• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penasehatan kepada calon pengantin telah dilaksanakan meskipun belum maksimal. Penasehatan ini bertujuan untuk memberikan bekal kepada calon pengantin tentang pengetahuan berkeluarga dan reproduksi sehat agar supaya calon pengantin memiliki kesiapan pengetahuan, fisik dan mental dalam memasuki jenjang perkawinan untuk membentuk keluarga sakinah, sehingga angka perselisihan dan perceraian dapat ditekan.

Menurut hemat peneliti bila penasehatan pranikah dilaksanakan secara optimal maka akan mampu menekan angka perceraian tersebut.

Begitupun dengan kegiatan konseling keluarga mutlak diperlukan, karena tingginya angka perselisihan mendorong meningkatnya angka perceraian yang membuat keluarga berantakan sebagai sumber utama timbulnya masalah sosial. Perselisihan keluarga sulit diselesaikan dalam interen keluarga karena sama sulitnya dengan bersikap netral terhadap persoalan yang dihadapi oleh pihak suami maupun isteri, untuk itu diperlukan

pihak ketiga yang netral yaitu konselor. Selama ini penasehatan dilakukan melalui Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).

Penasehatan pranikah atau kursus calon pengantin (suscatin) dan konseling keluarga harus diberikan kepada setiap calon pengantin dan keluarga yang tengah berselisih, dengan nasehat dan bimbingan dari konselor yang profesional tujuan pernikahan; mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah akan dapat tercapai, tanpa konselor yang profesional serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, sulit diharapkan tujuan mulia pernikahan itu bisa tercapai.

Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Dari sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.

Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi. Agama Islam juga telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahn, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat

membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia di mana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar dijalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan Islam.

Menikah merupakan sunnah para nabi dan para rasul, di samping sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan dan karunia nikmat dari Allah Azza wa Jalla. Melalui pernikahan, manusia yang berpasangan laki dan perempuan akan memulai menjalani kehidupan baru, yaitu kehidupan rumah tangga, yang menjadi dambaan setiap manusia di muka bumi ini. Demikian ini sudah sunnatullah, yang merupakan siklus kehidupannya sebelum semuanya berakhir, yaitu mendapatkan keturunan.

Di hadapan sepasang suami-istri tersebut mementang berbagai permasalahan yang harus dihadapi bersama. Permasalahan di dalam keluarga sangatlah kompleks dan saling berkaitan, antara satu dengan lainnya.

Dengan demikian pasangan suami isteri hendaknya melaksanakan prinsip-prinsip dalam perkawinan.

Dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu :

a. Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranya adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk

mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.

b. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.

c. Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.

d. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selama-lamanya.

e. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, di mana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.

Adapun prinsip-prinsip atau asas-asas perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan, disebutkan di dalam penjelasan umumnya sebagai berikut:

a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan pribadinya, membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

b. Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

c. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan Agama.

d. Undang-Undang ini mengatur prinsip, bahwa calon suami isteri itu harus masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk mengerem lajunya kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi,

berhubungan dengan itu, maka Undang-Udang Perkawinan ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.

e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk mungkin perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri bagi golongan luar Islam.

f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan bermasyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.

Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.

Jika pemahaman materi pembinaan Perkawinan (BP4) agama isteri bagus, maka keputusan cerai gugat tidak akan terjadi, maka angka cerai gugat akan berkurang.

Mempunyai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah dambaan setiap insan, baik yang akan maupun yang tengah membangun rumah tangga.

Faktanya menunjukan bahwa banyak orang yang merindukan rumah tangga menjadi suatu yang teramat indah, bahagia, penuh dengan berkah. Namun, fakta juga membuktikan tidak sedikit keluarga yang hari demi harinya hanyalah perpindahan dari kecemasan, kegelisahan dan penderitaan. Bahkan tidak jarang di akhiri dengan pertengkaran, perceraian dan juga penderitaan. Ada ungkapan Rasulullah SAW “Baitii jannatii” rumahku adalah surgaku, merupakan ungkapan tepat tentang bangunan rumah tangga/keluarga ideal.

Dimana dalam pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa Iman, kelengkapan bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang kehidupannya dengan Ihsan, tanpa mengurangi kehirauan kepada tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia tak lepas dari hajat keduniaan, baik yang bersifat kebendaan maupun bukan. Merindukan suatu keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah itu tidak asal jadi, yang hanya bermodalkan cinta saja, tetapi dibutuhkan kesungguhan, keyakinan, keberanian, serta dibutuhkan kerja keras dan kemauan yang kuat untuk mewujudkannya.

Ada beberapa indikasi untuk menciptakan keluarga yang bahagia:19

Pertama, dengan menjadikan keluarga yang ahli ibadah, keluarga yang ahli taat, keluarga yang menghiasi dirinya dengan dzikrullah dan keluarga yang selalu rindu untuk mengutuhkan kemulian hidup di Dunia, terutama mengutuhkan kemuliaan dihadapan Allah

19Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004.

SWT kelak di Surga. Yang menjadikan tempat berkumpulnya keluarga di Surga sebagai motivasi dalam meningkatkan amal ibadah.

