• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi keberadaan Komite Manajemen Risiko. Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan, reputasi auditor.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual H1 H1 H2 H3 H3 H4 H4 H5 Reputasi Auditor (X4) Frekuensi Rapat Dewan (X3) Proporsi Komisaris Independen (X1) Ukuran Dewan Komisaris (X2) Komite Manajemen Risiko(Y)

2.3.1. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Independensi merupakan hal yang penting dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG). Proporsi Komisaris Independen di dalam suatu dewan merupakan sebuah indikator independensi dari dewan. Sebuah dewan dengan proporsi Komisaris Independen yang tinggi cenderung untuk menyediakan pengawasan yang lebih besar pada aktivitas manajemen risiko perusahaan (Yatim, 2009). Besarnya proporsi komisaris independen merupakan sumber daya perusahaan untuk dapat meminimalkan konflik agensi yang terjadi dan untuk meminimalkan biaya yang ditimbulkan akibat konflik agensi tersebut. Perusahaaan yang memiliki komisaris independen lebih besar, akan semakin memikirkan bagaimana bentuk pengawasan risiko, pengelolaannya, serta pengendaliannya. Sehingga keberadaan Komite Manajemen Risiko akan sangat menguntungkan bagi dewan komisaris independen dalam menjalankan tugasnya. Maka semakin besar proporsi komisaris independen dalam perusahaan akan semakin besar terbentuknya Komite Manajemen Risikountuk melakukan pengawasan terhadap risiko dan pengelolaan manajemen risiko (Diani, 2013).

Penelitian menurut Yatim (2009) memberikan sebuah hasil yaitu sebuah dewan dengan proporsi komisaris independen yang besar cenderung untuk membentuk KMR. Penelitian Yatim (2010) memberikan sebuah hasil bahwa sebuah dewan dengan proporsi komisaris independen yang besar akan

membentuk KMR demi meningkatkan kemampuan pengawasan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat dikembangkan:

H1: Proporsi Komisaris Independen Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar akan memberikan kekuatan dalam fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Menurut teori agensi, ukuran dewan yang besar berpengaruh positif terhadap asimetri informasi. Untuk mengatasi hal tersebut, dewan komisaris akan berusaha meningkatkan keefektifan pemantauannnya. Dalam mewujudkan pemantauan yang efektif diperlukan sumber daya yang cukup. Ukuran dewan yang lebih besar akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk mencari anggota dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengkoordinasikan dan menjadi terlibat dalam komite-komite yang dibentuk Dewan Komisaris yang ditujukan untuk manajemen risiko (Subramaniam, et al., 2009). Oleh karena itu, akan lebih mudah bagi Dewan Komisaris membentuk Komite Manajemen Risiko, dan tingkat sumber daya yang ditawarkan oleh ukuran dewan yang besar akan membuat Dewan Komisaris lebih menyukai dibentuknya Komite Manajemen Risiko. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dapat dikembangkan:

H2: Ukuran Dewan Komisaris Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.3. Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Frekuensi rapat mendorong dewan komisaris untuk mendapatkan informasi tentang kondisi perseroan yang lebih intensif, relevan, dan tepat waktu terutama tentang risiko serta kualitas pengendalian internal yang lebih baik. Frekuensi rapat yang semakin tinggi dapat memberikan sinyal-sinyal positif terhadap pengguna laporan keuangan atas kinerja perseroan dalam mencapai tujuan perseroan. Frekuensi rapat dewan komisaris yang semakin tinggi mendorong kualitas informasi yang lebih tinggi pula. Oleh karena itu, fungsi kehadiran Komite Manajemen Risiko terutama yang terpisah, membantu dewan komisaris untuk memperoleh kualitas informasi tentang manajemen risiko yang lebih relevan, akurat, dan tepat waktu (Wahyuni, 2012). Oleh karena itu, frekuensi rapat yang semakin tinggi, maka kemungkinan Dewan Komisaris untuk lebih memperhatikan risiko dan manajemen risiko yang akan diterapkan semakin besar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan level pengawasan dan aktivitas manajemen risiko. Dengan demikian, semakin sering dewan menyelenggarakan rapat maka akan mendukung keberadaan Komite Manajemen Risiko. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H3: Frekuensi rapat dewan berpengaruh positif dengan keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.4. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-interest, maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara principal dengan agent sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan lebih cenderung pada data akuntansi yang dikajikan oleh auditor yang bereputasi. Pada saat ini auditor menjadi faktor utama pengawasan organisasi dan berperan penting bagi manajemen risiko. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan dari Big Four audit tentang kualitas monitoring internal yang terdapat pada klien big four audit jika dibandingkan dengan kualitas monitoring internal dari non big four audit. Terdapat tekanan yang lebih besar pada perusahaan yang diaudit

Big Four untuk membentuk Komite Manajemen Risiko, dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit non-Big Four. Adanya Komite Manajemen Risiko dipandang sebagai dukungan tambahan ketika auditor sedang menilai sistem monitoring risiko internal, mereka lebih memilih untuk meminimalisasi kerugian reputasi dengan kegagalan audit (Cohen, et al., 2004). Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang dapat dikembangkan:

H4: Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.5. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Besarnya proporsi komisaris independen merupakan sumber daya perusahaan untuk dapat meminimalkan konflik agensi yang terjadi dan untuk meminimalkan biaya yang ditimbulkan akibat konflik agensi tersebut. Oleh karena itu, semakin besar proporsi komisaris independen maka semakin besar pula pengawasan suatu perusahaan tersebut terhadap pengawasan internalnya yang memungkinkan perusahaan tersebut untuk membentuk suatu komite di bidang manajemen, yaitu komite manajemen risiko. Menurut teori agensi, ukuran dewan yang besar berpengaruh positif terhadap asimetri informasi. Untuk mengatasi hal tersebut, dewan komisaris akan berusaha meningkatkan keefektifan pemantauannnya. Frekuensi rapat yang semakin tinggi, memungkinan Dewan Komisaris untuk lebih memperhatikan risiko dan manajemen risiko yang akan diterapkan semakin besar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan level pengawasan dan aktivitas manajemen risiko.

Saat ini auditor menjadi faktor utama pengawasan organisasi dan berperan penting bagi manajemen risiko. Terdapat tekanan yang lebih besar pada perusahaan yang diaudit Big Four untuk membentuk Komite Manajemen Risiko, dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit non-Big Four. Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang dapat dikembangkan:

H5: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.4. Hipotesis

H1: Proporsi Komisaris Independen Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

H2: Ukuran Dewan Komisaris Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

H3: Frekuensi rapat dewan berpengaruh positif dengan keberadaan Komite Manajemen Risiko

H4: Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

H5: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

BAB III

Dokumen terkait