• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kerangka Konseptual 1

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting (Sugiono, 2008:60). Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah, sedangkan variabel dependennya adalah Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan variabel interveningnya adalah Belanja Modal.

Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kemandirian Fiskal (X1) Indeks Pembangunan Manusia (Y) PAD (X2)

Variabel Independen Variabel Intervening Variabel Dependen Kemandirian Fiskal (X1) IPM (Y) PAD (X2)  Belanja Modal (Z)

Gambar 3.2. Kerangka Konseptual 2

Berdasarkan penjelasan literatur peneliti membentuk kerangka konseptual 1 yang menggambarkan hubungan secara simultan dan parsial antara variabel independen dan dependen. Sedangkan untuk kerangka konseptual 2 menggambarkan hubungan secara simultan dan parsial antara variabel independen, intervening dan dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah, variabel intervening dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan variabel dependen dalam penelitian ini yakni IPM. Diduga untuk kerangka konseputal 1 akan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap IPM

Tanda panah dalam kerangka konseptual 2 menunjukkan bahwa PAD, TKF dan BM diduga berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap IPM.

Kemandirian Fiskal adalah kemampuan keuangan daerah khususnya kabupaten/kota dalam membiayai urusan-urusan rumah tangganya, khususnya yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah.

PAD adalah Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Pendapatan Asli Daerah lain-lain yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan pemerintah.

3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah digambarkan dan dijelaskan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

2. Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), Umar (2008:67) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen, dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

Variabel Intervening adalah variabel yang terletak di antara variabel independen dan variabel dependen, sehingga variabel independen tidak langsung menjelaskan atau mempengaruhi variabel dependen. Belanja Modal digunakan sebagai variabel intervening untuk mengetahui apakah hubungan antara Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia adalah hubungan langsung atau tidak langsung melalui Belanja Modal. Peneliti menggunakan desain penelitian ini untuk memberikan bukti empiris dan menganalisis Kemandirian Fiskal dan Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal yang berdampak lebih lanjut terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu antara tahun 2005-2009. Sedangkan penelitian yakni selama 16 minggu (Oktober - Januari).

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Sugiyono (2007) menyatakan bahwa “Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah laporan realisasi APBD dan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yang merupakan teknik penentuan sampel anggota populasi dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007).

Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara yang rutin menerbitkan laporan realisasi APBD dari tahun 2005-2009.

2. Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota dan mengambil sempel 22 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 15 Kabupaten dan 7 Kota, dan tahun amatan dilakukan selama 5 tahun, di mulai dari tahun 2005-2009.

Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data cross- section. Data time-series adalah data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik tertentu (Kuncoro, 2003) yang disebut dengan pooling data atau combined model. Sampel data berjumlah 22 Kab/Kot sedangkan time series yang digunakan pada tahun 2005 sampai 2009 (5 tahun), sehingga jumlah amatan menjadi 110 (22x5).

Tabel 4.1. Data Sampel Kabupaten/Kota Sumut Kriteria

No Nama Kabupaten/Kota

1 2 Jumlah

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1

2 Kabupaten Batu Bara X X -

3 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2

4 Kapubaten Deli Serdang √ √ Sampel 3

5 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 4

6 Kabupaten Tanah Karo √ √ Sampel 5

7 Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 6

8 Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -

9 Kabupaten Labuhan Batu Utara X X -

10 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 7

11 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 8

12 Kabupaten Nias √ X -

13 Kabupaten Nias Barat X X -

14 Kabupaten Nias Selatan √ X -

15 Kabupaten Nias Utara X X -

16 Kabupaten Padang Lawas X X -

17 Kabupaten Padang Lawas Utara X X -

18 Kabupaten Pakpak Barat √ √ Sampel 9

19 Kabupaten Samosir √ X -

20 Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 10

21 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 11

22 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 12

23 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 13

24 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 14

26 Kota Binjai √ √ Sampel 16

27 Kota Gunung Sitoli X X -

28 Kota Medan √ √ Sampel 17

29 Kota Padangsidempuan √ √ Sampel 18

30 Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 19

31 Kota Sibolga √ √ Sampel 20

32 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 21

33 Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 22

4.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah secara statistik Dan yang telah dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.

