• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

2.2 Kerangka Berfikir

Pendidikan di Indonesia mengalami masalah dalam hal keterampilan pemecahan masalah, hal ini dibuktikan dengan rendahnya pencapaian hasil PISA dan ujian nasional. Selain itu siswa juga masih tergantung dengan guru. Siswa masih memiliki ketergantungan dengan guru dalam proses belajar sehingga tidak menggap bahwa dirinya tidak bisa belajar jika tanpa guru. Siswa juga lebih menyukai soal dalam bentuk pilihan ganda dibandingkan soal essay. Masalah ini diakibatkan karena siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika sehingga kemampuan pemecahan masalahnya menjadi kurang. Masalah ini juga terjadi di SMP Negeri 1 Bintan dan SMP Negeri 2 Bintan yaitu pada materi segitiga dan segiempat. Siswa belum dapat menerapkan keempat langkah polya dalam memecahkan masalah secara efektif. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan pemecahan masalah matematika sangat penting untuk diterapkan agar melatih keterampilan berpikir matematis. Pemecahan masalah mampu membangun sifat teliti dan kritis dalam diri siswa, sehingga konsep penyelesaian masalah sangat berguna untuk melatih kemampuan matematika yang dimilikinya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini terdiri atas dua kelas eksperimen dari dua sekolah negeri yang ada di Kepulauan Riau. Satu kelas akan diterapkan pembelajaran mandiri berbantuan modul bernuansa budaya melayu dan satu kelas lagi akan diterapkan model pembelajaran PBL berbantuan modul bernuansa budaya melayu. Penelitian diawali dengan melakukan tes kemampuan pemecahan masalah awal kepada kedua kelas eksperimen dari masing-masing sekolah, hal ini digunakan sebagai indikator peningkatan nilai siswa sebelum perlakuan dan sesudah pembelajaran. Langkah selanjutya yaitu peneliti akan menerapkan pembelajaran dengan model PBL berbantuan modul bernuansa budaya melayudan menerapkan pemberian modul bernuansa budaya melayudisertai pembelajaran mandiri.

Untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa

dalammenjawab soal pada penelitian ini, digunakan indikator berdasarkan

tahapanpemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya. Tahap

pemecahanmasalah menurut Polya (1985) meliputi memahami masalah, merencanakanpenyelesaian, menyelesaikan masalah, dan peninjauan kembali. Untuk menguji keefektifan pembelajaran, langkah atau proses pembelajaran yang dilakukan yaitu dengan aktifitas pembelajaran yang menanamkan karakter cinta budaya melayu dan menumbuhkan keterampilan proses dengan memberikan masalah-masalah matematis dan soal-soal latihan yang berbentuk uraian dengan pembelajaran mandiri maupun dengan model PBL. Modul bernuansa budaya melayu ini diberikan pada awal pembelajaran, hal ini dikarenakan agar siswa

mampu belajar secara mandiri terlebih dahulu tanpa mengandalkan pembelajaran dikelas.

Penelitian dilaksanakan dengan satu kali pertemuan pertama untuk melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah awal, lima kali pertemuan pembelajaran dan satu kali pertemuan untuk tes kemampuan pemecahan masalah akhir. Desain pembelajaran ini bertujuan agar kemampuan pemecahan masalah siswa dapat meningkat sekaligus dapat meningkatkan karakter cinta budaya lokal siswa yang semakin hari semakin luntur akibat termakan zaman.

