• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.5 Kerangka Berpikir

2.5 Kerangka Berpikir

Studi pragmatik memunculkan suatu fenomena baru yang di kenal dengan basa-basi. Basa-basi muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, mengakhiri pembicaraan guna untuk tercipta hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi dapat muncul di berbagai macam bidang atau lingkungan dimana ada penutur dan mitra tutur, salah satunya seperti di dalam bidang pendidikan. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi berbahasa dalam ranah pendidikan, khususnya basa-basi dalam berbahasa antara guru dan siswa di SMP N 12 Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan teori basa-basi dan beberapa teori yangmendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antara guru dan siswa. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Jayanti mendefinisikan phatic communion. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Istilah basa-basi mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang

meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Malinowski mengatakan fungsi tersebut sebagai modus tindakan (antarpenutur) bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa.

Kedua, Jakobson (1980) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai , mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Jakobson memaparkan (1980:81) terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut adalah addresser (pengirim pesan), message (pesan), addressee (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode).

Ketiga, Searle (1976 : 1-24) mengatakanan bahwa jenis tindak tutur merupakan salah satu fenomena teori pragmatik. Fenomena tindak tutur tersebut, terbagi menjadi tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu : (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur ekspresif, (4) tindak tutur komisif, (5) tindak tutur deklaratif. Fenomena pragmatik Searle ini digolongkan dalam tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertututur. Secara tidak langsung basa-basi berbahasa masuk dalam pengertian bentuk tindak verbal yang digolongkan oleh Searle.

ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut, karena memang Pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya dalam bahasan mengenai basa-basi, tuturan akan dikatan basa-basi ditinjau melalui konteks yang melingkupinya.

Kelima, Harimurti Kridalakasna (1986:111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Selain itu Harimurti juga membagi beberapa partikel fatis dan kata fatis yang digunakan dalam sebuah pembicaraan.

Keenam, Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut, sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud.

Ketujuh, Ibrahim (1993: 16) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi komunikatif ke dalam Skema Tindak Tutur (STT). STT tersebut didasari atas maksud ilokusi, atau sikap yang terekspresikan, yang digunakan untuk membedakan tindak-tanduk ilokusi. Skema Tindak Tutur ini terdapat taksonomi tindak ilokusi yang mencakup tindak tutur konstantif (constatif), direktif (directive), komisif (comissives),

acknowledgements. Acknowledgments merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitratutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaaan dan kepercayaan tertentu.

Kedelapan, Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan kata lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah, tetapi penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara metodologis penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan aktivitas verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi aktivitas marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia marah atau serius.

Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak tuturan langsung maupun tidak langsung . Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai.

Tuturan sebagai data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode dan teknik kontekstual. Metode dan teknik analisis kontekstual ini artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan

mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2009:36). Setelah proses analisis data selesai, penelitian ini menghasilkan bentuk atau wujud basa-basi antara siswa dan siswa dan makna basa-basi antara siswa dan siswa.

FENOMENA BASA-BASI DALAM KAJIAN PRAGMATIK TEORI BASA-BASI MALINOW- SKI (1923) JAKOBSON (1980) LEECH (1983) SEARLE (1969) KRIDALAK-SANA (1986) ANWAR (1984) IBRAHIM (1993) ARIMI (1998)

DATA TUTURAN BASA-BASI

HASIL PENELITIAN WUJUD BASA-BASI DALAM RANAH PENDIDIKAN MAKSUD BASA-BASI DALAM RANAH PENDIDIKAN

Dokumen terkait