• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun konsep yang digunakan pada penelitian ini yakni sebagai berikut.

1.8.1 Sejarah Seni Pertunjukan

Menurut Sumardjo seni merupakan ungkapan perasaan yang dituangkan dalam media yang dapat dilihat, didengar, maupun dilihat dan didengar.49 Dengan kata lain, seni adalah isi jiwa seniman (pelaku seni) yang terdiri dari perasaan dan intuisinya, pikiran dan gagasannya. Seni dapat dibagi menjadi dua, yaitu seni rupa dan seni pertunjukan. Menurut Murgiyanto (1996), Seni pertunjukan berarti “tontonan yang bernilai seni,” yang disajikan sebagai pertunjukan di depan penonton.50

Pada dasarnya, sebuah seni pertunjukan memiliki fungsi yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Beberapa fungsi dari

49

Dikutip dari makalah H Aprilia Noor “Permainan Kesenian Musik

Tradisional”, p. 7, diunduh dari google dengan alamat : eprints.uny.ac.id/8148/3/ BAB

2-07208241025.pdf (diunduh tanggal 1 November 2014). 50

Dikutip dari makalah Eka Meigalia “Pergeseran Fungsi Seni Pertunjukan”, p.1, diunduh dari google dengan alamat : repository.unand.ac.id/4118/1/ Pertunjukan_dan_fungsinya.rtf (diunduh tanggal 30 Oktober 2014).

pertunjukan tersebut antara lain fungsi religius, fungsi sosial, fungsi pendidikan, fungsi estetik, dan fungsi ekonomi. Fungsi-fungsi yang terdapat dalam sebuah pertunjukan terkadang tidak hanya satu, tapi bisa lebih. Hal itu tergantung dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Seni pertunjukan berbeda dengan seni rupa. Secara konseptual seni pertunjukan dalam pertunjukannya memerlukan ruang dan juga waktu pertunjukan, sedangkan seni rupa hanya memerlukan ruang saja. Contoh dari seni pertunjukan adalah seni tari, seni tarik suara (menyanyi), dan seni drama. Dalam pengkajian ini yang digunakan adalah seni tari.

Terdapat beberapa konsep mengenai tari, yaitu seperti Suryoningrat “Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu”.51

Selain itu ada juga konsep tari menurut Sudarsono , yaitu tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Menurut Sumaryono (2006) dalam bukunya Tari Tontonan menyebutkan bahwa tari adalah jenis seni yang terkait langsung dengan gerak tubuh manusia.52 Tubuh menjadi alat utama dan gerak tubuh menjadi media dasar dalam pengungkapan ekspresi.

51

Dikutip dari makalah Makalah Wells (2000) Tarian Tradisional Dalam

Masyarakat Jawa dan Bali. p. 10, diunduh dari google dengan alamat :

www.acicis.murdoch. edu.au/../wells.pdf (diunduh tanggal 15 November 2014). 52

Dalam bukunya ia juga menjelaskan bahwa ada lima aspek yang dapat menjadi acuan dalam menilai tari, yaitu aspek gerak tubuh, irama, tenaga, perasaan dan makna. Oleh karena itu tari terikat oleh elemen ruang (ruang yang dibutuhkan dalam menari), waktu (gerakan tari adalah gerakan yang berirama, yang diatur waktunya, dan irama ini pada dasarnya adalah suatu pengorganisasian atau penyusunan waktu), energi (pengaturan energi seperti besar-kecilnya atau keras-lemahnya energi yang digunakan sehingga menghasilkan dinamika gerak yang sesuai dengan maksud dan irama), dan terakhir adalah rasa dan makna gerak (penjiwaan yang ada dalam menari, penjiwaan ini digambarkan sebagai daya yang kuat yang membuat gerakan itu “hidup”). Selain itu dalam buku ini juga dijelaskan bahwa tidak semua gerakan itu disebut gerak tari, akan tetapi gerakan yang dimaksudkan untuk menari adalah yang disebut gerak tari.53

Dalam pembahasan sejarah, seni pertunjukan memiliki tempat tersendiri. Seni pertunjukan dapat dijadikan sebagai bahan kajian sejarah. Sejarah seni pertunjukan tidak hanya membahas mengenai bentuk dari seni pertunjukan itu saja, seperti komposisi dalam seni ataupun pemaknaan dari seni tersebut. Sejarah seni pertunjukan membahas mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam seni tersebut, baik itu perubahan bentuk maupun perubahan

53

makna dan fungsinya. Sejarah seni pertunjukan juga dapat membahas seni dalam konteks sosialnya, dapat juga dari konteks ekonominya. Jadi sejarah tidak hanya melihat seni pertunjukan sebagai seni saja melainkan juga melihatnya dalam konteks sosial, seperti bagaimana seni pertunjukan berdampak dalam lingkup sosial masyarakat, atau bagaimana seni pertunjukan diposisikan dalam lingkup sosial (masyarakat). Penelitian ini merupakan bagian dari kajian sejarah seni pertunjukan.

1.8.2 Tari Komunal

Menurut I Wayan Dibia (2006) dalam bukunya Tari Komunal mengartikan tari komunal sebagai suatu peristiwa pertunjukan tari yang melibatkan masyarakat yang besar.54 Terdapat prinsip yang mendasari pelaksanaan tari komunal, yakni semangat kebersamaan, rasa persaudaraan dan solidaritas terhadap kepentingan bersama. Adapun beberapa ciri yang menandakan bahwa ini adalah tari komunal, yakni diadakan untuk kepentingan komunitas (yang menjadi landasan ciri ini adalah tujuan tari komunal, yakni untuk memenuhi kebutuhan komunitas, baik dalam tatanan yang bersifat spiritual, sosial, maupun kultural).55

Kedua adalah melibatkan sistem sosial yang telah ada. Dalam pelaksanaannya tari komunal selalu melibatkan komponen-komponen sosial yang telah ada, seperti tetua adat, tokoh agama,

54

I Wayan Dibia, op.cit., p. 1. 55

perangkat Desa, dan seniman. Keterlibatan komponen masyarakat ini sudah diatur sedemikian rupa sebagai kebiasaan yang sudah disepakati bersama. Ketiga adalah pengabdian sosial dan lingkungan. Partisipasi masyarakat dalam pertunjukan tari komunal dianggap sebagai sebuah sumbangan atau pengabdian terhadap komunitas sosial dan lingkungannya. Keempat adalah ditarikan oleh satu atau banyak orang.

Tari komunal dapat ditarikan oleh orang banyak dan dapat juga ditarikan oleh satu orang sebagai penari tunggal. Kelima adalah dilaksanakan secara spontan atau terencana. Tari komunal ini bisa diselenggarakan dengan struktur yang jelas (tarian formal) dan menari yang tidak memiliki bentuk yang baku (tarian informal). Terakhir keenam menampilkan rasa solidaritas dan keakraban. Suasana yang terlihat dalam tari komunal adalah suasana kebersamaan dan keakraban, cenderung homogen dan adanya ekspresi solidaritas sosial yang kental.56 Dalam tari komunal terdapat partisipasi dari para penonton yang memiliki perbedaan latar belakang, budaya, etnis dan status sosial. Sehingga terjadi interaksi yang mencirikan suatu kebersamaan.

Tari komunal ini bisa berfungsi sebagai ritual atau upacara, budaya, dan hiburan. Jadi dapat diartikan bahwa tari komunal sebagai sebuah kesenian yang dimiliki orang banyak atau

56

masyarakat, yang di dalamnya terdapat aktivitas yang melibatkan instrumen atau struktur sosial kemasyarakatan, baik atas dasar kepentingan bersama dalam komunitas maupun kepentingan individual. Kesenian Gandrung yang terdapat di daerah Banyuwangi juga menjadi bagian dari tari Komunal, karena memiliki prinsip-prinsip dan keenam ciri tersebut.

1.8.3 Tari Kreasi Baru

Tari kreasi baru dapat diartikan sebagai sebuah tarian baru yang tetap bernuansa tradisi kedaerahan dan didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan baru.57 Istilah tari kreasi baru ini mulai terkenal pada tahun 1960an yang menjadi pertanda munculnya tari-tari baru yang masih tetap bersumber pada tari-tari tradisi. Hal yang paling mendasar dalam tari kreasi baru adalah konsep penyajiannya. Konsep penyajian tarian ini didasarkan pada ide dan gagasan dari pengatur pertunjukan atau koreografernya. Tari kreasi baru dapat terbagi dalam dua jenis, yaitu tari-tarian kreasi baru yang menonjolkan elemen-elemen seni tradisi lokal, dan yang kedua tari kreasi baru yang dihasilkan melalui percampuran dengan unsur-unsur seni daerah lain.

1.8.4 Kesenian Gandrung

Kesenian Gandrung adalah tari asli masyarakat Banyuwangi. Dalam pagelaran kesenian Gandrung terbagi menjadi lima fase yakni

57

topengan, jejer Gandrung, ngrepen atau repenan, paju atau maju

Gandrung, dan Seblang-Seblangan. Kesenian Gandrung

dipertunjukan pada malam hari mulai pukul 21.00 sampai pukul 04.00 pagi.58 Akan tetapi semenjak tahun 1980an kesenian

Gandrung lebih banyak dipertunjukan dengan penyajian baru yang

biasanya hanya berdurasi 60 menit atau 90 menit. Kesenian

Gandrung memiliki unsur-unsur yang mencirikannya sebagai

kesenian Gandrung, yang dapat dilihat dari segi busana, musik pengiring dan gending-gendingnya (lagu-lagu). Busana Gandrung terdiri dari Omprog, Basahan yang terdiri dari Kemben, Kelat bahu,

Ilat-ilat, Pending, Gelang dan Cincin, Sembong, Oncer, Sempur,

Kain panjang, kipas, dan kaos kaki warna putih. Peralatan yang menjadi musik pengiringnya seperti Biola atau Baolah, kethuk,

Gong, dan Kluncing (besi yang berbentuk segitiga).

Gending-gending yang dinyanyikan sangat banyak jumlahnya, seperti Podo

Nonton, Ayun-ayun, Dang Cap go mek, Kembang Piring, Sekar Jenang, dan Gebyar-gebyur.

Dokumen terkait