• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Kepuasan Kerja

2) Meningkatkan suplai pegawai yang berkemampuan. Jumlah pegawai yang lebih tinggi kemampuannya dari sebelumnya akan menjadi bertambah sehingga memudahkan pihak pimpinan (manajemen) untuk menempatkan pegawai dalam pekerjaan yang lebih tepat. Dengan demikian, suplai pegawai yang berkemampuan bertambah dan jelas akan menguntungkan organisasi.

3. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbins,2003:78).

Istilah kepuasan kerja (job statisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negative terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003: 312).

Keith Davis dalam (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employees view their work”, (kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja). Sedangkan Wexley dan Yukl dalam (Mangkunegara, 2005) mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an employe feels about his or her job” (Adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya).

32 Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner dan Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan artinya bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya.

Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Secara historis, pegawai yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Masalahnya adalah terdapatnya pegawai yang kepuasan kerjanya tinggi tidak menjadi pegawai yang kinerjanya tinggi.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001:225) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:

1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

33 Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.

3) Value attainment (pencapaian nilai)

Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4) Equity (keadilan)

Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relative lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5) Dispositional/genetic component (komponen genetik)

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

34

b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Pekerjaan yang menantang secara mental (pekerjaan-pekerjaan baru yang sulit dikerjakan), upah yang memadai, kondisi kerja yang mendukung serta rekan kerja yang menyenangkan juga merupakan empat faktor yang mendorong terjadinya kepuasan kerja:

1) Kerja yang secara mental menantang (mentally challenging work).

Pekerja cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberinya kesempatan tugas yang variasi, memberikan kebebasan serta memungkinkan mendapat umpan balik mengenai hasil kerjanya. Ciri-ciri yang disebutkan di atas adalah cirri pekerjaan yang menantang secara mental. Pekerjaan yang tanpa tantangan cenderung membosankan, tetapi pekerjaan yang tantangannya terlalu tinggi dapat membuat frustasi dan perasaan takut atau khawatir tidak berhasil. Jadi posisi di mana karyawan merasa senang dan puas adalah pekerjaan dengan tantangan yang moderat (under conditions of moderate challenge).

2) Imbalan yang memadai (equitable rewards).

Pekerja menginginkan sistem imbalan dan promosi yang adil, tidak mempunyai standar ganda dan sejalan dengan peraturan dan dengan apa yang telah disepakati. Kepuasan kerja akan timbul dalam diri pekerja jika sistem pengupahan dirasakan adil, sesuai beban pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar upah yang berlaku umum. Tidak semua karyawan mengejar uang, karena itu kadang-kadang rasa adil menjadi lebih penting. Kepuasan kerja juga akan dirasakan karyawan jika di dalam promosi

35 dilaksanakan secara bijak dan adil, karena promosi member kesempatan untuk pengembangan diri, perluasan tanggung jawab dan peningkatan status social dan peningkatan gaji atau upah.

3) Kondisi kerja yang mendukung (supportive working conditions).

Pekerja sangat peduli pada lingkungan kerjanya, baik untuk kenyamanan pribadi ataupun agar tugas dapat dikerjakan dengan baik. Kondisi kerja yang baik itu antara lain, lingkungan fisik yang tidak membahayakan, suhu, cahaya, kebisingan dan lain-lain tidak dalam kondisi ekstrim. Karyawan juga menyukai kantor atau tempat kerja yang bersih dan modern dengan perlengkapan yang memadai. Lingkungan kerja kondusif mempengaruhi kepuasan kerja.

4) Rekan kerja yang menyenangkan (supportive colleagues).

Telah disebutkan bahwa pekerja mengharapkan lebih dari sekedar uang dan prestasi fisik lain di dalam bekerja. Bagi sebagian besar pekerja, mempunyai pekerjaan berarti juga mengisi kebutuhan atau interaksi social. Untuk memenuhi hal itu maka mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung akan meningkatan kepuasan kerja. Atasan adalah salah satu rekan kerja, karena perilaku atasan adalah salah satu faktor yang dominan di dalam menentuan kepuasan kerja.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja seorang pegawai itu dapat dinilai dari kerja yang secara mental menantang, imbalan yang memadai, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang menyenangkan yang didapat dari tempat kerja tersebut.

36

4. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2007).

Istilah kinerja berasal dari Job Performance atau actual performance (Prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Anwar P.M, 2005 : 67).

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun structural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.

Deskripsi dari kinerja menyangkut 3 komponen penting yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan penting.

37 Aspek ketiga dari dimensi kinerja adalah penilaian. Penilaian kinerja secara regular yang dikaitan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berprilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional, dan penilaian regular mempunyai peran penting dalam meningkatkan motivasi personel.

b. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrument penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja ini membantu pengambilan keputusan bagian personalia dan memberikan umpan balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka.

Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu: 1) Penilaian kemampuan personel.

Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektivitas manajemen sumber daya manusia.

2) Pengembangan personel

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi.

38 c. Kesalahan Penilaian Kinerja

Beberapa kesalahan penilaian menurut Mathis dan Jackson (2002), antara lain:

1) Permasalahan penggunaan standar yang berbeda-beda.

Ketika menilai seorang karyawan, manajer harus menghindari pemakaian standard harapan yang berbeda-beda terhadap para karyawan yang mengerjakan pekerjaan yang sama, yang pastinya akan membangkitkan kemarahan karyawan. Persoalan seperti itu kemungkinan terjadi ketika kriteria yang ambigu dan pembobotan yang subjektif oleh atasan digunakan dalam penilaian.

2) Efek resesi

Kesalahan yang terjadi ketika penilaian memberikan bobot yang lebih besar untuk kejadian yang memang baru saja terjadi pada kinerja karyawan.

3) Kesalahan cenderung memusat, kesalahan kelonggaran dan kekakuan.

Kesalahan cenderung memusat memberikan nilai kepada seluruh karyawan dalam sebuah skala yang sempit yaitu di tengah-tengah skala. Kesalahan kelonggaran terjadi jika penilaian pada seluruh karyawan, terdapat pada tingkat tertinggi dari skala penilaian. Kesalahan kekakuan terjadi ketika manajer menggunakan hanya bagian yang lebih rendah suatu skala untuk menilai karyawan-karyawan.

4) Bisnis dari penilaian

39 5) Efek halo

Terjadi ketika seorang manajer menilai tinggi atau rendah karyawannya untuk seluruh item karena satu karakteristik saja.

6) Kesalahan kontras

Kecenderungan untuk menilai orang-orang secara relatif terhadap orang lain, bukannya dibandingkan dengan suatu standar kinerja.

d. Faktor-faktor Kinerja

Menurut Anwar (2005:67-68), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu :

1) Faktor Kemampuan (ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya. Menurut Suyadi (1993:193) secara sederhana kemampuan seseorang dapat dilihat dari keahlian atau skill yang dimiliki seseorang. Keahlian tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman.

2) Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri

40 pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2007: 100) yaitu sebagai berikut:

1) Personal facors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2) Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3) Team factors, ditunjukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

4) System factor, ditunjukan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

5) Contextual/situational factors, ditunjukan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

David C. Mc Clelland dalam Anwar P.M. (2005:68) berpendapat bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja yang maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal apabila pegawai tersebut memilki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi tersebut perlu dimiliki

41 oleh pegawai yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja.

Dokumen terkait