4.5. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, satu variabel intervening dan satu variabel dependen. Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Tingkat Kemandirian Fiskal merupakan kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Variabel ini diukur dengan

menggunakan skala rasio, persentase penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah (TPD) dikali seratus persen.

2. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari hasil pajak, hasil retribusi daerah, laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi PAD yang diperoleh dari APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

3. Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, antara lain untuk pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi pengeluaran Belanja Modal Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara.

4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) merupkan pengukuran dari Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Rata-rata Lama Sekolah, Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power Parity=PPP). IPM digunakan untuuk mengklasifikasikan negara maju, negara berkembang dan negara miskin.

Tabel 4.2.Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter Skala

Pengukuran Variabel

Dependen

IPM (Y)

Proses untuk dapat engetahui kemampuan suatu daerah/negara dalam pencapaian dan

pengembangan pembangunan.

Pengukuran

perbandingan dari angka melek huruf penduduk dewasa, angka harapan hidup pada waktu lahir, rata- rata lama sekolah, Kemampuan daya beli

(Purchasing Power Parity=PPP), Produksi Shortfall. Rasio Variabel Independen PAD (X1) Realisasi anggaran penerimaan asli daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, pembagian hasil BUMD, dan lain-lain PAD yang dianggap sah, dipungut berdasarkan peraturan pemerintah daerah. Realisasi penerimaan PAD Pemerintah Kab/Kot Sumatera Utara 2005-2009 Rasio TKF (X2)

Kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan dana dari sumber pendapatan asli daerah.

Penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah (TPD) Kab/Kot Sumatera Utara 2005- 2009 Rasio Variabel Intervening Belanja Modal (Z Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka kegiatan Pengadaan, sarana dan prasarana fisik pembangunan, peningkatan atas indikator kesehatan, pendidikan dan ekonomi

Realisasi pengeluaran Belanja Modal Pemerintah Kab/Kot di Sumatera Utara 2005-2009 Rasio

4.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software. Analisis data dilakukan dengan melakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis.

Data dianalisis dengan model regresi jalur (Path Analysis) sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + € Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3Z + € Keterangan : X1 : Kemandirian Fiskal X2 : PAD Y : IPM Z : Belanja Modal a : Konstanta b : Koefisien Regresi

€ : Error (Kesalahan pengganggu/Variabel Pengganggu).

Hipotesis kedua yaitu untuk melihat apakah Tingkat Kemandirian Fiskal berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal. Hipotesis ini menggunakan model Baron dan Kenny (1986), adanya efek mediasi jika memenuhi kondisi-kondisi di bawah ini :

1. Variabel independen pertama (Tingkat Kemandirian Fiskal) secara signifikan berhubungan dengan variabel dependen (Indeks Pembangunan Manusia).

2. Variabel independen kedua (Pendapatan Asli Daerah) secara signifikan berhubungan dengan variabel dependen (Indeks Pembangunan Manusia).

3. Variabel independen pertama (Tingkat Kemandirian Fiskal) secara signifikan berhubungan dengan variabel intervening (Belanja Modal).

4. Variabel independen kedua (Pendapatan Asli Daerah) secara signifikan berhubungan dengan variabel intervening (Belanja Modal).

5. Variabel intervening (Belanja Modal) secara signifikan berhubungan dengan variabel dependen (Indeks Pembangunan Manusia).

6. Persamaan kelima ini dibentuk untuk menentukan peraanan Belanja Modal sebagai full mediation (intervening penuh) atau intervening sebagian. Ketika variabel independen dan variabel intervening dikendalikan, hubungan yang sebelumnya signifikan diantaran variabel independen dengan variabel dependen tidak lagi signifikan atau berkurang tingkat signifikannya.

Pengujian hipotesis kedua untuk membuktikan adanya efek intervening.

Y = α0 + β0X0 + € Y1 = α1 + β1X1 + € Y2 = α2 + β2Z + € Y3 = α3 + β0X0 + β2Z + € Y4 = α4 + β1X1 + β2Z + € Z = α0 + ŎX0 + € Z1 = α1 + Ŏ1X1 + €

Dimana :

α : Konstanta

β, Ŏ : Koefisien Regresi € : Standart eror

Intervening sebagian terjadi apabila pengaruh variabel independen pada variabel dependen setelah dimediasi lebih kecil daripada sebelum dimediasi dan tetap signifikan. Baron dan Kenny (1986). Intervening penuh akan terjadi bila variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan pada variabel dependen setelah dimediasi. Signifikansinya sebesar alpha = 0.05

Intervening sebagian jika : β0 = signifikan

β1 = signifikan

β2 = signifikan, juga Ŏ = signifikan β3 = signifikan tetapi β3 < β0 Intervening penuh jika : β0 = signifikan

β1 = signifikan

β2 = signifikan, juga Ŏ = signifikan

β3 = tidak signifikan

4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan sebelum dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

5. Uji normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan dependen memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik apabila distribusi data normal atau mendekati normal Ghozali (2006). Uji normalitas dideteksi dengan melihat penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik atau dapat juga dengan melihat histogram dari residualnya. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, begitu juga sebaliknya.

4.6.1.2. Uji multikolinearitas

Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Ghozali (2006). Pengujian multikolinearitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji collinierity statistic. Menurut Ghozali (2006) dalam melakukan uji multikolinearitas harus terlebih dahulu diketahui Variance Inflation Factor (VIF). Pedoman untuk mengambil suatu keputusan adalah sebagai berikut :

 Jika Variance Inflation Factor (VIF) > 10, maka terdapat persoalan multikolinieritas diantara variabel bebas.

 Jika Variance Inflation Factor (VIF) < 10, maka tidak terdapat persoalan multikolinieritas diantara variabel bebas.

bebas. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.

6. Uji autokorelasi

Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya), Gozali (2006). Hipotesis yang akan diuji adalah sbb :

H0 : tidak ada autokorelasi (r = 0)

Ha : ada autokorelasi (r ≠ 0)

Autokorelasi muncul karena observasi yan berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model Regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokorelasi. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi.

7. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari data pengamatan yang satu ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas ini adalah dengan melihat pola sebaran pada grafik scatter plot. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas dan jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas Ghozali (2006).

ii. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang dilakukan meliputi uji F (uji signifikansi simultan) dan uji t (uji signifikansi parsial).

4.6.2.1. Uji F (Uji Signifikan Simultan)

Uji F dilakukan untuk menilai pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Hipotesis diuji dengan menggunakan uji F (analisis regresi berganda). Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F sebagai berikut:

Kriteria pengujian adalah:

Ho : β = 0, maka TKF dan PAD melalui BM tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IPM.

Ha : β ≠ 0, maka TKF dan PAD melalui BM berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IPM

Kriteria pengujian adalah :

P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak

P Value (sig) > 0,05 = H0 diterima

4.6.2.2. Uji t (Uji Signifikan Parsial)

Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut:

Ho : β = 0, maka TKF dan PAD melalui BM tidak berpengaruh secara parsial terhadap IPM.

Ha : β ≠ 0, maka TKF dan PAD melalui BM berpengaruh secara parsial terhadap IPM.

Kriteria pengujian adalah :

P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak

P Value (sig) > 0,05 = H0 diterima

4.6.2.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) atau Adjusted R2 bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai R2 atau Adjusted R2 adalah di antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen dan sebaliknya jika mendekati nol.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode statistik diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:

5.1.1. Deskripsi Sampel Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik Sumatera Utara di Jl. Kapten Muslim Medan dan mengakses situs Dirjen Perimbangan Keuangan Republik Indonesia yaitu

www.sikd.djapk.go.id. Data yang dipergunakan adalah Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah, Laporan Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) Daerah dan Laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2005-2009 yang tercatat pada Provinsi Sumatera Utara. Laporan Realisasi (APBD) menyajikan data mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Modal (BM).

5.1.2. Statistik Deskriptif

Deskripsi suatu data dapat dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Pada Tabel 5.1. dapat dijelaskan bahwa dari sampel sebanyak 110 (4 tahun untuk 22 kabupaten/kota), diperoleh data deskripsi sebagai berikut:

1. Tingkat Kemandirian Fiskal nilai minimum yang dimiliki adalah 1.54, nilai maksimum 47.55 dan rata-rata 4.6855 dengan standar deviasi 5.58366.

2. Pendapatan Asli Daerah nilai minimum yang dimiliki adalah 1373000.00, nilai maksimum 369.000.000.000 rata-rata 335.530.000.000 dengan standar deviasi 6.752.230.000.000.

3. Belanja Modal nilai minimum yang dimiliki adalah 258.970.00 nilai maksimum 41.700.000.000 dan rata-rata 931.180.000.000 dengan standar deviasi 9.356.800.000.000.

4. Indeks Pembangunan Manusia nilai minimum yang dimiliki adalah 68.70, nilai maksimum 77.18 dan rata-rata 729.197 dengan standar deviasi 211.772.

Tabel 5.1. Hasil Analisis Data

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TKF 110 1.54 47.55 4.6855 5.58366

PAD 110 1373000.00 3.69E8 3.3553E7 6.75223E7

BM 110 258970.00 4.17E8 9.3118E7 9.35680E7

IPM 110 68.70 77.18 72.9197 2.11772

Valid N (listwise) 110

Perkembangan tingkat kemandirian fiskal yang terjadi pada daerah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara memiliki dampak yang cukup signifikan khususnya pada daerah pemekaran yang telah mendapatkan otonomi daerah, dimana daerah tersebut bisa lebih berperan aktif untuk perkembangan daerahnya melalui campur tangan Pemerintah Pusat dalam pengambilan keputusan. Pelaksanaan otonomi daerah terjadi pada tahun 2007. Hal ini jelas terlihat adanya

peningkatan kemandirian fiskal yang terjadi pada tahun berjalan 2007. Sedangkan pada tahun 2005 dan 2006 belum terjadi otonimi daerah. Sehingga jelas terlihat perbedaannya yaitu untuk tahun 2005 sebesar 116,83 kemudian tahun 2006 sebesar 140,46 selanjutnya untuk tahun 2007 telah terjadi pemekaran sebesar 82,23 untuk tahun 2008 sebesar 87,17 2009 yaitu 88,69. Nilai ini didapat dari Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan Total Realisasi Penerimaan dikalikan seratus persen (Lihat Lampiran 4).

Dari hasil penjabaran tersebut dapat kita simpulkan bahwa pemerintah kab/kot Sumut dapat berperan lebih aktif dalam perkembangan tingkat kemandirian fiskal.

PAD Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari: hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara cenderung mengalami kenaikan. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan PAD tahun 2005 sebesar Rp. 550.646.318,- . Kemudian pada tahun 2006 sebesar Rp. 782.328.308,-. Selanjutnya 2007 sebesar Rp. 715.458.513,-. Pada tahun 2008 sebesar Rp. 791.853.116,- dan tahun 2009 sebesar Rp. 850.555.522,-.

Pendapatan Asli Daerah yang di dapat dari seluruh penerimaan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara memiliki peran peting untuk dapat menciptakan kemandirian fiskal daerah tersebut (Lihat Lampiran 4).

Belanja Modal yang diberikan pemerintah kepada seluruh kabupaten kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan Belanja Modal dimana pada tahun 2005 jumlah belanja modal untuk seluruh Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan yaitu Rp. 119.799.630,-. Kemudian tahun 2006 sebesar Rp. 381.841.421,-. Untuk tahun 2007 sebesar Rp. 3.447.048.572,-. Selanjutnya tahun 2008 sebesar Rp. 3.311.981.552,-. Tahun 2009 sebesar Rp. 2.982.349.256,-. (Lihat Lampiran 4).

Perkembangan IPM didasari dari faktor-faktor diantaranya Angka Melek Huruf penduduk dewasa, Angka Harapan Hidup pada waktu lahir, Rata-rata Lama Sekolah, Kemampuan Daya Beli. Pembangunan Manusia yang terjadi pada Kab/Kot Provinsi Sumut tahun 2005-2009 juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat dari tahun 2005 sebesar 1584,4, kemudian tahun 2006 sebesar 1595,2, selanjutnya untuk tahun 2007 sebesar 1604,22, tahun 2008 sebesar 1614,1 dan untuk tahun 2009 sebesar 1623,25 (Lihat Lampiran 4).

Hal ini jelas terlihat sehingga dapat menciptakan pembangunan manusia yang memiliki daya saing yang tinggi terhadap persaingan globalisasi.

5.1.3. Pengujian Asumsi Klasik

Dalam menganalisis ini perlu melihat apakah data tersebut bisa dilakukan pengujian model regresi. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menentukan syarat persamaan yang ada pada model regresi dan dapat diterima secara ekonometrik.

Pengujian asumsi klasik ini terdiri dari pengujian normalitas, multikolinearitas, autokolerasi dan pengujian heteroskedestisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan empat tahap, masing-masing tahap terdiri dari satu model. Berdasarkan hal ini, maka setiap tahap dilakukan pengujian asumsi klasik.

5.1.3.1. Pengujian Asumsi Klasik Model 1 5.1.3.1.1. Pengujian Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan analisis grafik dan analisis statistik lain yaitu dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov- Smirnov (K-S).

Dengan menggunakan analisis grafik lihat gambar 5.1, Maka dapat disimpulkan bahwa grafik mempunyai ditribusi normal. Hal ini diperjelas dengan penyebaran titik-titik yang berada mendekati garis diagonal tanpa ada penyebaran yang menjauh dari garis diagonal tersebut.

Tabel 5.2. Hasil Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual N 110 Mean .0000000 Normal Parametersa Std. Deviation 1.93625574 Absolute .045 Positive .044

Most Extreme Differences

Negative -.045

Kolmogorov-Smirnov Z .468

Asymp. Sig. (2-tailed) .981

a. Test distribution is Normal.

Hal ini juga didukung dengan melihat nilai Kolmogorov Smirnov (Lihat tabel 5.2.) sebesar 0.468 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.981. Jika signifikan nilai Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa data mempunyai distribusi normal. Dan jika nilai Kolmogorov Smirnov lebih kecil dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa data tidak mempunyai distribusi normal. Untuk uji normalitas data ini dapat dinyatakan bahwa Kolmogorov Smirnov berada diatas 0.05 sehingga mempunyai distribusi normal. Hal ini berarti H0 diterima karena data residual berdistribusi normal. Sekali lagi hasil ini konsisten dengan uji sebelumnya.

5.1.3.1.2. Pengujian Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Kolerasi antara Variabel Independen Coefficient Correlationsa

Model PAD TKF

PAD 1.000 -.716

Correlations

TKF -.716 1.000

PAD 1.576E-17 -1.365E-10 1

Covariances

TKF -1.365E-10 .002 a. Dependent Variable: IPM

Hasil uji multikolinearitas menunjukan di dalam model tidak terjadi multikolinearitas. Dari hasil analisis dapat dilihat korelasi antara variabel Independen di bawah 0.95 (95%) yaitu sebesar -0.761 atau sekitar 76 %, sehingga dapat dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas yang serius.

Tabel 5.4. Hasil Tolerance dan VIF Coefficientsa

Collinearity Statistics

Model Sig. Tolerance VIF

(Constant) .000

TKF .218 .488 2.051

1

PAD .031 .488 2.051

Hasil perhitungan nilai Tolerance pada tabel 5.4, juga menunjukan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%.

Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukan hal yang sama, tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

5.1.3.1.3. Pengujian Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 ( sebelumnya).

Tabel 5.5. Hasil Durbin-Watson Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .405a .164 .148 1.95427 1.422

a. Predictors: (Constant), PAD, TKF b. Dependent Variable: IPM

Pada penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson,

Dokumen terkait