As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan senyawa yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan.
As2O3 ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan 35 sedikit rasa (lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih. Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan (sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.
a. Tanda dan Gejala Keracunan Ada 4 tipe gejala keracunan: 1. Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta absorbsinya berjalan sangat cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan saraf pusat yang hebat khususnya pusat-pusat vital dimedulla, antara lain:
Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah
Denyut nadi cepat dan lemah
Pernafasan sukar dan dalam
Stupor atau semicomatous
Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak tampak gejala iritasi gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada lambung, usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
Rasa sakit dan cramp pada perut
Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
Mulut terasa kering
Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.
Gejala klinis diatas sangat individual, dimana satu penderita condong menunjukkan gejala profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan gejala muntah atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.
Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas, kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat hilangnya cairan tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup. 3. Subacute Type 36
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow excretion).
Gejalanya:
Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.
Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea berkepanjangan
Cramp dan dehidrasi
Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria
Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita mengalami keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian. 4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-gejala:
Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan ke arah sentral.
Anaesthesia
Rambut dan kuku rontok
Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare
Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi
Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
Garis melintang pada kuku berwarna putih.
Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki b. Pemeriksaan Forensik
Keracunan Akut :
Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi
Pemeriksaan dalam ditemukan tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (fleas bitten appearance)
Keracunan Kronik :
Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenic), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenic). Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mee’s lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku.
Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
Mee’s Lines 2.1.15 Timah
Publum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam jumlah besar dalam badan accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu, timah solder, bahan dasar cat, dempul meni, dan glasier dari benda-benda keramik dan gelas (crystal lead). Pb juga terdapat pada bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut surma, demikian juga dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick, dan blush-on.
Timbel di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul protein yang menyebabkan hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim yang dihambat adalah enzim delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan dalam sintesi hemoglobin.
a. Tanda dan Gejala Keracunan Keracunan Akut :
Korban merasa sepat (rasa logam), muntah-muntah berwarna putih Karena adanya Pb Klorida, dan juga diare dengan feses hitam akibat adanya PbS. Kedua hal ini dapat menyebabkan dehidrasi.
Keracunan Kronik :
Korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi, karena pucat timbul sebagai akibat spasme arteriol di bawah kulit. Rasa logam pada mulut, anoreksia, obstipasi, kadang diare.
b. Pemeriksaan Forensik
Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin, Pada jenazah, dapat ditemukan, Keracunan Akut :
Tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung warna putih. Usus spastic dan feses berwarna hitam.
Keracunan Kronik :
Tubuh sangat kurus, pucat terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronikm dan pada usus nampak bercak-bercak hitam
Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, jati dan otak, sehingga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti kadar Pb dalam darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas pada Pb, dan protoporfirin eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan koproporfirin III juga dapat dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb.