASI (Halaman 111-116)

BAB XIV NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN KERJA

C. Kepuasan Kerja

3.1 Mengukur Kepuasan Kerja

Suatu pekerjaan bukan hanya sekedar kegiatan menulis, mencatat, menunggu konsumen, mengemudi truk saja. Pekerjaan juga membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasan atau bawahan, mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan perusahaan, hidup dengan suasana kerja yang sering kali tidak sesuai dengan keinginan. Hal itu berarti penilaian karyawan atas seberapa puas atau tidak puas dirinya dengan pekerjaannya adalah perhitungan yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang sensitif. Kedua pendekatan yang paling banyak digunakan adalah peringkat global tunggal (single global rating) dan skor penghitungan (summation

score) yang terdiri dari sejumlah aspek pekerjaan. Metode peringkat

global tunggal menanyai karyawan untuk menanggapi pertanyaan, seperti “Berdasarkan semua hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda?”. Para responden kemudian menjawab dengan melingkari angka satu sampai dengan lima yang mencerminkan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode skor

penghitungan mengidentifikasi elemen-elemen pekerjaan tertentu dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap elemen tersebut. factor-faktor yang umumnya disertakan adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja. Faktor-faktor tersebut diperingkatkan berdasarkan skala yang distandarkan dan kemudian ditambahkan untuk mendapatkan skor kepuasan kerja secara keseluruhan.

3.2 Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Karyawan 3.2.1 Kepuasan Kerja Pada Produktivitas

Seperti disimpulkan boks “Mitos atau Ilmu Pengetahuan?” tersebut, para pekerja yang bahagia tidak selalu menjadi pekerja yang produktif. Pada level individu, bukti tersebut menunjukkan bahwa pernyataan kebalikannya justru lebih akurat- bahwa produktivitas berkemungkinan membuahkan kepuasan.

Ketika data kepuasan dan produktivitas dikumpulkan pada organisasi secara keseluruhan, bukannya pada level individu, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai lebih banyak karyawan yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada organisasi-organisasi yang mempunyai lebih sedikit karyawan yang puas. Alasan bahwa kita tidak mendapat dukungan kuat atas thesis kepuasan menyebabkan-produktivitas itu adalah bahwa penelitian-penelitian lebih difokuskan pada individu bukannya pada organisasi dan bahwa ukuran level individu atas produktivitas tidak mempertimbangkan semua interaksi dan kerumitan proses kerja. Oleh karena itu, meski kita tidak dapat menyatakan bahwa pekerja yang bahagia adalah lebih produktif, tetapi mungkin benar bahwa organisasi yang bahagia adalah lebih produktif.

Kita menemukan hubungan negatif yang konsisten antara kepuasan dan keabsenan. Meski masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas berkemungkinan lebih besar absen dari pekerjaannya, tapi faktor-faktor lain mempunyai dampak pada hubungan tersebut dan mengurangi hubungan koefisien itu. Misalnya, dengan adanya tunjangan sakit pasti akan mendorong para karyawan yang puas maupun tidak puas untuk absen dari pekerjaannya. Karena mungkin mereka akan menggunakan hari tersebut untuk berlibur atau hanya bersantai-santai dirumah untuk beristirahat tanpa adanya ancaman hukuman dari perusahaan. Dan yang selanjutnya yaitu adanya tunjangan sehat. Dengan adanya tunjangan sehat akan membuat para karyawan baik yang puas maupun tidak puas untuk selalu hadir dan bahkan sama sekali tidak menggunakan waktu cuti mereka karena dengan begitu mereka akan mendapatkan bonus dari perusahaan.

