• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

DAFTAR SINGKATAN

CT Computed tomography

EEG Elektroensefalogram

H&E Hematoksilin dan eosin MRI Magnetic resonance imaging RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

SSP Sistem saraf pusat

TIK Tekanan intrakranial TNM Tumor, Nodule, Metastasis WHO World Health Organization

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Ethical Clearance Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

PROFIL PENDERITA TUMOR OTAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

Yaumil Reiza

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Latar Belakang: Tumor otak, yaitu lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis, adalah salah satu tumor yang dapat menimbulkan progresi yang buruk.

Tujuan: Mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, gambaran histopatologi, lokasi tumor, dan gejala klinis utama.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Data diambil dengan teknik total sampling di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013, kemudian diolah dan dikelompokkan sesuai variabel yang ditemukan, disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau grafik, dan dideskripsikan.

Hasil: Dari 57 orang penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013, kejadian tumor otak paling banyak ditemukan pada kelompok usia 51-60 tahun (35,09%) dan jenis kelamin perempuan (52,63%). Tipe histopatologi yang paling banyak dijumpai adalah meningioma (43,86%), dan lokasi tumor yang paling banyak dijumpai adalah lobus frontalis (17,54%). Sebanyak 39 orang (68,42%) mengeluhkan adanya defisit neurologis fokal, sebanyak 14 orang (24,56%) mengeluhkan adanya kejang, dan sebanyak 48 orang (84,21%) mengeluhkan adanya kelainan neurologis nonfokal berupa sakit kepala, mual/muntah, dan penurunan kesadaran.

PROFILE OF BRAIN TUMOR PATIENTS AT H. ADAM MALIK CENTRAL GENERAL HOSPITAL MEDAN IN 2011-2013

Yaumil Reiza

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Background: Brain tumor, which is benign or malignant expansive lesions that form intracranial or spinal cord masses, is one of the tumors that shows bad progression.

Objective: To know the profiles of patients with brain tumors who were treated at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013 based on age, sex, histopathological type, tumor location, and main clinical manifestation.

Method: This is a retrospective descriptive study. Data were retrieved with total sampling technique from the Medical Records Installation at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013, processed and categorized according to desired variables, presented in tables, diagrams, or charts, and described.

Results: Of 57 patients with brain tumors at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013, most cases occurred in the age group 51-60 years (35,09%) and female sex (52,63%). The most common histopathological type was meningioma (43,86%), and the most common tumor location was frontal lobe (17,54%). Focal neurological deficits was found in 39 patients (68,42%), seizures was found in 14 patients (24,56%), and nonfocal neurological disorders was found in 48 patients (84,21%).

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tumor yang dapat menimbulkan progresivitas yang buruk adalah tumor otak. Menurut Hakim (2005), tumor otak adalah lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis. Tumor otak, baik primer ataupun metastasis, merupakan salah satu penyakit yang ditakuti masyarakat karena dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Meskipun jinak, tumor otak tetap berbahaya sama seperti tumor yang ganas tergantung pada lokasi tumor, di mana tumor yang terletak pada bagian otak yang penting akan menimbulkan gejala yang serius (Cancer Research UK, 2013). Diperkirakan setiap tahunnya, sekitar 445.000 orang di seluruh dunia didiagnosis dengan tumor yang berlokasi di otak atau di bagian mana pun di SSP. Angka harapan hidup penderita tumor otak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, stadium, jenis histopatologi, ada atau tidaknya defisit neurologis, dan modalitas terapi (Widjanarko, 2011).

Menurut Cancer Research UK (2013), pada tahun 2008-2010 di Inggris Raya, didapat bahwa sekitar 43% tumor SSP didiagnosis pada pria dan wanita berusia 65 tahun ke atas dan 10% didiagnosis pada kelompok umur di bawah 30 tahun. Tingkat insidensi spesifik-umur relatif stabil dari masa kanak-kanak ke kelompok usia 20-24, kemudian meningkat secara perlahan ke kelompok usia 45-49, sebelum meningkat secara tajam, khususnya pada pria, pada kelompok usia 55-59. Pada tahun 2010, terdaftar sebanyak 9.156 kasus tumor SSP dengan rincian 4.541 kasus (49,60%) terdapat pada pria dan 4.615 kasus (50,40%) pada wanita dengan tipe yang paling sering ditemukan adalah astrositoma (34%) dan meningioma (21%).

