• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 15-50

2.3. Kerangka Berpikir

Perilaku merokok banyak dilakukan pada usia remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu, remaja

mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok (Hurlock, 1980).

Perilaku merokok pada remaja umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor kepribadian. Individu yang merokok kebanyakan adalah individu dengan kepribadian yang cenderung risk taking behavior dan lebih memungkinkan merupakan individu extrovert. Kepribadian risk taking behavior merupakan sifat yang unik dari individu dan relatif menetap pada diri individu. Menurut Adler, risk taking behavior adalah perilaku yang dilakukan individu dimana individu tersebut sudah mengetahui risiko yang akan dihadapi akibat perilakunya tetapi tetap melakukan perilaku tersebut. Para perokok yang mengetahui dan sadar bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya namun tetap mempertahankan perilaku merokoknya, maka perilaku mereka ini dapat digolongkan dalam risk taking behavior yang menggunakan zat-zat tertentu atau substance risk taking behavior (Finaliasari, 2003).

Sebuah laporan tentang kepribadian adiktif oleh The National Academy of Sciences menyimpulkan bahwa tidak ada kesatuan kepribadian tunggal yang unik yang menjadi kondisi yang diperlukan dan mencukupi untuk penggunaan zat, termasuk merokok. Dengan kata lain, sulit untuk mengatakan ada kepribadian adiktif secara khusus. Pada umumnya para ahli melihat kecenderungan ini berdasarkan hasil-hasil evaluasi psikologis, inventori-inventori maupun observasi (Deasy & Kartasasmita, 2007).

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan trait dalam kepribadian untuk melihat hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Kepribadian big five dapat diartikan sebagai pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi kepribadian tersebut adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness. Dari kelima dimensi tersebut, akan diteliti dimensi manakah yang berhubungan baik secara positif atau negatif dengan perilaku merokok pada remaja akhir.

Melalui kepribadian big five dari Costa dan McCrae, didapatkan suatu gambaran umum skor penyalahgunaan zat, termasuk merokok. Dimensi kepribadian neuroticism diperkirakan akan memiliki hubungan secara positif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang yang menunjukkan skor yang tinggi pada dimensi ini akan lebih emosional dan cenderung tidak stabil sehingga individu tersebut cenderung mungkin untuk merokok.

Dimensi kepribadian extraversion diasumsikan akan memiliki hubungan secara positif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang dengan skor extraversion yang tinggi memiliki kecenderungan socially outgoing dan senang berkumpul dengan teman-temannya saat merokok. Dapat dilihat juga dalam fenomena perilaku kolektif dari perilaku merokoknya yaitu apabila dalam kelompok tersebut satu orang merokok maka yang lain akan merokok pula sehingga diperkirakan kecenderungan perilaku merokoknya juga tinggi. Pada

remaja, sifat kerpibadian extrovert juga berkaitan dengan konformitas sosial yang merupakan sifat prediktif pengguna obat-obatan (termasuk rokok).

Untuk dimensi openness diasumsikan akan memiliki hubungan yang positif dengan perilaku merokok. Openness yang dimaksud dalah faktor kepribadian yang mengarah pada originalitas, kreativitas, independensi, dan senang tantangan. Orang yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi ini cenderung merokok karena senang mencari sensasi dan berani mengambil resiko tanpa perhitungan yang matang. Sehingga diperkirakan perilaku merokoknya akan tinggi.

Untuk agreeableness diasumsikan akan memiliki hubungan secara negatif dengan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan orang dengan skor agreeableness yang rendah cenderung argumentatif, tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan akan lebih mungkin terlibat dalam perilaku merokok.

Sedangkan untuk dimensi conscientiousness diasumsikan akan memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku merokok. Conscientiousness yang dimaksud adalah kepribadian yang pekerja keras. Orang yang memiliki skor yang rendah pada dimensi ini, cenderungan kurang pertimbangan yang cermat mengenai konsekuensi dari perilaku mereka dan juga kurang memiliki ketekunan, sehingga diperkirakan perilaku merokoknya akan tinggi.

Usia diasumsikan memiliki pengaruh secara negatif, yang berarti orang dengan usia yang lebih tinggi akan memiliki kecenderungan perilaku merokok yang rendah. Ini dikarenakan semakin matangnya usia, maka kemampuan dirinya

untuk mengontrol diri akan menjadi lebih besar, dan lebih bisa menilai perilaku mana yang dapat membahayakan kesehatan dirinya dan mana yang tidak.

Untuk tingkat pendidikan, dalam sebuah penelitian di Finlandia Timur (dalam Maman, 2009) ditemukan bahwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai keterhubungan yang kuat dengan perilaku merokok.

Sedangkan jenis kelamin diasumsikan memiliki hubungan dengan perilaku merokok. Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak merokok dibandingkan dengan perempuan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pritchard dan Torres (2005) mengenai karakteristik kepribadian sebagai prediktor perilaku kesehatan berisiko didapatkan hasil bahwa partisipasi yang lebih tinggi dalam perilaku merokok hanya terjadi pada laki-laki. Hal tersebut jika dihubungkan dengan agreeableness adalah karena laki-laki kurang menyenangkan dari pada perempuan, sehingga laki-laki harus terlibat dalam perilaku merokok lebih banyak daripada perempuan.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian yang serupa oleh Deasy dan Kartasamita (2003) mengenai hubungan antara kepribadian big five dan perilaku merokok dengan menggunakan sampel dewasa muda. Pada penelitian ini, peneliti mencoba meneliti hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu mengenai hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok, hanya saja penelitian ini menggunakan sampel remaja akhir yang berusia antara 17 sampai 21 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada umumnya remaja sudah mulai merokok pada usia ini. Selain itu, pada masa remaja akhir, kepribadian yang

terbentuk pada diri remaja tersebut juga sudah semakin stabil dari pada saat remaja awal dimana terjadi perubahan besar dalam peran dari anak-anak menuju dewasa. Dalam penelitian ini peneliti juga menambahkan variabel demografis seperti tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin yang diasumsi memiliki hubungan dengan perilaku merokok pada remaja akhir.

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Berpikir

Dimensi Agreebleness (Keramahan) Dimensi Neuroticism Dimensi Conscientiousness (Kesadaran) Usia Jenis Kelamin Dimensi Openess (Keterbukaan) Dimensi Extraversion Tingkat Pendidikan

Perilaku

Merokok

Remaja

Akhir

Dokumen terkait