Namun, bagaimana dengan perusahaan yang tidak mengizinkan karyawannya untuk absen dengan alasan apapun. Satu ilustrasi bagaimana kepuasan secara langsung memicu kehadiran, ketika dampak dari faktor-faktor lain minimum, adalah penelitian yang dilakukan di Sears, Roebuck. Data kepuasan karyawan tersedia di dua markas besar Sears di Chicago dan New York. Kebijakan Sears tidak mengizinkan karyawannya absen dari pekerjaan untuk alasan-alasan yang dapat dihindari tanpa mendapat hukuman. Terjadinya badai salju aneh 2 April di Chicago menciptakan peluang untuk membandingkan kehadiran karyawan di kantor Chicago dan New York, dimana cuaca di New York sangat bersahabat. Badai tersebut melumpuhkan transportasi kota tersebut, dan para karyawan tahu mereka dapat tidak bekerja pada hari itu tanpa hukuman. Percobaan alam ini memungkinkan perbandingan catatan kehadiran para karyawan yang

puas dan yang tidak puas di dua lokasi. Yang pertama di mana anda diharuskan bekerja (dengan tekanan normal untuk kehadiran) dan lainnya di mana anda bebas untuk memilih tanpa keterlibatan hukuman. Jika kepuasan mendorong kehadiran, ketika terdapat keabsenan karena faktor eksternal, para pekerja yang lebih puas akan tetap bekerja di Chicago, sementara para pekerja yang tidak puas akan tetap tinggal di rumah. Penelitian tersebut menemukan bahwa pada 2 April khusus tersebut, tingkat keabsenan di New York sama tingginya bagi kelompok pekerja yang puas dengan kelompok yang tidak puas. Namun di Chicago, para pekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai angka kehadiran lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai level kepuasan lebih rendah.

3.2.3 Kepuasan dan Pengunduran Diri

Kepuasan juga berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan tersebut lebih kuat dari apa yang kita temukan pada keabsenan. Namun, faktor-faktor lain seperti kondisi bursa kerja, harapan peluang pekerjaan alternatif, dan panjangnya masa kerja pada organisasi tertentu merupakan rintangan-rintangan penting bagi keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaannya yang sekarang.

Level kepuasan kurang penting dalam memperkirakan pengunduran diri bagi mereka yang berkinerja tinggi. Mengapa? Organisasi umumnya lebih mempertahankan orang-orang tersebut dengan berbagai cara seperti kenaikan upah, pujian, pengakuan, peningkatan peluang dan promosi, dan seterusnya. Sebaliknya, cenderung berlaku kebalikannya untuk mereka yang berkinerja buruk. Sedikit upaya perusahaan untuk mempertahankan mereka. Bahakan mungkin terdapat sedikit tekanan untuk mendorong mereka agar mengundurkan diri. Jadi, kita dapat mengharapkan bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memperngaruhi karyawan yang berkinerja

buruk untuk bertahan daripada karyawan yang berkinerja baik. Terlepas dari level kepuasan, karyawan yang berkinerja baik berkemungkinan lebih besar untuk bertahan pada organisasi tersebut karena menerima beberapa perlakuan istimiwa seperti pengakuan, promosi, dan lainnya yang member alasan mereka lebih banyak alasan untuk bertahan.

3.3 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan

Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dalam sejumlah cara. Misalnya, daripada mengundurkan diri, karyawan dapat mengeluh, menjadi tidak patuh, mencuri asset perusahaan, atau mengabaikan sebagian tanggungjawab mereka.

Berikut beberapa tanggapan atas ketidakpuasan seorang karyawan : Keluar : perilaku meninggalkan organisasi, yang

meliputimencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri.

Suara : perilaku yang berupaya memperbaiki kondisi, seperti memberi saran

perbaikan, ataupun berdiskusi dengan atasan.

Kesetiaa : secara pasif namun optimis menunggu perbaikan kondisi, yang meliputi membela organisasi dari kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”. Pengabaian : secara pasif membiarkan keadaan memburuk, yang

meliputi keabsenan atau

keterlambatan kronis, penurunan kinerja, dan peningkatan kesalahan.

BAB XV

Dalam dokumen KEPEMIMPINAN ISLAM DAN PERILAKU ORGANISASI (Halaman 111-116)

Dokumen terkait