Hakim (2005) menemukan bahwa pada tahun 2003-2004 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan Rumah Sakit Haji, Medan, Indonesia, terdapat 48 kasus tumor otak dengan persentase penderita tumor otak yang terbanyak adalah laki-laki (72,92%) pada kelompok umur di atas 60 tahun. Tipe tumor otak

yang paling banyak terdapat di Medan, Indonesia, adalah meningioma (25%) dan lokasi tumor paling banyak adalah di serebelum (20,83%).

Sementara itu, Sari, Windarti, dan Wahyuni (2014) menemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek dan Rumah Sakit Immanuel, Bandar Lampung, terdapat 173 kasus tumor otak selama periode 1 Januari 2009 – 31 Oktober 2013 dengan wanita lebih banyak terkena dibandingkan dengan pria (rasio 1,8 : 1). Meningioma merupakan tumor terbanyak dengan 100 kasus dari 173 kasus (57,8%) dengan lokasi tumor terbanyak pada lobus frontalis (30,1%). Kasus tumor otak meningkat pada rentang usia 30-34 tahun (9,2%) dan mencapai puncak pada 40-44 tahun (17,9%), kemudian terjadi penurunan kasus pada usia yang lebih tua.

Penelitian mengenai epidemiologi tumor otak, terutama di Indonesia, masih tergolong sedikit, padahal tumor otak merupakan salah satu penyakit yang serius. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana profil para penderita tumor otak di Medan, yaitu di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan usia.

2. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan jenis kelamin.

3. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi.

4. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor.

5. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan gejala klinis utama.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan program pendidikan sarjana (S1) dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti di bidang penelitian.

2. Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan, penelitian ini diharapkan dapat: a. Memberikan informasi mengenai profil penderita tumor otak di RSUP H.

Adam Malik Medan

b. Membantu pihak rumah sakit dalam pengolahan data tentang tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan

c. Sebagai landasan untuk penelitian-penelitian tentang tumor otak di masa mendatang, baik bagi peneliti maupun bagi pihak lainnya

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang tumor otak sehingga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam penanganan tumor otak.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Saraf Pusat 2.1.1. Embriologi

Menurut Sadler (2010), sistem saraf pusat (SSP) terbentuk pada awal minggu ketiga sebagai lempeng neuralis (neural plate) pada daerah middorsal di depan nodus primitif. Tepi-tepi lateralnya bergerak naik untuk membentuk lipatan-lipatan neuralis (neural folds). Seiring perkembangannya, lipatan-lipatan neuralis ini terus menaik, saling mendekati satu sama lain di garis tengah, dan akhirnya menyatu membentuk tuba neuralis. Fusi dimulai di daerah servikal dan begitu dimulai, ujung-ujung tuba neuralis yang terbuka membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis yang berhubungan dengan rongga amniotik. Penutupan akhir neuroporus kranial terjadi pada tahap 18-20 somit (hari ke-25), sedangkan penutupan akhir neuroporus kaudal terjadi kira-kira dua hari kemudian.

Ujung sefalik dari tuba neuralis menunjukkan tiga pelebaran, yaitu vesikel-vesikel otak primer: (a) prosensefalon, atau otak depan; (b) mesensefalon, atau otak tengah; dan (c) rhombensefalon, atau otak belakang. Secara bersamaan akan terbentuk dua fleksura: (a) fleksura servikalis pada pertemuan otak belakang dan medula spinalis, dan (b) fleksura sefalik di daerah otak tengah. Ketika embrio berumur lima minggu, prosensefalon terdiri dari dua bagian: (a) telensefalon dan (b) diensefalon (Sadler, 2010).