Kedua, menjadikan rumah tangga sebagai pusat ilmu. Pupuk iman adalah Ilmu. Memiliki harta tapi kurang ilmu akan menjadikan kita diperbudaknya. Harta dinafkahkan akan habis, iImu dinafkahkan tidak akan habis dan akan berlimpah. Pastikan keluarga kita sungguh sungguh mencari ilmu baik ilmu tentang Dunia maupun Ilmu Akhirat, bekali anak sedari kecil dengan ilmu dan jadilah orang tua yang senantiasa menjadi sumber ilmu bagi anak-anaknya. Ketiga, jadikan rumah sebagi pusat nasihat. Kita harus tahu persis semakin hari semakin banyak yang harus kita lakukan, untuk itu kita butuh orang lain agar bisa saling melengkapi kekurangan, guna memperbaiki kesalahan kita. Apabila sebuah rumah tanga mulai saling menasihati, maka keluarga bagaikan cermin yang akan membuat anggota keluarganya berpenampilan lebih baik dan lebih baik lagi. Karena tidak ada koreksi yang lebih baik daripada koreksi dari keluarga.

Keempat, jadikan rumah sebagi pusat kemulian,pastikan keluarga kita sebagai contoh bagi keluarga yang lain. Berbahagialah jika keluarga kita dijadikan contoh teladan bagi keluarga lain. Itu berarti masing-masing anggota keluarga senantiasa menuai pahala dari setiap orang yang berubah karena kita sebagi jalan kebaikannya, saling berlomba-lombalah dalam memunculkan kemulian di keluarga agar terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Perceraian merupakan bagian dari perkawinan. Karena itu perceraian senantiasa diatur oleh hukum perkawinan. Hukum perkawinan di

Indonesia tidak hanya satu macam, tetapi berlaku berbagai peraturan hukum perkawinan untuk pelbagai golongan warga negara dan untuk pelbagai daerah. Hal ini disebabkan oleh ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang telah membagi golongan penduduk Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu : golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan Indonesia Asli (Bumiputera).20

Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan pengadilan, baik itu suami karena suami yang telah menjatuhkan cerai (thalaq), ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohonkan hak talak sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam ajaran agama Islam, perceraian telah dianggap sah apabila diucapkan seketika itu oleh si suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai dari akibat hukum atsa perceraian tersebut.21

Di mata hukum, perceraian tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Artinya, harus ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan sebuah perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang notabene berwenang memutuskan, apakah sebuah perceraian layak atau tidak untuk dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang menyangkut konsekuensi terjadinya perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan perceraian. Misalnya soal hak asuh anak, serta pembagian harta gono-gini.22

20Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 15

21Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007, hal. 17. 22

Perceraian adalah hal yang tidak diperbolehkan baik dalam pandangan Agama maupun dalam lingkup Hukum Positif. Agama menilai bahwa perceraian adalah hal terburuk yang terjadi dalam hubungan rumah tangga. Namun demikian, Agama tetap memberikan keleluasaan kepada setiap pemeluk Agama untuk menentukan jalan islah atau terbaik bagi siapa saja yang memiliki permasalahan dalam rumah tangga, sampai pada akhirnya terjadi perceraian. Hukum Positif menilai bahwa perceraian adalah perkara yang sah apabila memenuhi unsur-unsur cerai, diantaranya karna terjadinya perselisihan yang menimbulkan percek-cokan yang sulit untuk dihentikan, atau karena tidak berdayanya seorang suami untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.23

D. Konsep Operasional. a. Pernikahan

 Wanita muslimah harus mengetahui pengertian pernikahan.

 Wanita muslimah harus mengetahui apa saja perlu dipersiapkan sebelum pernikahan.

 Wanita muslimah harus mengetahui dasar utama memilih pasangan hidup.

 Wanita muslimah harus mengetahui tujuan pernikahan menurut menurut hukum Islam dan perundang-undangan.

 Wanita muslimah harus mengetahui tanda-tanda rumahtangga sakinah.

23

 Wanita muslimah harus mengetahui pentingnya akidah yang benar dan ibadah dalam keluarga.

 Wanita muslimah harus mengetahui ciri-ciri wanita saleha.  Wanita muslimah harus mengetahui kewajiban seorang isteri.

 Wanita muslimah harus mengetahui usaha menjaga keharmonisan rumah tangga.

 Wanita muslimah harus mengetahui fungsi keluarga.

 Wanita muslimah harus mengetahui penyelesaian perselisihan dalam perkawinan.

b. Perceraian

 Wanita muslimah harus mengetahui pengertian perceraian.

 Wanita muslimah harus mengetahui apa saja dampak negatif terjadinya perceraian.

 Wanita muslimah harus mengetahui pengertian cerai gugat.

 Wanita muslimah harus mengetahui hukum seorang isteri minta cerai.

c. BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan)

 Wanita muslimah harus mengetahui pengertian BP4.  Wanita muslimah harus mengetahui peran dan tugas BP4.

Dokumen terkait