Pembiasaan soal pemecahan masalah diharapkan agar siswa terbiasa dalam menghadapi soal-soal seta terampil dalam memecahkan masalah matematika. Pemberian modul bernuansa budaya melayu betujuan agar siswa senang dan bersemangat untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah serta mampu menyelesaikan dengan baik dan benar. Berikut skema kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.4

Sekolah 1 Sekolah 2

Gambar 2.4 Skema Kerangka Berfikir

1. Siswa mampu memecahkan soal pada materi segitiga dan segiempat bernuansa etnomatematika

2. Menumbuhkan rasa cinta budaya lokal pada diri siswa Model PBL + modul Bernuansa etnomatematika Pembelajaran Mandiri+ modul Bernuansa etnomatematika

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi segitigasegiempat dan Rendahnya rasa cinta budaya lokal

Berdasarkan kajian teori diatas, peneliti memandang perlu diadakannya penelitian khusus mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika dengan rancangan pembelajaran mandiri dan model PBL berbantu modul bernuansa budaya melayuyang membangun kemampuan pemecahan masalah. Penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah analisis yang berguna untuk mengkaji, melihat dan membantu meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa di Kepulauan Riau.

2.3 Hipotesis

a. Kemampuan pemecahan masalah pada siswa yang diajar dengan pebelajaran

mandiri dan model Problem Based Learningbernuansabudaya

melayuberbantuan modul mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal.

b. Kemampuan pemecahan masalah pada siswa yang diajar dengan pebelajaran

mandiri dan model Problem Based Learning bernuansabudaya

melayuberbantuan modul melebihi KKM yang ditentukan.

c. Ada perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan menggunakan pembelaaran mandiri bernuansa budaya melayu Kepulauan Riau berbantuan modul dan peembelajaran model PBL bernuansa budaya melayu Kepulauan Riau berbantuan modul.

d. Ada peningkatan pada kemampuan pemecahan masalah dan rasa cinta budaya setelah pembelajaran mandiri dan model PBL berbantuan modul bernuansa budaya melayu Kepulauan Riau.

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian pada bab sebelumnya, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1 Pembelajaran mandiri dan pembelajaran dengan model Problem Based

Learning bernuansa budaya melayu Kepulauan Riau berbantuan modul

efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang ditandai dengan:

a) kemampuan pemecahan masalah siswa kelas pembelajaran mandiri maupun dengan model Problem Based Learningmencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal.

b) Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan pembelajaran mandiri dan dengan model Problem Based Learning berbantuan modul etnomatematika bernuansa budaya melayu melebihi KKM yang diberikan.

c) Tidak ada perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan pembelajaran mandiri dan siswa yang diajarkan dengan model Problem Based Learning berbantuan modul etnomatematika bernuansa budaya melayu.

d) Terjadi peningkatan pada kemampuan pemecahan masalah dan rasa cinta budaya lokal siswa sesudah pembelajaran.

2 Kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan model Problem

Based Learning bernuansa budaya melayu Kepulauan Riau berbantuan

modul dengan pengembangan karakter cinta budaya yaitu terjadi peningkatan pada karakter cinta budaya yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

5.2 Saran

Berikut beberapa hal yang dapat peneliti sarankan kepada siswa, guru, sekolah, maupun peneliti selanjutnya:

1. Bagi siswa, kemampuan pemecahan masalah dan karakter cinta budaya telah terbentuk selama belajar matematika dengan materi bidang datar menggunakan model PBL maupun pembelajaran mandiri berbantuan modul bernuansa budaya melayu Kepulauan Riau. Jadi diharapkan agar selalu dikembangkan dalam dan dijadikan sebagai dasar untuk menggali kemampuan pemecahan masalah pada materi lain dan pelajaran lain. 2. Bagi guru, agar dapat mempercayai kemampuan siswa dalam belajar. Guru

tidak harus menjadi sumber belajar, tetapi guru juga bisa menjadi fasilitator dalam pembelajaran.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian memiliki kendala dengan kelas eksperimen2 dimana peneliti menggunakan pembelajaran mandiri atau belajar mandiri. Kesulitan yang dialami yaitu tidak bisa mentransferkan langkah-langkah polya secara maksimal sehingga dibutuhkan waktu yang sedikit lama dalam belajar. Untuk peneliti selanjutnya agar bisa menggunakan pendekatan atau model yang lebih efisien lainnya dalam

penelittian selanjutnya dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang.

Dokumen terkait