Rhombensefalon dipisahkan dari mesensefalon oleh isthmus rhomboensefalikus. Rhombensefalon juga terdiri dari dua bagian: (a) metensefalon, yang nantinya membentuk pons dan serebelum, dan (b) mielensefalon. Kedua bagian ini dibatasi oleh fleksura pontin. Lumen medula spinalis, yaitu kanalis sentralis, berkesinambungan dengan vesikel-vesikel otak. Rongga pada rhombensefalon merupakan ventrikel keempat, rongga pada diensefalon merupakan ventrikel ketiga, dan rongga pada hemisfer serebri merupakan ventrikel-ventrikel lateral. Lumen mesensefalon menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat. Lumen ini menjadi sangat sempit dan kemudian

disebut aqueduct of Sylvius. Ventrikel-ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui interventricular foramina of Monro (Sadler, 2010).

Pada mulanya sel-sel neuroektoderm yang membatasi tuba neuralis berdiferensiasi menjadi neuroblas dan spongioblas. Neuroblas merupakan cikal bakal neuron, sedangkan spongioblas berdiferensiasi menjadi spongioblas yang sebagian menetap dan membentuk jaringan epitel yang membatasi langsung tuba neuralis sebagai spongioblas ependim. Sebagian lagi menjadi spongioblas yang bebas meninggalkan jajaran epitel dan berkembang menjadi berbagai bentuk sel glia seperti astrosit protoplasmatik, astrosit fibrosa, dan oligodendrosit (Subowo, 1989).

2.1.2. Anatomi

Gambar 2.1. Potongan otak secara sagital

(Sumber: Netter, F.H., 2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. United States of America: Saunders Elsevier, 105)

Menurut Hansen (2010), otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:

1. Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari nervus trigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater juga membentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang memisahkan berbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium serebeli, dan diafragma sella.

2. Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang di antara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum dan mengandung cairan serebrospinalis.

3. Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak dan medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut saraf sensoris.

Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer serebri. Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-masing antara lain:

1. Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara ekspresif, kepribadian, dan hawa nafsu

2. Lobus parietal memengaruhi input sensoris, representasi dan integrasi, serta kemampuan berbicara reseptif

3. Lobus oksipital memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan 4. Lobus temporal memengaruhi input pendengaran dan integrasi ingatan 5. Lobus insula memengaruhi emosi dan fungsi limbik

6. Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom (Hansen, 2010) Komponen-komponen otak lainnya antara lain:

1. Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.

2. Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi otot.

3. Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi motorik dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer (Hansen, 2010).

Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta ventrikel ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan kemudian memasuki ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen Magendie di ventrikel keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral yang berasal dari arteri subklavia, naik melalui foramen transversum dari vertebra C1-C6, dan memasuki foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid internal yang berasal dari arteri karotis komunis di leher, naik di leher, dan memasuki kanalis karotis dan melintasi foramen laserum sehingga berakhir sebagai arteri serebral anterior dan medial yang beranastomosis dengan sirkulus Willisi (Hansen, 2010).

2.1.3. Histologi

Menurut Eroschenko (2008), otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang, jaringan ikat, dan cairan serebrospinalis. Di dalam kranium dan foramen vertebrale terdapat meninges, yaitu suatu jaringan ikat yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Di antara araknoid mater dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum, tempat beredarnya cairan serebrospinalis yang membasahi dan melindungi otak dan medula spinalis.

Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron. Setiap neuron terdiri dari soma atau badan sel, banyak dendrit, dan satu akson. Badan sel atau soma mengandung nukleus, nukleolus, berbagai organel, dan sitoplasma atau perikarion. Dari badan sel muncul tonjolan-tonjolan sitoplasma yang disebut dendrit yang membentuk percabangan dendritik. Neuron dikelilingi oleh sel yang lebih kecil dan lebih banyak yaitu neuroglia, yaitu sel penunjang nonneural yang memiliki banyak percabangan di SSP dan mengelilingi neuron, akson, dan dendrit. Sel ini tidak terangsang atau menghantarkan impuls karena secara morfologis dan fungsional berbeda dari neuron. Sel neuroglia dapat dibedakan dari ukurannya yang jauh lebih kecil dan nukleus yang berwarna gelap dan jumlahnya sekitar sepuluh kali lipat lebih banyak daripada neuron (Eroschenko, 2008).

