BAB II KAJIAN TEORI
E. Kerangka Berpikir
Penelitian dengan subjek wujud tuturan bahasa penyiar dan pendengar radio di Cirebon ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk alih kode dan campur kode, serta faktor penyebab yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode. Berikut adalah peta konsep dari kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
Metode Simak Bebas Libat Cakap
Kedwibahasaan Alih Kode Bentuk Internal Perpanjangan Keikutsertaan Campur Kode Internal Eksternal Bergengsi Tujuan tertentu Eksternal
Faktor Bentuk Faktor
Penutur Mitra tutur
Keterbatasan kode Mitra tutur Situasi Pokok pembicara an
Metode dan Teknik Analisis Data Teknik Simak Teknik Catat Teknik Rekam Metode Agih Subtitusional Teknik Bagi Unsur
Langsung (BUL)
Pemeriksaan Teman Sejawat
Triangulasi Metode dan Teknik
Penyediaan Data
Latar belakang diambilnya penelitian ini adalah karena adanya gejala kedwibahasaan yang terjadi pada masyarakat tutur di daerah Cirebon. Bahasa- bahasa yang digunakan oleh masyarakat tutur di daerah Cirebon ialah bahasa Indonesia, bahasa Jawa dialek Cirebon, dan bahasa Sunda. Penelitian ini memfokuskan pada tuturan bahasa penyiar dan pendengar di radio. Pemilihan radio ini disebabkan karena pada saat terjadinya interaksi di antara pendengar dan penyiar, terdapat suatu peristiwa peralihan bahasa dan juga percampuran bahasa dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawa dialek Cirebon, dan bahasa Sunda, maupun dalam bahasa asing.
Pengambilan data dilakukan dengan metode simak dengan teknik rekam dan catat. Penyimakan dilakukan penulis untuk mendeteksi adanya peristiwa alih kode dan campur kode. Selanjutnya, perekaman dilakukan agar memudahkan penulis dalam menranskrip data. Data akan dipilah berdasarkan kategorinya, yakni bentuk alih kode, bentuk campur kode, dan faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode. Masing-masing data yang memenuhi kategori tersebut kemudian dimasukkan dalam kartu data yang berupa kolom-kolom dengan kriteria atau indikator tertentu. Kartu data dibuat untuk memudahkan penulis dalam mengklasifikasikan data mana yang termasuk alih kode, dan data mana yang termasuk campur kode. Setelah data selesai diklasifikasikan, barulah data dianalisis dan dideskripsikan bentuk alih kode dan campur kode, serta faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode. Berikut merupakan tabel indikator dari bentuk dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode.
Tabel 3. Indikator Bentuk Alih Kode dan Campur Kode
Kategori Bentuk Indikator
Alih kode
Internal
Apabila alih kode itu terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek.
Eksternal Apabila alih kode yang terjadi adalah antara bahasa asli dengan bahasa asing.
Campur kode
Internal
Adanya penyisipan kode dari satu bahasa ke bahasa lain dengan unsur-unsur golongan yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi- variasinya.
Eksternal
Adanya penyisipan kode dari satu bahasa ke bahasa lain dengan unsur-unsur golongan yang bersumber dari bahasa asing.
Diolah dari Suwito (1983)
Tabel 3 merupakan indikator dari adanya bentuk alih kode dan campur kode. Indikator tersebut diperoleh dan diolah dari pendapat yang dikemukakan oleh Suwito (1983: 69 - 76). Terdapat dua indikator dari bentuk alih kode menurut Suwito yaitu, alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode internal merupakan peralihan kode yang terjadi antatra satu bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek. Alih kode eksternal merupakan alih kode yang terjadi antara bahasa asli dengan bahasa asing. Indikator berikutnya yaitu indikator dari campur kode yang hampir sama dengan alih kode, yakni memiliki dua bentuk, campur kode internal dan campur kode eksternal. Campur kode internal yaitu adanya penyisipan kode dari satu bahasa ke bahasa lain dengan unsur-unsur golongan yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi-variasinya, sedangkan campur kode eksternal yaitu adanya
penyisipan kode dari satu bahasa ke bahasa lain dengan unsur-unsur golongan yang bersumber dari bahasa asing. Selanjutnya, dipaparkan secara singkat mengenai indikator dari faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam tabel berikut.
Tabel 4. Indikator Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode
Kategori Faktor Indikator
Alih kode
Penutur Adanya maksud tertentu yang diinginkan oleh penutur terhadap lawan tuturnya. Mitra tutur
Adanya usaha dari penutur untuk mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya.
Pokok pembicaraan
Berubahnya topik dari satu topik ke topik yang lain. Perubahan topik atau pokok pembicaraan biasanya mempengaruhi penggunaan kode yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur.
Perubahan situasi Perubahan dari formal ke nonformal dan sebaliknya.
Campur kode
Keterbatasan kode
Terjadi apabila penutur melakukan campur kode karena tidak mengerti padanan kata, frasa, atau klausa dalam bahasa dasar yang digunakannya.
Mitra tutur
Terjadi apabila penutur ingin menyesuaikan bahasa yang dipergunakan oleh mitra tuturnya.
Tujuan tertentu
Ungkapan yang berhubungan dengan tujuan tertentu, misalnya memarahi, mengakrabkan diri, merayu, memerintah, melawak, dan sebagainya.
Bergengsi
Supaya terlihat bahwa penutur tersebut menguasai berbagai bahasa dibandingkan mitra tuturnya.
Diolah dari Chaer dan Leonie (2010), Suwito (1983), Suandi (2014), dan Poedjosoedarmo (1976)
Tabel 4 merupakan indikator dari faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode. Chaer dan Leonie (2010: 108-111) menjelaskan ada beberapa faktor penyebab terjadinya alih kode, yaitu penutur, mitra tutur, perubahan situasi, dan perubahan topik. Hal yang sama juga dikemukanan oleh Suwito (1983: 73) dan Suandi (2014: 136) bahwa penutur, mitra tutur, perubahan situasi dan perubahan topik merupakan faktor-faktor yang biasanya menjadi penyebab terjadinya alih kode.
Selain alih kode, campur kode juga dapat terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Suandi (2014: 143) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode, di antaranya yaitu keterbatasan penggunaan kode, mitra bicara, fungsi dan tujuan tertentu, dan bergengsi. Keterbatasan penggunaan kode terjadi apabila penutur melakukan campur kode karena tidak mengerti padanan kata, frasa, atau klausa dalam bahasa dasar yang digunakannya. Mitra tutur dapat berupa individu atau kelompok, dan biasanya setiap penutur akan menyesuaikan bahasa yang digunakan oleh mitra tutur atau lawan bicaranya sebagai bentuk penghormatan. Faktor bergengsi sendiri disebabkan karena keinginan untuk diakui bahwa dirinya mengusai lebih banyak bahasa dibandingkan mitra tuturnya. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang memiliki tujuan tertentu, seperti memerintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi, dan lain sebagainya. Poedjosoedarmo (1976: 16) menambahkan keterangan mengenai faktor maksud dan tujuan tertentu dalam peristiwa campur kode, di antaranya yaitu untuk mengakrabkan diri, melawak, membujuk, memperjelas keterangan, dan sebagainya.