• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kisaran keragaman Shannon (H’) secara spesies dari 3,01-4,17, secara genus 2,57-3,59, dan genus predominan 2,18-2,53. Hasil korelasi yang tinggi antar tipe keragaman (r = 0,89-0,95) memberi peluang untuk dapat mengkalkulasi salah satu tipe keragaman foraminifera bentik -baik secara spesies, genus, maupun genus predominan- yang dikaitkan dengan persentase penutupan karang dan FORAM Index. Nilai keragaman yang lebih dari 2,1 menunjukkan kondisi perairan lautan pada umumnya dari perairan dangkal sampai perairan dalam (Murray, 1991b dan Heinz et al., 2004). Sta. KU dan Sta. KB menunjukkan konsistensi keragaman yang tinggi dengan jumlah taksa yang tinggi juga, sedangkan jumlah individu dalam setiap taksa cukup rendah. Sta. OB menunjukkan keragaman yang paling rendah, hal yang sama terjadi pada jumlah taksa yang terendah diikuti kelimpahan relatif tertinggi (Gambar 9, 11, dan 14). Secara umum, keragaman tertinggi berada di Pulau Karang Bongkok, diikuti Pulau Pramuka, kemudian Pulau Onrust. Hasil ANOVA satu arah (α = 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara stasiun yang terletak antara Pulau Karang Bongkok dan Pulau Pramuka meski keragaman di Pulau Pramuka lebih rendah. Perbedaan keragaman yang nyata terjadi antara Pulau Karang Bongkok dan Pulau Onrust serta antara Pulau Pramuka dan Pulau Onrust.

Wilayah yang berdekatan dengan aktivitas daratan dan mengalami tekanan akibat kadar nutrien yang tinggi cenderung menyebabkan nilai keragaman menjadi lebih rendah (Renema, 2008). Kandungan nutrien terutama amonia dan fosfat pada Pulau Pramuka lebih tinggi dibandingkan Pulau Karang Bongkok

yang sangat sedikit terpengaruh oleh aktivitas manusia. Pulau ini hanya memiliki satu rumah penginapan yang jarang digunakan, selain itu aktivitas selam tidak sebanyak Pulau Pramuka meski persentase penutupan karangnya lebih baik dari Pulau Pramuka. Hal ini dikarenakan jarak dari Pulau Pramuka yang cukup jauh ke Pulau Karang Bongkok (~9 km). Waktu yang dibutuhkan ke pulau ini dari Pulau Pramuka sekitar satu jam menggunakan perahu motor kecil. Pulau yang berdekatan dengan Pulau Karang Bongkok adalah Pulau Opak Kecil dan Pulau Opak Besar. Di lain pihak, Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau dengan aktivitas masyarakat tinggi mulai dari pemerintahan, pendidikan, penangkapan ikan, budidaya perairan, olahraga air, dan pariwisata lautnya. Selain itu Pulau Pramuka berhadapan dengan Pulau Panggang yang juga merupakan wilayah pemukiman cukup padat dengan berbagai aktivitasnya. Jalur perairan antara Pulau Panggang dan Pulau Pramuka cukup aktif sebagai jalur penyeberangan laut.

Gambar 14 Indeks keragaman foraminifera bentik.

Pulau Onrust yang sangat dekat dengan Teluk Jakarta (~7 km) mengalami tekanan ekologi sangat tinggi, menyebabkan keragaman foraminifera bentik pada pulau ini sangat rendah dimana jumlah individu dalam beberapa genus atau spesies menjadi sangat dominan. Aktivitas daratan dari kota besar seperti Jakarta yang berkali lipat dari Pulau Pramuka dan Pulau Panggang akibat jumlah penduduknya yang lebih dari 9,6 juta orang ditambah sekitar 2,5 juta pekerja tambahan setiap harinya (Firman et al., 2011) menyebabkan polusi yang dihasilkannya sangat tinggi, sehingga dapat mempengaruhi lingkungan perairan di Pulau Onrust. Pengaruh yang merugikan ini ditambah dengan tekanan ekologi

dari sejumlah pulau di sekitar Pulau Onrust yang digunakan sebagai tempat pariwisata seperti Pulau Bidadari, Pulau Ayer, dan Pulau Kelor, menambah beban pencemaran di perairan Pulau Onrust. Genus Calcarina, Neorotalia, dan Elphidium mendominasi perairan di Pulau Onrust. Elphidium merupakan tipe oportunis yang dapat berkembang dengan baik saat terjadi kelimpahan mikroalga sebagai makanannya (Murray, 2006) yang dipicu oleh tingginya nutrien.

Keberadaan Calcarina dan Neorotalia di zona eutrofik menjadi menarik karena menurut Hallock et al. (2003), meningkatnya nutrien akan digunakan oleh mikroalga untuk pertumbuhan dan reproduksi yang pada akhirnya akan merugikan inangnya, dalam hal ini Calcarina dan Neorotalia yang memiliki sifat endosimbion. Pada kenyataannya kedua genus ini sangat melimpah di Pulau Onrust, bahkan kelimpahan Calcarina melampaui Elphidium. Dominasi Calcarina terutama diakibatkan karena melimpahnya spesies C. spengleri. Telah diungkapkan pada bahasan sebelumnya bahwa dominasi C. spengleri dan N. calcar memberikan kesimpulan sementara bahwa kedua spesies endosimbion ini diduga merupakan hewan oportunis dan juga mungkin merupakan kumpulan foraminifera mati yang berasal dari sedimen masa lalu ketika masih menjadi ekosistem terumbu karang. Hewan oportunis memiliki sifat generalis yang memanfaatkan makanan tidak hanya dari alga yang bersimbiosis dengannya, tetapi juga aktif mengambil makanan dari luar dirinya. Lebih jauh lagi berdasarkan kesimpulan Renema et al. (2001) terhadap pendapat Hallock (1991), foraminifera akan membangun cangkang yang kuat dan tebal di wilayah yang memiliki energi perairan yang kuat (seperti paparan arus dan gelombang), sedangkan di perairan yang tenang akan didominasi foraminifera yang bercangkang tipis. Kelimpahan C. spengleri dan N. calcar yang tinggi di Sta. OU dan Sta. OB yang berhadapan dengan laut terbuka sesuai dengan pendapat tersebut bila dibandingkan dengan Sta. OS yang memiliki kemiripan kondisi lingkungan perairan, namun berada pada wilayah yang semi tertutup. Pola yang serupa pada jenis Calcarina dan Neorotalia dapat ditemukan di Sta. KT, Sta. PU, dan Sta. PT yang berhadapan dengan laut terbuka dimana kelimpahannya lebih tinggi dibanding stasiun lainnya pada pulau yang sama.

Terumbu karang menyediakan beragam habitat bagi organisme yang berasosiasi dengannya, sehingga sejumlah besar spesies dapat hidup di ekosistem ini dengan kelimpahan yang bervariasi. Rusaknya ekosistem ini secara fisik seperti meningkatnya pecahan karang dan sedimentasi akan memperkecil relung hidup bagi banyak spesies. Peningkatan nutrien berperan dalam menambah tekanan terhadap eksistensi terumbu karang sehingga dapat mengurangi tutupan karang hidup dan makin mengurangi keragaman habitat yang berujung pada berkurangnya jumlah spesies dan individu yang berasosiasi. Pada saat itu, umumnya organisme generalis akan mendominasi ekosistem yang sudah rusak (Renema, 2008) karena kemampuan mereka dalam memanfaatkan berbagai pakan yang tersedia dalam kondisi ekosistem yang tertekan.

Dokumen terkait