Gambar 2.2. Bagian-bagian neuron (X100, H&E)

(Sumber: Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. United States of America: The McGraw-Hill Professional)

Empat jenis sel neuroglia adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit adalah sel neuroglia terbesar dan paling banyak ditemukan di substansia grisea. Astrosit terdiri dari dua jenis, yaitu astrosit fibrosa dan astrosit protoplasmik. Oligodendrosit membentuk selubung mielin akson di SSP. Mikroglia berasal dari sumsum tulang dan fungsi utamanya mirip dengan makrofag jaringan ikat. Sel ependimal adalah sel epitel kolumnar pendek atau selapis kuboid yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis (Eroschenko, 2008).

Otak dan medula spinalis mengandung substansia grisea dan substansia alba. Substansia grisea terdiri dari neuron-neuron, dendrit-dendritnya, dan neuroglia, sedangkan substansia alba tidak mengandung badan sel neuron dan terutama terdiri dari akson bermielin, sebagian akson tidak bermielin, dan oligodendrosit penunjang (Eroschenko, 2008).

Gambar 2.3. Astrosit fibrosa dan kapiler di otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang.

(Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159)

Gambar 2.4. Oligodendrosit otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang. (Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159)

Gambar 2.5. Mikroglia otak. Pewarnaan: metode Hortega. Pembesaran sedang. (Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159)

Gambar 2.6. Sel ependimal pada kanalis sentralis medula spinalis (X200, H&E) (Sumber: Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. United States of America: The McGraw-Hill Professional)

2.1.4. Fisiologi

Menurut Sherwood (2011), sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medula spinalis. Tidak ada bagian otak yang bekerja sendiri dan terpisah dari bagian-bagian otak lain karena anyaman neuron-neuron terhubung secara anatomis oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara

ekstensif satu sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi, neuron-neuron yang bekerja sama untuk melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun dalam lokasi yang terpisah. Karena itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak tersusun menjadi bagian-bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat dikelompokkan dalam berbagai cara bergantung pada perbedaan anatomik, spesialisasi fungsi, dan perkembangan evolusi.

Medula spinalis memiliki lokasi strategis antara otak dan serat aferen dan eferen susunan saraf tepi. Lokasi ini memungkinkan medula spinalis memenuhi dua fungsi primernya, yaitu sebagai penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya dan mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak. Jenis aktivitas refleks ini disebut refleks spinal (Sherwood, 2011).

Tabel 2.1. Fungsi komponen utama otak

KOMPONEN OTAK FUNGSI UTAMA

Korteks serebri 1. Persepsi sensorik 2. Kontrol gerakan sadar 3. Bahasa

4. Sifat kepribadian

5. Proses mental canggih (fungsi luhur), misalnya berpikir, mengingat, mengambil keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri

Nukleus basalis 1. Inhibisi tonus otot

2. Koordinasi gerakan lambat, menetap

3. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat Talamus 1. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps

2. Kesadaran kasar akan sensasi 3. Berperan dalam kesadaran 4. Berperan dalam kontrol motorik

Hipotalamus 1. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan

2. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin

3. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar Serebelum 1. Mempertahankan keseimbangan

2. Meningkatkan tonus otot

3. Mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil

Batang otak (otak tengah, pons, dan medula)

1. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer

2. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan

3. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur

4. Penerimaan dan integrasi semua input sinaps dari medula spinalis; pengaktifan korteks serebri dan keadaan terjaga

5. Peran dalam siklus tidur-bangun

(Sumber: Sherwood, L. 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Singapore: Cengange Learning Asia Pte Ltd. Terjemahan Brahm U. Pendit. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2011. Edisi Ke-6. Jakarta: EGC, 155)

2.2. Tumor Otak

2.2.1. Definisi

Menurut Hakim (2005), tumor otak adalah lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis. Tumor otak dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tumor otak primer dan tumor metastasis. Tumor otak primer merupakan tumor yang muncul sebagai akibat dari pertumbuhan abnormal jaringan otak itu sendiri. Tumor metastasis berasal dari organ-organ lain seperti paru-paru, payudara, prostat, dan ginjal (Sagar dan Israel, 2010).

Menurut Kumar (2013), tumor otak memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan tumor-tumor lain, di antaranya adalah:

1. Tumor otak tidak memiliki tahap premaligna atau in situ yang dapat dideteksi seperti pada karsinoma.

2. Tumor low-grade sekalipun dapat menginfiltrasi regio otak sehingga menyebabkan defisit klinis yang serius, tidak dapat direseksi, dan prognosis yang buruk.

3. Lokasi anatomis tumor dapat memengaruhi perjalanan penyakit tanpa memandang tipe histopatologis karena efek lokal yang ditimbulkan atau tumor tidak dapat direseksi.

2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Menurut Cancer Research UK (2013), tumor otak tidak memiliki etiologi yang pasti, namun melibatkan faktor-faktor risiko seperti:

1. Umur

Umur memegang peran penting karena sebagian besar tumor otak terjadi pada anak-anak dan orang dewasa tua meskipun setiap kelompok usia memiliki peluang yang sama untuk mengidap tumor otak (American Society of Clinical Oncology, 2013; Cancer Research UK, 2013).

2. Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak daripada perempuan, namun beberapa jenis tumor otak yang spesifik seperti meningioma lebih umum terjadi pada perempuan (American Society of Clinical Oncology, 2013).

3. Industri dan pekerjaan

Zat-zat karsinogenik dan neurotoksik seperti pelarut organik, minyak pelumas, akrilonitril, formaldehida, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan fenol dapat menginduksi tumor otak pada hewan coba. Pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan operasi mesin kendaraan bermotor, pengolahan karet, dan penggunaan pestisida berkaitan dengan insidensi tumor otak (El-Zein, 2013). 4. Radiasi ionisasi

Radiasi ionisasi dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan risiko meningioma, glioma, dan nerve sheath tumor (Deangelis dan Rosenfeld, 2009; El-Zein, 2013). 5. Makanan dan diet

Konsumsi senyawa N-nitrosourea diduga berperan sebagai neurokarsinogen dengan mekanisme-mekanisme yang melibatkan kerusakan pada DNA (deoxyribonucleic acid) (El-Zein, 2013).

6. Pemakaian telepon selular

Telepon selular memiliki sebuah transmiter kecil yang memancarkan radiasi frekuensi radio berenergi rendah tepat di samping kepala sehingga memunculkan kekhawatiran bahwa individu yang terpapar radiasi memiliki risiko untuk mengidap tumor otak. Namun, penelitian-penelitian yang sudah ada belum

menunjukkan adanya hubungan antara pemakaian telepon dengan tumor otak atau tumor lainnya (El-Zein, 2013).

7. Supresi imun

Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV (human immunodeficiency virus) atau terapi imunosupresif kronis setelah transplantasi organ meningkatkan risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma juga meningkat pada individu yang terinfeksi HIV (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

8. Obat-obatan dan bahan kimia lainnya

Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak pada anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas, kontrasepsi oral, obat tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik. Pada orang dewasa, obat sakit kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek protektif yang tidak signifikan terhadap tumor otak (El-Zein, 2013).

9. Sindrom genetik

Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), sejumlah sindrom herediter berhubungan dengan peningkatan risiko tumor otak. Misalnya, neurofibromatosis tipe 1 meningkatkan risiko glioma, neurofibromatosis tipe 2 meningkatkan risiko schwannoma vestibular dan meningioma, dan sindrom Li-Fraumeni yang berkaitan dengan mutasi pada gen supresor tumor p53 menyebabkan glioma dan

Dokumen terkait